Pondok Pesantren Istana Riyadhul Jannah ada demi memberi kehidupan lebih baik bagi anak-anak yatim piatu. Dugaan kasus kekerasan seksual di sana wajib diungkap tuntas agar tujuan baik dapat dilanjutkan.
Oleh
ERIKA KURNIA
·5 menit baca
Libur sekolah sudah lewat dua minggu di Pondok Pesantren (Ponpes) Istana Riyadhul Jannah, Beji, Depok, Jawa Barat, Selasa (5/7/2022). Energi murid taman kanak-kanak dan sekolah dasar, serta kehidupan asrama, sedang tidak menguar di bangunan tiga lantai di lahan seluas sekitar 300 meter persegi tersebut.
Namun, sejumlah pengurus harian sekolah tetap beraktivitas seperti biasa di lantai dasar. Beberapa pengurus perempuan asyik bercengkerama, ada juga yang tengah mengasuh balita. Mereka pun mau menerima tamu, seperti ketika Kompas bertandang di tengah hari.
Salah satu pengurus harian bernama Fuadi dengan kerendahhatian membantu menjawab beberapa pertanyaan. Sekolah itu kini sedang tersandung kasus dugaan pemerkosaan dan pencabulan terhadap belasan santriwatinya. Kasus itu pertama kali dilaporkan tiga pihak korban pada Selasa (21/6/2022).
”Sekarang pimpinan sekolah ini sedang bertemu penyidik di Polda Metro Jaya,” kata Fuadi.
Pimpinan yang dimaksud adalah Ahmad Riyadh Muchtar. Ia adalah ketua umum yayasan yang namanya sama dengan sekolah yang diinisiasi sejak 2011 ini. Yayasan itu tidak hanya mengelola sekolah dan asrama di Depok, tetapi juga sekolah asrama untuk level sekolah menengah pertama dan atas di Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sejak tiga tahun lalu.
Total terdapat 75 murid yang mereka didik, dari usia pendidikan anak usia dini (PAUD) sampai SMA. Sebanyak 67 murid belajar di Depok. Murid PAUD dan taman kanak-kanak (TK) berjumlah 39 orang dan murid SD berjumlah 28 anak. Mayoritas dari mereka berlatar anak yatim dan atau piatu yang masuk melalui jalur beasiswa.
Misi baik sekolah itu kini tercoreng dengan kasus yang melibatkan beberapa pengajar laki-laki atau ustaz. Bahkan, ada satu murid laki-laki senior, yang sempat terlibat sebagai petugas piket gerbang sekolah, sebagai terlapor. Ihwal kasus itu, untuk pertama kalinya, pihak yayasan dipanggil untuk menghadap polisi.
”Yang jelas, saat ini pihak yayasan tengah mengadakan investigasi internal dan menyerahkan proses ini ke yang berwenang,” ujarnya.
Sekarang tim jemput bola mendatangi korban lain karena ada kendala korban enggan datang ke polisi. Kami sudah punya data mereka dan datang ke sana untuk mempermudah mendapat keterangan.
Tinggal bersama
Seorang pengurus harian perempuan sempat mengantar Kompas melihat-lihat ke dalam sekolah sekaligus asrama, yang ditinggal libur sekolah selama sebulan sejak 17 Juni 2022.
Di lantai satu terdapat ruangan besar yang terpisah sekat geser untuk kelas mengajar murid PAUD dan TK. Suasana kelas meriah dengan hiasan dan furnitur warna-warni. Di luar kelas tersedia mainan seperti jungkat-jungkit dan perosotan yang berbagi ruang dengan tempat parkir kendaraan.
Murid-murid usia balita itu umumnya hanya belajar beberapa jam dan tidak menginap. Ini berbeda dengan murid SD yang mayoritas berasrama di lantai dua.
