Menjaring Rupiah Tanpa Mengusik Sabuk Hijau Kaltim
Delta Mahakam adalah sabuk hijau Kalimantan Timur yang berperan sebagai pelindung abrasi atau tsunami yang datang dari Selat Makassar.
Sudarmin (53) terus mendayung sampan kecil mengitari tambak seluas delapan hektar, pada Selasa (4/7/2022) siang. Sesekali lelaki beruban itu tersenyum memperhatikan udang dan ikan air payau bermain-main di kolam buatan yang dikelilingi tumbuhan mangrove.
Kolam buatan atau tambak udang itu dibangun Sudarmin sejak awal 2000-an. Lokasinya berjarak sekitar satu kilometer dari tempatnya tinggal di Kampung Muara Ulu Kecil, Kelurahan Muara Kembang, Kecamatan Muara Jawa, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
”Lahan saya masih dua hektar lagi. Ini juga mau saya jadikan tambak,” kata Sudarmin sembari menunjuk ke salah satu sisi tambak yang dipadati pohon mangrove.
Lahan tambak milik Sudarmin kondisinya berbeda dengan tambak petani pada umumnya di wilayah itu. Tambak petani biasanya hanya berupa kolam tanpa ada tumbuhan pendamping lain. Sementara di dalam tambak udang milik Sudarmin, ada pohon bakau yang tumbuh subur di beberapa titik. Di pinggir tambak juga terdapat tanaman mangrove di panter bag yang ditanam dengan jarak tertentu mengelilingi tambak udang tersebut.
Sudarmin mulai sadar untuk menanam mangrove setelah ada pendampingan dari Biosfer Manusia (Bioma) dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) sejak awal 2022. Sudarmin awalnya menganggap Mangrove yang tumbuh di tambak bak hama pengganggu.
Baca Juga: Peluang Pendanaan dari Program Penurunan Emisi di Kalimantan Timur
”Kalau ada tumbuhan, kami dikira malas. Kami sebut tambak itu kotor dan tidak terawat,” kata lelaki kelahiran Bone, Sulawesi Selatan itu.
Memastikan tambak bersih dari tumbuhan awalnya berjalan sukses. Hasil panen udang Tiger atau Windu yang dibudidayakan lelaki yang memiliki tiga anak itu sejak tahun 2000-an terus menghasilkan rupiah. Sekali panen, pendapatan yang diperoleh dari tambak seluas delapan hektar itu paling sedikit menyentuh Rp 10 juta.
Namun, selama lima tahun terakhir, hasil panen udang kian berkurang. Udang yang dipelihara di tambak banyak yang mati atau lenyap tanpa sebab. Akibatnya, panen udang pun merosot.
”Sekarang sudah tidak menentu. Tiap kali panen, kadang hanya balik modal. Dapatnya Rp 2 juta sampai Rp 3 juta saja,” kata lelaki kelahiran Bone, Sulawesi Selatan, itu.
Sudarmin masih tak paham penyebab berkurangnya hasil budidaya dari udang tambak. Hal yang dia tahu, kondisi lingkungan di muara Sungai Mahakam atau Delta Mahakam itu kini berubah.
Baca Juga: Mahasiswa Tuntut Penegakan Hukum dalam Kejahatan Lingkungan di Kalimantan Timur
Rusaknya Delta Mahakam
Delta Mahakam adalah sabuk hijau Kalimantan Timur yang berperan sebagai pelindung abrasi atau tsunami yang datang dari Selat Makassar. Delta ini berada di wilayah administratif Kabupaten Kutai Kartanegara, tepatnya di Kecamatan Anggana, Muara Jawa, dan Sanga-Sanga.
Delta Mahakam terdiri atas beberapa pulau yang terbentuk dari endapan di muara Sungai Mahakam dengan Selat Makassar. Kawasan ini merupakan salah satu ekosistem pertemuan antara ekosistem air tawar dari darat dan salinitas Selat Makassar yang dibawa oleh tenaga pasut saat pasang.
”Daerah ini langsung berhadapan dengan laut selatan (Selat Makassar dan Lautan Pasifik). Kalau tidak ada ini, hancur di darat,” kata Junaid Purwanto, salah satu pendamping dari Yayasan Bioma.
