Tujuh Provinsi Paling Rentan Bencana Hidrometeorologi
Aceh, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan menjadi provinsi paling rentan bencana hidrometeorologi.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Frekuensi dan intensitas bencana di Indonesia terus meningkat, terutama yang terkait faktor cuaca dan lingkungan. Secara spasial, terdapat tujuh provinsi di Indonesia yang paling sering mengalami bencana hidrometeorologi sehingga diharapkan bisa lebih memperhatikan tata kelola lingkungan.
”Hingga 31 Maret, dalam tiga bulan tahun 2022, sudah terjadi 1.137 bencana. Bencana hidrometeorologi basah mendominasi, seperti banjir, longsor, dan cuaca ekstrem paling dominan,” kata Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari, di Jakarta, Jumat (1/4/2022).
Menurut Muhari, dari sebaran bencana yang terjadi, ada tujuh provinsi yang paling sering mengalami bencana, yaitu Aceh, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. Data ini konsisten setidaknya dalam lima tahun terakhir, termasuk pada 2022 ini.
”Pemerintah daerah di tujuh provinsi ini agar melihat kembali kondisi lingkungan, sungai, hingga pegunungan yang jadi tangkapan air. Aliran sungai yang alami penyempitan dan pendangkalan juga harus dibenahi,” kata Muhari.
Muhari menambahkan, dari tujuh provinsi ini, kota dan kabupaten di Jawa Barat merupakan yang paling sering mengalami bencana hidrometeorologi. ”Dalam lima tahun terakhir, sebagian besar frekuensi bencana hidrometeorologi di Indonesia terjadi di Jawa dan hampir setengahnya ada di Jawa Barat,” katanya.
Anomali Maret
Menurut Muhari, total bencana dari semua penyebab pada Maret 2022 lebih sedikit dibandingkan dengan Maret 2001. Namun, jumlah korban bencana pada Maret 2022 lebih banyak, yaitu 29 meninggal, dibandingkan dengan 17 orang pada Maret 2021. Hal ini karena pada bulan Maret terjadi bencana gempa di Sumatera Barat dengan dampak cukup besar, selain juga tren peningkatan banjir.
Berdasarkan data BNPB, selama Maret 2022 terjadi 163 kejadian banjir di 27 provinsi di 107 kabupaten/kota yang menyebabkan 151.255 rumah terendam, 16 orang meninggal, 3 orang hilang, dan 507.253 orang menderita atau mengungsi. ”Kalau dibandingkan dengan tren di tiga bulan pertama sejak 2015, biasanya banjir paling sering terjadi di Januari hingga Februari. Namun, pada Maret 2022, kejadian banjir lebih banyak dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya,” katanya.
Menurut Muhari, eskalasi bencana banjir pada Maret 2022 kemungkin dipengaruhi oleh terjadinya La Nina, yang sebenarnya juga telah terjadi sejak 2021. Umumnya pada bulan Maret, sebagian besar wilayah Indonesia mulai masuk pancaroba, dengan karakteristik hujan intensitas tinggi dengan berdurasi pendek. ”Namun, hujan intensitas panjang masih terjadi pada Maret tahun ini. Terakhir kita lihat hujan di Sangatta, Kalimantan Timur, yang memicu banjir besar. Artinya, kita harus melihat kembali kondisi lingkungan saat ini,” katanya.
Pemerintah daerah di tujuh provinsi ini agar melihat kembali kondisi lingkungan, sungai, hingga pegunungan yang menjadi tangkapan air. Aliran sungai yang mengalami penyempitan dan pendangkalan juga harus dibenahi.
Memasuki April 2022, Muhari mengingatkan agar masyarakat mengantisipasi cuaca ekstrem, termasuk angin kencang tanpa hujan dan puting beliung. ”Umumnya, diprediksi hujan durasi tinggi dalam jangka pendek yang terjadi. Namun, perlu juga antisipasi hujan dalam intensitas tinggi dalam durasi panjang. Intinya masyarakat harus lebih sering melihat perkiraan cuaca,” katanya.
Bibit siklon
Secara terpisah,Deputi Bidang Meteorologi, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Guswanto memperingatkan,saat ini terpantauadanya depresi tropis(tropical depression) di wilayah Indonesia akibat tumbuhnya bibit siklon tropis 93W di daratan Vietnam dengan kecepatan angin maksimum 25 knot dan tekanan udara minimum 1006 mb. Pergerakan sistem ini ke arah barat dan potensi dalam 24 jam ke depan untuk tumbuh menjadi siklon tropis dalam kategori rendah.
Selain itu, bibit siklon tropis 96S juga terpantau berada di Samudra Hindia sebelah barat Australia dengan kecepatan angin maksimum 20 knot dan tekanan udara minimum 1007 mb. Sistem ini bergerak ke arah selatan-tenggara, menjauhi wilayah Indonesia. Bibit siklon tropis 96S ini membentuk daerah pertemuan angin di pesisir barat Bengkulu hingga perairan selatan Banten dan Jawa Barat.
Dengan keberadaan bibit siklon ini, daerah konvergensi atau pemusatan awan terpantau memanjang di Aceh, dari Riau hingga Jambi, Lampung, Jawa Barat bagian selatan-Jawa Tengah, di Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Sulawesi bagian tengah dan selatan, NTB, Maluku, Papua Barat dan Papua. Kondisi ini mampu meningkatkan pertumbuhan awan hujan di sekitar wilayah bibit siklon tropis, sepanjang daerah konvergensi/konfluensi tersebut.