Dituding Rekayasa Kasus di Bekasi, Polisi Minta Tunggu Putusan Pengadilan
Polda Metro Jaya meminta para pihak menghormati proses hukum terkait kontroversi penangkapan kasus begal di Bekasi. Ada alibi kuat terdakwa bahwa polisi salah tangkap.
Oleh
STEFANUS ATO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polda Metro Jaya memastikan sudah melakukan pemeriksaan internal mendalam terkait tudingan salah tangkap dan rekayasa kasus pencurian dengan kekerasan atau begal di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Hasil pemeriksaan internal itu disebut tidak ada temuan kesalahan prosedur dalam penanganan kasus yang kini menetapkan empat terdakwa.
”Kami secara internal sudah melakukan pendalaman dari Propam (Divisi Profesi dan Pengamanan). Hasil pendalaman internal kepolisian tidak menemukan adanya salah prosedur dalam proses penanganan,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan, Jumat (11/3/2022) di Jakarta.
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) selaku pengawas eksternal pun sudah melakukan investigasi. Hasil rekomendasi akhir dari Kompolnas tidak menemukan pelanggaran prosedural dalam penanganan kasus ini.
”Mereka juga melakukan gugatan ke pengadilan melalui praperadilan. Hasil keputusannya juga menyatakan bahwa langkah kepolisian sudah tepat. Jadi, semua proses hukum sudah dijalani,” katanya.
Dari berbagai proses hukum yang pernah ditempuh itu, polisi tetap pada keputusannya menetapkan Muhammad Fikry (19), Abdul Rohman (20), Randi Apryanto (19), dan Muhammad Rizky (21) sebagai tersangka. Keempatnya diduga terlibat pencurian dengan kekerasan di Jalan Raya Sukaraja, Tambelang, Kabupaten Bekasi, 24 Juli 2021 pukul 01.30. Korban begal bernama Darusman Ferdiansyah terluka di bagian lengan, sedangkan sepeda motor Yamaha NMAX milik korban raib dirampas para pelaku yang berjumlah enam orang.
Menurut Zulpan, empat orang itu kini berstatus terdakwa dan masih menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Cikarang, Bekasi. Sidang kasus tersebut sudah sampai ke sidang ketujuh.
”Jadi, kami minta kepada semua pihak, mari kita hormati proses hukum yang ada. Mari kita tunggu saja putusan pengadilan,” tutur Zulpan.
Tudingan rekayasa
Sebelumnya, Rusin (47), ayah salah satu terdakwa bernama Muhammad Fikry, mengatakan, ia menyaksikan langsung detik-detik anaknya ditangkap pada 28 Juli 2021 sore pukul 18.52 di tempat usaha bengkel motornya di tepi Jalan Raya CBL, Kampung Selang Bojong, Cibitung, Kabupaten Bekasi. Saat itu, anaknya yang mengenakan baju hitam dan sarung tengah bersantai bersama kerabatnya yang berjumlah sembilan orang.
”Anak saya ditangkap dan ditarik itu ada saya. Minimal, saya sebut oknum polisi, ya, harusnya bilang, anak bapak saya tangkap, ini suratnya, tolong tanda tangan. Kan, harusnya seperti itu,” kata Rusin, Senin (7/3/2022) siang, di Kantor Kontras, Jakarta Pusat.
Saat itu, Rusin ihanya bisa menyaksikan anaknya bersama delapan temannya ditangkap, ditarik, diborgol, lalu dimasukkan ke dalam mobil. Ia sempat mencoba bertanya kepada sekitar 10 penangkap itu, tetapi sama sekali tak digubris.
”Itu yang saya tidak terima sampai saat ini. Saya sebagai orangtuanya yang membesarkan, memberi makan, anak saya seperti binatang ditarik. Itu manusia,” ucap Rusin terisak.
Menurut Rusin, saat terjadi pembegalan, 24 Juli pukul 01.45, anaknya sedang tidur di mushala. Mushala itu letaknya bersebelahan dengan rumah Rusin.
Fikry, pada 23 Juli hingga 24 Juli 2021, kata Rusin, hanya beraktivitas di sekitar rumah atau mushala itu. Fikry memang lebih banyak menghabiskan waktu di mushala, aktif mengajari anak-anak mengaji.
Kompas juga mendapat tangkapan layar rekaman kamera pengawas yang merekam aktivitas di sekitar mushala itu pada 23-24 Juli. Dari rekaman itu tergambar detail aktivitas Fikry yang berulang kali tertangkap kamera berada di sana sejak 23 Juli 2021 pukul 18.00 hingga 24 Juli 2021 pagi.
Aldi (16), salah satu saksi yang bekerja bersama dua terdakwa lain, menambahkan, pada 23 Juli sampai 24 Juli dini hari, ia bersama Abdul dan Riski berada di tempat pemotongan ayam.
Salah satu tim Advokasi Anti Penyiksaan dari Kontras, Andi Muhammad Rezaldy, mengatakan, keterangan para saksi yang diperkuat berbagai rekaman kamera pengawas itu menunjukkan kalau empat terdakwa ini sebenarnya tidak berada di lokasi pembegalan. Artinya, mereka tidak melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan seperti yang didakwakan. Empat orang tersebut memiliki alibi kuat bahwa mereka tidak terlibat tindak pidana.
Pengacara publik dari LBH Jakarta, Teo Reffelsen, menilai kasus itu fiktif atau ada dugaan rekayasa. Para terdakwa juga diduga korban salah tangkap dan mengalami penyiksaan selama proses interogasi dan pemeriksaan untuk mengakui mereka terlibat tindak pidana.