Kawasan Delta Mahakam yang memiliki arti penting sebagai pelindung darat Kalimantan Timur itu kondisinya rapuh. Berdasarkan data yang dihimpun YKAN, luas kawasan mangrove di Delta Mahakam mencapai 150.000 hektar. Dari total luasan itu, ada 60.220 hektar mangrove yang rusak karena alih fungsi lahan menjadi tambak dan untuk pembangunan pipa gas. Kerusakan mangrove di sana juga sudah terjadi sejak 1997-2004.
Dampak dari kerusakan mangrove di Delta Mahakam mulai terlihat dari terus naiknya ketinggian air di kawasan tersebut selama beberapa tahun terakhir. Ketinggian air pasang kini sudah mencapai satu meter. Kerusakan mangrove juga berdampak pada menurunnya kualitas air minum dan ternak udang yang rentan terserang penyakit hingga terus berkurangnya hasil tangkapan nelayan setiap tahun.
Baca Juga: Kalimantan Timur Alami Kenaikan Suhu Tertinggi hingga 0,95 Derajat Celsius Per Dekade
Namun, belum semua warga memiliki kesadaran akan pentingnya mangrove di Delta Mahakam. Hal itu seperti dialami oleh Salman (26), warga di Kampung Muara Kembang Dalam, wilayah Kelurahan Muara Kembang, sekitar dua kilometer dari Kampung Muara Ulu Kecil. Salman dan warga lainnya di kampung itu selama lima tahun terakhir ini kesulitan mendapatkan udang di sungai.
”Waktu masih kecil, setiap hari itu bisa dapat sampai lima kilogram udang gala. Tapi, sekarang, cari udangnya satu hari penuh pun, hanya dapat paling banyak satu atau dua kilogram,” katanya.
Mulai berkurangnya hasil tangkapan udang di Delta Mahakam itu, jadi salah satu alasan lelaki yang memiliki satu anak ini sejak dua tahun terakhir beralih menjadi petambak udang. Tambak udang yang dia kelola luasnya mencapai dua hektar.
Sistem pembuatan tambak udang yang dikelola Salman, masih sama seperti tambak pada umumnya yang ada di Delta Mahakam, yakni tambak dibuka dengan cara mengeruk tanah menggunakan alat berat. Tambak juga dirawat dan dibersihkan tanpa membiarkan adanya tumbuhan lain yang hidup di kolam buatan itu.
Tambak yang telah dibuka kemudian dibiarkan kosong dan bakal terisi udang dan kepiting secara alami ketika air pasang. Udang dan kepiting yang masuk ke tambak itu kemudian di panen saat tiga atau empat bulan. ”Jadi, kami tiap hari tetap cari udang di sungai, sambil menunggu udang dan kepiting di tambak besar,” katanya.
Penyadaran masyarakat
Peran penting Delta Mahakam mendorong Bioma dan YKAN untuk mendampingi dan mengedukasi masyarakat agar turut berperan menjaga sabuk hijau Kalimantan Timur itu. Masyarakat tidak mungkin dilarang untuk terus membuka tambak di kawasan itu.
”Kami tidak berani melarang masyarakat untuk membuka tambak, tetapi mendampingi mereka membuka tambak ramah lingkungan. Artinya, masih ada konservasi atau di dalam tambak masih ada tanaman lain,” kata Purwanto.
Tambak ramah lingkungan yang digagas Bioma dan YKAN dimulai pada 2022 dan dikembangkan di dua titik sebagai tambak percontohan. Selain di tambak milik Sudarmin, YKAN dan Bioma juga membuka tambak percontohan di Kampung Muara Pegah, Desa Muara Kembang. Konsep tambak ramah lingkungan itu berupa pembukaan tambak yang di dalamnya ditanami pohon mangrove.
Tumbuhan yang ditanam Bioma dan YKAN berupa tanaman bakau dengan jarak tanam setiap pohon setiap delapan meter. Atau di setiap tambak, minimal 25 persen dari total luasan tambak ditanami pohon bakau.
Pembuatan tambak ramah lingkungan, memiliki manfaat yang tak ternilai harganya. Bakau yang hidup di tambak berfungsi sebagai pelindung ikan dan udang. Tanaman itu juga berperan menyaring racun dan air kotor yang masuk ke tambak saat air laut pasang.
Senior Manajer Pembangunan Hijau Kaltim YKAN Alfan Subekti mengatakan, pendampingan di Delta Mahakam yang difokuskan di Muara Kembang bagian dari program perlindungan dan restorasi berbasis masyarakat. Program ini bersifat kolaborasi dengan melibatkan berbagai pihak untuk mengelola kawasan mangrove.