Benteng setinggi 0,5-2 meter, sisa kejayaan Keraton Surosowan, menjadi tempat penaungan warga di Kawasan Wisata Banten Lama, Kota Serang, dari banjir besar yang melanda nyaris di seluruh kota.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·5 menit baca
Saipudin (33) merupakan satu dari ratusan warga yang menyelamatkan diri dari banjir ke Keraton Surowosan di Kawasan Wisata Banten Lama, Kota Serang. Bersama warga Kampung Dermayon, Desa Pamengkan, Kecamatan Kramatwatu, lainnya, mereka mendirikan tenda darurat dari terpal dan beralaskan tikar di atas reruntuhan benteng setinggi 0,5-2 meter yang mengelilingi keraton.
Ketika air dari kanal yang terhubung dengan Sungai Cibanten di dekat permukiman meluap karena hujan deras, warga berbondong-bondong lari ke keraton. Mereka naik ke puing keraton berupa benteng dari tumpukan batu bata merah dan batu karang, dengan ubin berbentuk belah ketupat berwarna merah yang merupakan tempat paling tinggi se-kawasan wisata.
Selain warga Dermayon, warga Sukadiri, Desa Kasunyatan dan Kebalen, Desa Banten, juga mengungsi di situ. Mereka berbagi ruang untuk mendirikan puluhan tenda darurat di area seluas 3,8 hektar.
Saipudin menuturkan, luapan air dari Sungai Cibanten naik dan tak kunjung surut sehingga warga menyelamatkan diri ke Keraton Surosowan. Warga memilih mengungsi untuk sementara sampai situasi aman karena khawatir air kembali meluap lantaran potensi hujan deras terus ada.
”Air memang biasanya meluap, tapi tidak sampai masuk ke dalam rumah. Tingginya sampai dada orang dewasa,” ujarnya yang dijumpai Rabu (2/3/2022).
Warga memang biasanya lari ke benteng. Nanti kalau surut, turun lagi. Banjir kali ini parah sekali, kami cemas hujan deras bikin tambah parah.
Warga rupanya sudah terbiasa dengan meluapnya air dari kanal hingga halaman rumah. Setiap kali terjadi, mereka untuk sementara berdiam di Keraton Surosowan yang dahulu bernama Kedaton Pakuwan.
Nunung (70), misalnya, warga lansia yang kerap disapa Pak Haji ini sudah beberapa kali mengungsi ke keraton ketika banjir datang. Bedanya, banjir pascahujan deras mulai Selasa (1/3/2022) itu lama surutnya. Bahkan, luapan air sampai masuk ke dalam rumah dan menyapu lapak-lapak pedagang di kawasan wisata.
”Warga memang biasanya lari ke benteng. Nanti kalau surut, turun lagi. Banjir kali ini parah sekali, kami cemas hujan deras bikin tambah parah,” katanya.
Dampak banjir, warga sekitar yang mayoritas berdagang tak bisa berjualan. Gerobak dan sebagian barang hanyut oleh banjir dan tersangkut di kanal.
Aswaroh (35), salah satunya. Pedagang dari Kebon Kelapa, Desa Kasunyatan, itu rumah dan lapak dagangnya terendam banjir. Makanan dan minuman untuk jualan lenyap oleh luapan air. ”Ini banjir paling gede. Biasanya air tidak naik sampai ke sini. Baru kali ini sampai ke sini,” ujarnya.
Banjir yang nyaris merendam seluruh Kota Serang itu merupakan yang paling parah setidaknya dalam kurun 20 tahun terakhir. Warga tidak menyangka luapan air bakal merendam rumah hingga ketinggian 5 meter.
Area terminal parkir di belakang keraton dan Kompleks Masjid Agung Banten di samping keraton sampai kebanjiran setidaknya 30 cm. Padahal luapan air jarang mencapai dua area tersebut.
