Warga Bantaran Sungai di Jakarta Mendambakan Turap untuk Mencegah Bencana Tanah Bergerak dan Longsor
Warga yang tinggal di bantaran sungai dan daerah dengan kontur perbukitan meminta pemerintah segera membangun turap. Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko tanah longsor dan pergerakan tanah.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah warga yang tinggal di bantaran sungai dan daerah dengan kontur perbukitan meminta pemerintah segera membangun turap. Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko tanah longsor dan pergerakan tanah yang rentan terjadi pada musim hujan.
Dirham (60), warga Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (8/4/2022), menyampaikan keinginannya agar bantaran Sungai Ciliwung yang mengaliri kawasan tempat tinggalnya segera dibangun turap. Sarana ini dianggap ampuh untuk meminimalisasi tanah bergerak dan risiko longsor yang bisa saja terjadi ketika hujan mengguyur.
Sejak dua tahun lalu sudah ada beberapa titik tepian Sungai Ciliwung yang dibangun turap, tetapi belum menyeluruh. Sementara yang belum mendapatkan fasilitas turap hanya dibendung dengan karung pasir dan kayu seadanya.
”Pola seperti itu tidak akan sanggup menahan risiko longsor,” kata Dirham. Apalagi daerah itu merupakan kawasan langganan banjir.
Menurutdia, di dalam turap itu juga bisa dibangun pompa yang berfungsi untuk penanggulangan banjir sehingga tinggi banjir dapat ditekan karena air segera dialirkan kembali ke sungai. Rencana itu sebenarnya sudah dicanangkan beberapa tahun lalu dengan menggusur rumah semipermanen yang ada di bantaran sungai. Namun, rencana itu hingga sekarang belum terealisasi.
Harapan serupa juga disampaikan Purba (53), warga Cijantung, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur, yang tinggal di bantaran Kali Baru. Dia menuturkan, selama ini longsor sering terjadi di pinggiran sungai karena memang belum dibangun turap. Tidak hanya itu, ketika hujan mengguyur, pohon di pinggir kali kerap tumbang.
Petugas penelusur kali dari dari Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Timur, Andry, mengatakan secara rutin timnya menyusuri Kali Baru sejauh sekitar 8 kilometer untuk memeriksa kondisi sungai agar tidak terjadi sumbatan. Ketika musim hujan tiba, risiko tanah longsor akan semakin besar. Beberapa kali timnya mengeruk sungai dan mengangkat pohon tumbang.
Menurut dia, sulit untuk mencegah longsor karena memang belum dibangun turap. Apalagi beberapa orang sengaja menyusun karung pasir untuk dijadikan tanah tambahan di permukaan.
Pancoran dan Pasar Rebo menjadi dua dari sepuluh kecamatan di wilayah DKI Jakarta yang rentan mengalami pergerakan tanah dan tanah longsor. Selain itu ada Kecamatan Cilandak, Jagakarsa, Kebayoran Baru, Kebayoran Lama, Mampang Prapatan, Pasar Minggu, Pesanggarahan, dan Kecamatan Kramat Jati.
”Gerakan tanah masuk dalam kategori menengah,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta Isnawa Adji, (Kompas.id, 6/4/2022).
Untuk potensi gerakan tanah salah satu bentuknya adalah tanah longsor. BPBD DKI Jakarta mencatat, sepanjang 2017 hingga 2021 ada 57 kejadian tanah longsor yang tersebar di berbagai lokasi di Jakarta. Isnawa menjabarkan, mayoritas kejadian tanah longsor terjadi karena intensitas curah hujan yang tinggi pada lokasi yang berada di sekitar kali atau sungai.
Paling banyak terjadi di wilayah Jakarta Selatan dengan 34 kejadian dan Jakarta Timur 21 kejadian. Adapun untuk wilayah kelurahan yang paling banyak terjadi adalah Srengseng Sawah dengan 6 kejadian dan Ciganjur dengan 4 kejadian.
Sekretaris Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Denni S Triyanto, mengakui, ada daerah yang rentan mengalami tanah bergerak, tepatnya di RW 2 kelurahan Srengseng Sawah. Jumlah penduduk yang tinggal di sana kurang dari 20 keluarga.
Daerah itu memang rentan mengalami tanah bergerak karena kontur tanahnya yang memiliki ketinggian yang berbeda. Tanah seperti berlapis dengan perbedaan ketinggian hingga 10 meter. Memang kawasan ini berada di bantaran saluran yang menghubungkan Danau Universitas Indonesia dan Sungai Ciliwung.
Melihat kontur tanah yang rentan, ujar Denni, pihaknya sudah melayangkan surat edaran kepada warga untuk selalu waspada. Dari awal mitigasi bencana terus dilakukan mengingat risiko bencana bagi mereka yang tinggal di sana tidak jauh dari tanah bergerak.
Walaupun terjadi bencana, sudah ada beberapa tahapan yang harus dilalui agar bantuan bisa datang secepat mungkin termasuk di antaranya langkah evakuasi. Pembangunan dan perbaikan turap juga sudah diterapkan di beberapa titik.
"Hanya saja memang belum semua kawasan (yang diturap). Karena dalam pelaksanaannya butuh peran dari sejumlah pihak terutama di dinas terkait di provinsi DKI Jakarta," kata dia.