Kosongnya lantai dua di masa libur sekolah membuatnya terlihat lebih suram. Lantai itu berisi laboratorium komputer, mushala, ruang rapat, dan asrama. Asrama terdiri dari beberapa kamar, yang biasanya tidak hanya diisi santriwati dan santriawan, tetapi juga ustazah dan ustaz yang sudah menikah dan pengurus harian.
Penghuni asrama sehari-hari tinggal terpisah sesuai jenis kelamin. Selama di asrama, para murid mendapat fasilitas makan tiga kali sehari sampai binatu. Setiap hari sekolah mereka juga melaksanakan aktivitas belajar-mengajar di lantai tiga. Sayangnya, pengurus enggan menunjukkan lantai itu dengan dalih belum dibersihkan.
Pendalaman kasus
Terkait kasus dugaan pemerkosaan dan pencabulan di sekolah itu, salah satu tim kuasa hukum korban, Megawati, mengatakan, kasus itu dilakukan terlapor di beberapa kesempatan dalam setahun terakhir. Mengutip korban, para terlapor melancarkan aksi di berbagai kesempatan dan tempat.
Satu korban mengaku pernah dipanggil ke sebuah ruangan kosong saat tengah bermain. Adakalanya pelaku beraksi di malam hari dengan mendatangi kamar asrama korban. Kamar mandi juga pernah digunakan pelaku untuk berbuat cabul.
”Modusnya mungkin birahi. Korban tidak dijanjikan apa-apa. Saya mendengar dari korban, mereka enggak tahu, hanya begitu saja disuruh masuk ke ruangan. Tapi, ancamannya, ’kamu jangan kasih tahu orangtua kamu, ya’,” tutur Megawati, beberapa waktu lalu.
Cerita itu baru diungkapkan beberapa korban kepada kerabat mereka setelah libur semester ini. Mereka pada akhirnya juga menyampaikan keluhan fisik kepada kerabat terdekat, seperti adanya kesulitan buang air kecil dan bengkak di alat kelamin.
Saat dihubungi hari ini, Megawati masih belum mau memberi keterangan tambahan terkait perkembangan kasus yang kini sudah sepenuhnya ditangani kepolisian. Polisi melalui Polda Metro Jaya, Senin (4/7/2022), menyatakan, kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan, kepada wartawan di Jakarta, mengatakan, tim dari Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita Direktorat Kriminal Umum terus mendalami kasus melalui tiga korban yang pertama melapor.
Selain tiga korban, ia juga menyebut masih ada delapan korban lainnya. Polisi akan melakukan jemput bola untuk membantu korban lain memberi keterangan terkait dugaan kasus tersebut.
”Sekarang tim jemput bola datangi korban lain karena ada kendala korban enggan datang ke polisi. Kami sudah punya data mereka dan datang ke sana untuk mempermudah mendapat keterangan,” katanya.
Sementara itu, terkait terlapor, polisi sejauh ini sudah mendalami peran empat terlapor yang terdiri dari tiga ustaz. Salah satu di antara mereka dilaporkan melakukan pemerkosaan, kemudian dua orang lainnya melakukan pencabulan. Satu terduga pelaku lain adalah seorang santri putra senior yang dilaporkan telah memerkosa dan mencabuli santriwati di bawah umur.
”Empat orang dinaikkan ke tahap penyidikan dan kemungkinan akan menjadi tersangka,” kata Zulpan.
Pihak pengurus yayasan atau sekolah yang hari ini menemui penyidik di Polda Metro Jaya belum bisa ditemui wartawan. Ahmad Riyadh mengatakan, pihak pondok pesantren akan mengadakan konferensi pers pada Rabu (6/7/2022).
Para korban dan publik berharap kasus ini segera diungkap tuntas dengan hukuman seberat-beratnya bagi pelaku. ”Taman surga” seperti termakna dari nama pondok pesantren perlu pula dipulihkan agar tetap menjadi tempat terbaik bagi para yatim piatu untuk bernaung dan meraih kehidupan yang selamat serta lebih baik.