Kemacetan lalu lintas dan cuaca tak menentu di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, tidak menyurutkan antusiasme warga di Jabodetabek untuk berwisata di sana. Puncak tetap jadi destinasi primadona.
Oleh
STEFANUS ATO
·5 menit baca
Aktivitas ekonomi yang sempat meredup karena pandemi Covid-19 kini mulai menggeliat di kawasan wisata Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Derasnya arus wisatawan yang berbondong-bondong memadati Puncak selama libur Lebaran 2022 membawa berkah. Pendapatan pedagang kaki lima, juru parkir, tukang ojek, hingga pebisnis hotel dan penginapan serta restoran meningkat.
Wisatawan yang memasuki kawasan wisata Puncak sejak Selasa (3/5/2022) hingga Rabu (4/5/2022) masih terus mengalir. Ruas-ruas jalan alternatif, Jalan Tol Jagorawi, hingga Jalan Raya Puncak, di Kabupaten Bogor, sejak dua hari terakhir padat. Kendaraan yang datang ke kawasan wisata itu didominasi kendaraan dari arah Jakarta.
Dari data Kepolisian Resor Bogor, Selasa (3/5), total kendaraan bermotor yang masuk ke kawasan Puncak melalui Jalan Tol Jagorawi mencapai 35.000 kendaraan. Pada Rabu siang, jumlah kendaraan bermotor yang masuk ke Puncak mencapai 40.000 kendaraan roda empat dan 50.000 kendaraan roda dua. Artinya, jika ditotal, jumlah kendaraan yang masuk ke Puncak hingga Rabu siang mencapai 90.000 kendaraan.
Derasnya arus kendaraan yang masuk ke Puncak terpantau dari padatnya ruas Jalan Raya Puncak. Ruas jalan yang bertahun-tahun tidak dilebarkan itu penuh dengan lautan manusia sejak Rabu pagi. Kebijakan satu arah yang diterapkan polisi pada Rabu mulai pukul 10.30 tidak serta-merta efektif mengatasi kemacetan di Puncak.
Puncak dua hari terakhir memang macet. Namun, wisatawan seperti tak pernah kapok untuk berlibur ke sana. Lalu lintas di Puncak yang selalu padat dan cuaca yang tak menentu justru jadi tantangan bagi wisatawan. Ada kepuasan setelah melalui kemacetan dan bisa berwisata di sana. Puncak pun tetap jadi destinasi primadona bagi warga di Jabodetabek.
Putra (38), misalnya, rela bermacet-macetan selama dua jam bersama istri dan anaknya saat berangkat dari rumah mereka di Parung, Kabupaten Bogor, pada Rabu pukul 10.00. Setelah tiba di salah tempat wisata perkebunan teh di Puncak sekitar pukul 14.00, mereka hanya bertahan di sana satu jam.
Selama satu jam di Puncak, lelaki yang bekerja sebagai tenaga marketing di salah satu perusahaan penjualan mobil di wilayah Parung itu hanya menikmati secangkir kopi hitam. Sementara istri dan anaknya hanya menikmati seporsi mi telur dan secangkir teh panas. Mereka lalu memutuskan untuk balik kanan dan kembali ke rumah.
”Saya enggak paham juga kenapa milih liburan ke sini. Cuma, tiap kali ada liburan, yang pertama ada di pikiran, pasti, Puncak,” katanya.
Kemacetan yang terjadi di jalur wisata Puncak bukan masalah bagi Putra. Sebab, berlibur ke Puncak dengan kondisi terjebak macet dan sering kali basah kuyup diguyur hujan sudah dianggap menjadi bagian dari paket wisata Puncak.
Alasan berbeda disampaikan Ardianto (46), wisatawan dari Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Ardianto bersama keluarganya memilih Puncak sebagai destinasi libur Lebaran karena dia beranggapan lalu lintas di Puncak bakal lebih lancar saat Idul Fitri.
”Sebagian besar pulang kampung, Jakarta sepi. Jadi, harusnya Puncak juga lancar. Salah prediksi ternyata. Lima jam tadi kejebak macet,” kata pedagang asongan di wilayah Pasar Minggu itu.
Pendapatan meningkat
Derasnya arus wisatawan ke Puncak berdampak signifikan bagi para pelaku usaha wisata di kawasan Puncak. Pedagang kaki lima, tukang ojek, tukang foto, hingga pelaku usaha hotel dan penginapan meraup pemasukan berlipat.
