Bukti CCTV Nihil, Polres Jaksel Dalami Jejak Peluru dan Saksi Baku Tembak di Rumah Dinas
Polres Metro Jakarta Selatan mengaku tidak menutupi kasus yang terjadi pada Jumat (8/7/2022) dan berpihak karena melibatkan keluarga dan anggota kepolisian.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyidik Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan menangani kasus baku tembak antara dua ajudan keluarga polisi di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara RI Inspektur Jenderal Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022) sore. Polisi mencari bukti ilmiah dari insiden yang menewaskan satu orang itu melalui jejak peluru dan sejumlah saksi di lokasi.
Kepala Polres Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Budhi Herdi Susianto, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (12/7/2022), menjelaskan, mereka mendapat laporan dari Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo yang saat itu tidak berada di lokasi kejadian.
Hari itu rumah dinas itu disinggahi istri Irjen Ferdy Sambo yang baru pulang dari luar kota. Ada juga ajudan suaminya Bhayangkara Dua (Bharada) E, yang habis mengantar anak Sambo ke luar kota. Sekitar pukul 17.00, Bharada E diketahui beradu tembak dengan Brigadir J atau Nopryansah Yosua Hutabarat, pramudi istri Sambo.
Nopryansah tewas di tempat dalam insiden itu. Ia meninggal dengan satu peluru yang bersarang di dadanya dan sejumlah luka. Jenazahnya segera ditangani secara prosedural oleh tim Automatic Finger Print Identification System (Inafis) dan Palang Hitam untuk diotopsi. Saat ini hasil otopsi belum keluar.
”Kami di sana juga menemukan beberapa barang bukti, baik itu senjata, selongsong, maupun proyektil peluru. Dari apa yang kami lakukan, maka kami melihat bahwa di tempat tersebut diduga terjadi peristiwa pidana sehingga kemudian kami melakukan proses olah TKP secara teliti,” lanjut Budhi.
Bekas tembakan
Polisi menemukan tujuh bekas tembakan peluru di tembok sekitar titik jasad Nopryansah terkapar. Secara detail, Budhi memaparkan, Nopryansah menggunakan senjata jenis HS yang menyisakan sembilan peluru dari total 16 peluru di magasin.
Sementara E menggunakan senjata Glock 17 dengan magasin (tabung peluru) maksimal 17 butir peluru, tetapi setelah kejadian tersisa 12 peluru, yang berarti ia menembak sebanyak 5 kali. ”Dari 5 tembakan yang dikeluarkan Bharada E, ada 7 luka tembak di tubuh J (Nopryansah) dan satu di antaranya bersarang di dadanya,” katanya.
Polisi juga mendalami keterangan sejumlah saksi, selain E yang kini masih diselidiki keterlibatannya terkait kematian Nopryansah. Ada juga saksi berinisial R, K, dan istri Sambo yang sedang mendapat penanganan psikologis.
”Kami juga mendapatkan bahwa kebetulan di rumah tersebut CCTV-nya rusak sejak dua minggu lalu sehingga tidak kami dapatkan (bukti). Namun, tentunya kami tidak berhenti sampai di situ. Secara ilmiah, kami berusaha untuk mengungkap, membuat terang peristiwa ini dengan mencari alat bukti lain,” kata Budhi.
Insiden baku tembak berawal saat istri mantan Kepala Polres Brebes, Jawa Tengah, itu berada di kamarnya di lantai dasar dan sempat tertidur. Secara tiba-tiba, Nopryansah masuk dan melakukan tindakan yang diduga sebagai pelecehan. Istri Sambo berteriak dan memanggil personel kepolisian lain yang berjaga di rumah itu, termasuk E.
”Berapa kali minta tolong dan teriakan ini rupanya membuat saudara J (Nopryansah) panik mendengar suara langkah yang turun karena saudara E berada di lantai 2 rumah tersebut bersama dengan saksi K. Dari situ, saudara E di tangga melihat saudara J keluar dari kamar menanyakan ’ada apa?’. Bukannya dijawab, tapi disambut tembakan yang hanya mengenai tembok,” jelas Budhi saat awal konferensi pers.
Kejanggalan
Bambang Rukminto, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies, menilai ada sejumlah kejanggalan dari pengungkapan peristiwa itu. Salah satunya penggunaan senjata api, baik pelaku maupun korban, mulai dari jenis senjata api yang digunakan dan izin penggunaannya yang dinilai longgar.
Hal ini penting karena, berdasarkan keterangan pejabat Divisi Humas Polri, pelaku adalah tamtama berpangkat bharada yang seharusnya tidak diperbolehkan membawa senjata laras pendek. E diketahui adalah tamtama junior yang belum genap empat tahun berdinas.
”Terkait insiden saling tembak antar-ajudan dan pengawal, yang memberikan izin juga atasan langsung pelaku dan korban. Artinya, Irjen Ferdy Sambo sebagai atasan langsung juga harus bertanggung jawab terhadap senpi, baik yang digunakan pelaku maupun korban,” kata Bambang.
Penggunaan senjata api diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Standar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Senjata Api Non-organik Kepolisian Negara Republik Indonesia/Tentara Nasional Indonesia, dan Peralatan Keamanan yang Digolongkan Senjata Api.
Menurut Bambang, ketentuan penggunaan senjata api dalam perkap itu juga relatif longgar. Sebab, semua anggota kepolisian bisa menggunakan senjata api asalkan mendapat rekomendasi dari atasan langsung.
Selain penggunaan senjata api, Bambang juga kecewa dengan pengungkapan kasus yang baru diungkap ke publik tiga hari kemudian. Ia mengharapkan polisi segera membuka hasil otopsi, hubungan korban dan pelaku, posisi istri Irjen Ferdy Sambo, dan sistem pengamanan di rumah dinas tersebut.