Wali Kota Serang Syafrudin menyebutkan, bantuan masih belum menjangkau seluruh warga terdampak. Hingga Jumat (4/3/2022), sebanyak 4.000 keluarga atau 8.000-9.000 jiwa masih membutuhkan bantuan.
”Kami upayakan perbaikan kerusakan rumah ringan, sedang, dan berat. Mudah-mudahan ada bantuan juga dari pemerintah provinsi dan pihak lain,” ucapnya.
Keraton surosowan
Sisa kejayaan Banten yang menjadi penaung warga dari banjir itu mempunyai sejarah panjang. Mulai dari kejayaan hingga sempat tak terurus sebelum direvitalisasi.
Mengingat Banten pada masa lalu, terbayang masa kejayaan saat kota di tepi Teluk Banten itu menjadi pelabuhan sekaligus pusat perdagangan internasional pada abad XVI-XIX. Namun, kisah kejayaan itu musnah setelah Keraton Surosowan dihancurkan karena sultan tak mau tunduk pada perintah Hindia Belanda (Kompas, 26 September 2008).
Butuh bertahun-tahun sampai Keraton Surosowan dan seluruh kawasan dibenahi. Pada tahun 1990-an, reruntuhan keraton tak tampak karena seluruhnya tertutup alang-alang dan perdu berduri. Bahkan, fisik bangunan bersejarah itu berserakan, dan tak terurus, serta kumuh.
Padahal, di masa jayanya, keraton yang dibangun pada tahun 1526 tersebut merupakan sebuah kota metropolitan karena terdapat permukiman warga berbagai bangsa, seperti Arab, China, dan Inggris.
Selain itu, Banten Lama atau Surosowan adalah situs yang berkelanjutan. Di sana ada peradaban prasejarah dan berlanjut ke zaman klasik (Hindu-Buddha), lalu beralih ke kebudayaan Islam pada abad ke-16 (Kompas, 24 Juni 2004).
Kini, kawasan tersebut sudah lebih tertata. Disediakan tempat untuk wisatawan dan lapak pedagang di muka keraton, dekat permukiman warga, dan terminal parkir yang cukup luas. Dibangun juga taman dengan spot untuk warga berswafoto.
Gubernur Banten Wahidin Halim mengatakan, revitalisasi sebagai upaya menjaga jejak sejarah kejayaan Islam di Banten. ”Miris melihat Banten Lama kurang tertata dengan maksimal, belum lagi banyak yang minta-minta, sudah itu maksa pula,” katanya.
Timbul keprihatinan atas kondisi kawasan yang penuh dengan sejarah kejayaan Banten di masa lampau itu. Apalagi potensi wisatanya yang banyak dikunjungi peziarah, wisatawan, dan untuk penelitian sejarah.
”Makanya, setelah revitalisasi, Kabupaten dan Kota Serang kelola sesuai dengan kewenangannya, dirawat dengan baik, termasuk juga jangan sampai ada lagi hal-hal yang melanggar aturan,” ucapnya.
Gubernur Banten, Wali Kota Serang, dan Bupati Serang sudah menandatangani kesepakatan pada Senin (14/2/2022). Tujuannya mengoptimalkan kawasan bersejarah, meningkatkan nilai-nilai dari obyek atau situs-situs yang ada di dalamnya, dan meningkatkan kualitas destinasi wisata.
Pemprov Banten mengurus alun-alun utama, Keraton Surosowan, Keraton Kaibon, Benteng Speelwijk, kawasan Pecinan Tinggi, amphitheater, kanal dan sempadannya, serta Islamic Center.
Pemkot Serang berwenang mengatur kawasan penunjang wisata dan Terminal Sukadiri. Adapun Pemkab Serang mengelola kawasan Tasikardi.
Diharapkan rencana pelestarian kawasan cagar budaya Keraton Surosowan terwujud sesuai target. Keagungan masa lalu itu semoga kembali dapat dirasakan warga, tak sekadar bukit puing tempat warga berlindung saat bencana melanda.