”Udah pegel. Dari pagi tadi enggak berhenti. Gini (memotret) terus,” kata Fendra (40), salah satu pelayan jasa pemotretan di kawasan wisata perkebunan teh Puncak.
Lelaki yang tinggal di Cisarua, Kabupaten Bogor, itu bahkan sampai lupa menghitung jumlah pelanggan yang sudah menggunakan jasanya memotret para wisatawan di perkebunan teh sejak Rabu pagi. Pada hari-hari biasa atau sebelum Lebaran, jumlah pelanggan yang didapatkan setiap hari hanya 5-7 wisatawan.
Dampak libur Lebaran juga turut dirasakan pedagang kaki lima yang berjualan aneka minuman dan makanan ringan di tepi Jalan Raya Puncak, sekitar kawasan perkebunan teh. Nur, salah satu pedagang kaki lima asal Gunung Mas, Cisarua, misalnya, pada Rabu siang sudah meraup keuntungan dua kali lipat hanya dari menjual berbagai jenis minuman.
”Biasanya sepi banget. Apalagi, selama Covid-19, itu satu hari omzetnya paling Rp 100.000. Alhamdulillah, dua hari terakhir ini laris. Hari ini saja sudah hampir Rp 500.000,” katanya.
Libur Lebaran juga berdampak pada tingkat keterisian hotel dan penginapan di kawasan wisata Puncak. Keterisian hotel dan penginapan di kawasan wisata itu hingga hari kedua Lebaran atau Selasa kemarin mencapai 80 persen.
Pada Selasa, misalnya, sejak pukul 20.00, aplikasi-aplikasi daring yang biasanya menawarkan jasa penginapan, sebagian besar sudah kehabisan kamar. Sejumlah hotel di Megamendung, Kabupaten Bogor, yang didatangi secara langsung, pada Selasa malam, sekitar pukul 22.00, juga menolak wisatawan karena kamar-kamar sudah penuh terisi.
Libur Lebaran berdampak positif terhadap okupansi hotel. Sebelum Lebaran, keterisian hotel berkisar 20-50 persen. (Boboy Ruswandi)
Salah satu staf penginapan Lite Rooms Container Megamendung, yang ditemui pada Selasa malam, mengatakan, hotel tempatnya bekerja sudah terisi penuh sejak Selasa pukul 18.00. Sebanyak 12 kamar yang tersedia di Lite Rooms Container Megamendung bahkan sudah dipesan wisatawan untuk waktu menginap pada Rabu malam hingga Kamis (5/5/2022) pagi.
”Libur Lebaran berdampak positif terhadap okupansi hotel. Sebelum Lebaran, keterisian hotel berkisar 20-50 persen,” kata Wakil Ketua Badan Pimpinan Cabang Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Bogor Boboy Ruswandi saat dihubungi terpisah pada Rabu sore.
Dari data PHRI Kabupaten Bogor, selama 2-3 Mei 2022 tingkat okupansi hotel di kawasan wisata Puncak berkisar 50-80 persen. Keterisian hotel diprediksi terus meningkat hingga 7 Mei 2022 atau hingga masa libur Lebaran berakhir.
Antusiasme untuk berwisata ke kawasan Puncak pada libur Lebaran tahun ini memang bisa diprediksi sebelumnya. Dalam diskusi pekan lalu, pengamat perkotaan Yayat Supriatna memprediksi ada 500.000 wisatawan yang berpotensi memadati Puncak pada libur Lebaran. Kemacetan tak terelakkan karena volume pergerakan yang tinggi menambah beban Puncak, sementara hanya ada satu ruas jalan ke sana, yaitu Jalan Raya Puncak.
”Puncak tahun 1960-1970-an masih destinasi wisata alam. Tetapi, Puncak yang sekarang sudah urban tourism, sudah wisata perkotaan. Jadi, kalau dilihat dari pertumbuhannya, Puncak itu ibaratnya sudah kota,” kata Yayat.
Kawasan Puncak tak hanya menjadi destinasi pilihan warga di Jabodetabek, tetapi juga masyarakat Cianjur, Sukabumi, dan daerah lain. Hal ini turut mengakibatkan Puncak tak mampu menampung pergerakan warga yang kian tinggi.
Kemacetan lalu lintas di kawasan Puncak saat musim liburan seolah menjadi hal yang lumrah. Bagi wisatawan, kepuasan merasakan suasana Puncak bisa jadi mampu menepis kesusahan yang dialami akibat kemacetan lalu lintas. Sementara bagi pelaku usaha wisata, lautan wisatawan menjadi berkah yang bisa menggerakkan roda ekonomi setempat.