Hindari Jeratan Hukum, Perusahaan Pinjaman Daring Ilegal Beroperasi di Rumah
Pekerja perusahaan pinjaman ”online” atau daring ilegal kini berlindung dalam ruang privasi untuk menghindari penggerebekan oleh aparat penegak hukum.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polda Metro Jaya menangkap sejumlah karyawan perusahaan pinjaman daring ilegal yang bekerja dari rumah di Jakarta. Cara kerja itu disebut menjadi strategi baru untuk menghindari penggeledahan polisi, sementara mereka tetap menebar kemuskilan di masyarakat.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya menindaklanjuti laporan empat korban kasus akses ilegal dan manipulasi data elektronik terkait pinjaman daring ilegal yang dilakukan dengan pengancaman.
”Para tersangka dalam kasus ini ada kurang lebih 11 orang,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat (27/5/2022).
Tersangka itu masing-masing berinisial MIS, IS, DRS, S, JN, LP, OT, AR, FIS, T, dan AP. Lima dari tersangka adalah perempuan. Mayoritas tersangka yang ditangkap bekerja sebagai debt collector atau penagih utang dengan ancaman secara jarak jauh. Tersangka seperti DRS berperan sebagai leader dan S sebagai manajer.
Zulpan menerangkan, kesebelas tersangka ditangkap dalam rentang waktu Maret hingga Mei 2022. Pada kesempatan sama, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Auliansyah Lubis mengatakan, penangkapan dilakukan di rumah hingga indekos.
Lokasinya tersebar di banyak daerah, dari Kecamatan Tanah Abang di Jakarta Pusat, beberapa tersangka ditangkap di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Ada juga yang ditangkap di kawasan Cengkareng, Kalideres, dan Kembangan di Jakarta Barat.
”Penangkapan ini ada perubahan dari yang sebelumnya. Sekarang mereka mainnya sudah di rumah, tidak di kantor lagi, sejak kita lakukan penggeledahan seperti waktu itu. Nah, ini yang agak kesulitan bagi kita. Tapi, kami konsisten untuk memberantas mereka,” katanya.
Sejauh ini polisi menemukan, para tersangka mengoperasikan 58 aplikasi, antara lain, Jari Kaya, Dana Baik, Untung Cepat, Rupiah Plus. Lalu, ada juga Dana Lancar, Dana Now, Cash Tour, Pinjaman Roket, dan Raja Pinjaman. Polisi masih mendalami apa dan berapa perusahaan yang menguasai aplikasi-aplikasi tersebut.
Sementara itu, 11 orang itu disangkakan dengan Pasal 27 Ayat 4 juncto Pasal 45 Ayat 4 dan atau Pasal 29 juncto Pasal 45 b dan atau Pasal 32 Ayat 2 juncto Pasal 46 Ayat 2 dan atau Pasal 34 Ayat 1 juncto Pasal 50 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
”Mereka dipidana dengan ancaman paling singkat empat tahun, paling lama 10 tahun, dan denda pidana paling sedikit Rp 700 juta dan paling banyak Rp 10 miliar,” kata Zulpan.
Selain menangkap para tersangka, Auliansyah mengatakan, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia untuk mengawasi perusahaan dalam negeri penyedia payment gateway atau kanal pembayaran. Pelaku pinjaman daring ilegal mendapat kemudahan untuk menjadi anggota di kanal pembayaran.
”Payment gateway ini menjadi alat untuk menampung uang yang disetorkan kepada si peminjam dan uang yang akan disetorkan peminjam ke aplikasi ini. Aplikasi pinjol ini memang tidak punyai rekening bank. Jadi, mungkin para pemilik payment gateway bisa lebih dikontrol oleh OJK dan BI agar tidak sembarang orang bisa mendaftar sebagai member,” katanya.
Selain itu, polisi juga akan mendalami pemilik hingga pemodal aplikasi pinjol ilegal tersebut. Sejauh ini, mereka baru bisa menangkap tersangka dari level staf hingga manajer karena mudah dilacak. Polisi siber mampu melacak keberadaan mereka dari peralatan teknologi dan informasi (TI) yang mereka gunakan untuk meneror korban.
”Untuk yang di atasnya, sementara kami memang belum bisa melakukan penangkapan karena memang, satu, terputus komunikasi karena mereka tertutup. Kemudian, memang, yang kedua, kemungkinan mereka tidak ada di sini (Indonesia),” ujarnya.
Direktur Eksekutif Information Communication Technology Institute Heru Sutadi mengatakan, ada banyak masalah yang muncul dari kehadiran pinjaman daring ilegal. Seperti diketahui, mereka memberi pinjaman dengan bunga tinggi, melakukan penagihan tidak etis, hingga melanggar UU ITE dengan mencuri dan menyebar data pribadi.
Heru pun setuju dengan upaya polisi untuk berkoordinasi perihal pengawasan terhadap perusahaan penyedia kanal pembayaran. Namun, itu hanya satu cara untuk pencegahan dan penanggulangan.
”Satuan tugas untuk mengatasi hal ini diperlukan. Sebenarnya, kalau OJK bekerja maksimal, tidak perlu, tapi karena agak tidak maksimal, baiknya ini di-lead oleh pihak kepolisian,” katanya saat dihubungi hari ini.