Perkebunan tebu di Bekasi pada masa silam selalu berada di wilayah yang dilintasi sungai. Ini sama dengan perkebunan tebu di Batavia atau Jakarta, yakni di pinggir Sungai Ciliwung.
Oleh
STEFANUS ATO
·4 menit baca
Penemuan tiga batu besar di Teluk Pucung, Kota Bekasi, memiliki nilai sejarah yang tinggi. Benda bersejarah itu dinilai bagian dari teknologi masa lampau dan berkaitan dengan Revolusi Industri di Eropa. Separuh wilayah Bekasi pada masa lampau merupakan area perkebunan tebu.
Menurut Ketua RT 006 RW 002 Kelurahan Teluk Pucung, Kecamatan Bekasi Utara, Pungut, batu purbakala itu banyak ditemukan warga sejak 1990-an. Batu-batu itu panjangnya sekitar 80 sentimeter (cm), berdiameter 40 cm, dan beratnya sekitar 3 kuintal atau lebih kurang 150 kilogram.
”Batu seperti ini banyak. Dulunya itu ada sekitar 17 buah. Sudah ada sejak 1990-an dan yang saya ingat, itu digunakan untuk kebaktian (ritual) sama orangtua,” kata Pungut, Senin (27/6/2022), di Bekasi.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bekasi Deded Kusmayadi mengatakan, berdasarkan laporan yang diterima, ada tujuh batu yang ditemukan warga. Batu-batu tersebut tersebar di beberapa titik di wilayah Teluk Pucung, Kota Bekasi.
”Berdasarkan laporan ada tujuh, tetapi yang baru kami lihat ada dua. Ada beberapa yang katanya tersebar di kebun-kebun warga,” kata Deded.
Yang paling memungkinan, itu diawali dari revolusi industri di Eropa. Revolusi industri itu melahirkan mesin-mesin.
Benda bersejarah itu, kata Deded, mirip dengan batu peninggalan era Kesultanan Banten pada abad ke-17. Batu itu dahulu digunakan sebagai alat pemeras tebu dan diperkirakan sudah ada sejak tahun 1600-1700 Masehi. ”Saat ini kami masih menunggu hasil (penelitian) dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Bekasi,” ucap Deded.
Perkebunan tebu
Sejarawan Bekasi yang juga Ketua TACB Kota Bekasi Ali Anwar mengatakan, pihaknya belum bisa memastikan latar belakang dari benda bersejarah itu. Namun, dari berbagai riset yang dikumpulkan, benda yang ditemukan itu berada di wilayah yang dahulu kala merupakan area perkebunan tebu.
”Kalau dilihat dari peta di abad ke-19 dan awal abad ke-20, di daerah Teluk Pucung dan Gabus ada perkebunan tebu. Teluk Pucuk waktu itu dikuasai oleh tuan tanah yang perkebunannya memanjang mulai dari wilayah Teluk Buyung (saat ini Summarecon), Teluk Pucung, hingga perbatasan dengan Babelan,” kata Ali saat dihubungi pada Minggu (26/6/2022) sore.
Kekuasaan dari tuan tanah itu juga meliputi bagian barat Kali Bekasi hingga ke Cakung, Jakarta Timur. Artinya, tuan tanah yang menguasai perkebunan tebu saat itu mencakup setengah dari luas keseluruhan wilayah Kota Bekasi.
Sementara di bagian timur Kali Bekasi, saat itu, ada tuan tanah Gabus. Di tempat itu juga membentang perkebunan tebu mulai dari Karangjongok (saat ini Karangsatria) sampai ke Gabus. Keberadaan perkebunan itu pula yang kemudian memunculkan sebuah kampung dengan nama Kampung Gabus Pabrik.
”Sementara di Teluk Pucung ada namanya Kampung Teluk Pucung Pabrik. Jadi, kampung-kampung itu merupakan sisa-sisa atau peninggalan dari masa-masa silam,” ujar Ali.
Perkebunan tebu di Bekasi pada masa silam selalu berada di wilayah yang dilintasi sungai. Ini sama dengan perkebunan tebu di Batavia, yakni di pinggir Sungai Ciliwung. Pemilihan area perkebunan tebu di tepi sungai menyesuaikan dengan kondisi cuaca. Tebu cocok untuk di daerah panas, tetapi mesti berada di tepi sungai untuk memudahkan proses penyiraman atau irigasi.
Kepemilikan tanah pada masa itu dikenal dengan sebutan particuliere landerijen atau tanah partikelir. Tanah partikelir merupakan tanah yang disewa oleh tuan tanah dari Pemerintah Hindia Belanda. Tuan tanah yang menguasai lahan di di wilayah Bekasi saat itu didominasi oleh orang China dan ada juga sebagian bangsawan dari Eropa.
Revolusi industri
Ali juga tidak setuju jika benda bersejarah itu disebut bagian atau mirip dengan peninggalan era Kesultanan Banten pada abad ke-17. Kesultanan Banten sangat jauh dari Bekasi. Wilayah Bekasi juga tidak pernah masuk dalam wilayah kekuasaan Kesultanan Banten.
”Yang paling memungkinan, itu diawali dari revolusi industri di Eropa. Revolusi industri itu melahirkan mesin-mesin,” kata Ali.
Mesin-mesin itu kemudian diimpor atau dikirim ke wilayah Batavia atau Jakarta. Bekasi saat itu bagian dari wilayah Batavia. Bahan-bahan yang diimpor dari Eropa itu kemudian digunakan untuk kegiatan produksi di lahan perkebunan tebu milik tuan tanah yang berada di wilayah kekuasaan Batavia.
Revolusi industri merupakan proses perubahan dari ekonomi agraris dan kerajinan ke industri serta manufaktur mesin. Revolusi industri pertama kali terjadi di Inggris pada abad ke-18 atau pada tahun 1760-1840. Revolusi ini ditandai dengan peralihan dari penggunaan tenaga hewan dan manusia ke tenaga mesin pada industri tekstil.
”Artinya, kalau revolusi industri terjadi pada 1700-an, berarti (benda bersejarah itu) ada sejak akhir 1700-an atau di awal 1800-an. Tetapi, kalau lihat peta Bekasi dan koran-koran pada saat itu, ada kemungkinan sudah ada sejak 1800-an di abad ke 19,” ucap Ali.