Terparah dalam 20 Tahun, Banjir Serang Mengejutkan Warga
Banjir yang nyaris merendam seluruh Kota Serang, Banten, merupakan yang paling parah setidaknya dalam kurun 20 tahun terakhir. Warga tak menyangka luapan air bakal merendam rumah hingga ketinggian 5 meter.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·6 menit baca
Rea (34) dibantu suami, anak, dan keponakan mengeluarkan kursi, meja, dan seluruh perabotan dari lantai satu rumahnya yang terendam banjir di Kompleks Padma Raya, Kota Serang, Banten. Perlengkapan rumah tangga itu dibersihkan dari sisa tanah dan lumpur sebelum di jemur di halaman rumah.
Selasa (1/3/2022) dini hari, luapan air pascahujan deras perlahan masuk ke dalam rumah mereka yang fondasinya sudah dinaikkan setinggi 1,5 meter. Air terus naik hingga merendam seluruh lantai satu. Mereka menyelamatkan diri ke lantai dua dan urung memindahkan barang dari lantai satu karena terasa sengatan listrik dari air.
Selama tinggal di Kompleks Padma Raya, Rea dan keluarga belum pernah mengalami banjir separah kali ini. Tahun 2020 dan 2021, genangan air hanya sampai di teras rumah.
”Sekitar 15 menit air masuk ke dalam rumah, terus sampai merendam seluruh lantai satu. Biasanya tidak begini, air hanya tergenang di jalan dan teras,” tuturnya ketika dijumpai Rabu (2/3/2022).
Ini pertama kali dalam 20 tahun. Daya rusak banjir sebelumnya tak sebesar sekarang. Masjid Agung dan Padma Raya sampai kebanjiran.
Saat banjir, mereka meminta pertolongan evakuasi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Serang. Evakuasi urung terlaksana karena permintaan yang masuk tak sebanding dengan tim di lapangan. Baru pada Selasa siang, sejumlah warga dievakuasi oleh Satuan Brimob Polda Banten menggunakan perahu karet.
Kompleks Padma Raya merupakan salah satu lokasi terparah dilanda banjir. Ketinggian air mencapai 5 meter dari kali yang terhubung dengan Sungai Cibanten dan merendam setidaknya 100 rumah.
Satu keluarga terdiri dari lima orang mengalami luka-luka karena terjebak banjir. Mereka menjebol plafon dan atap rumah satu lantai untuk menyelamatkan diri ke rumah tetangga yang berlantai dua.
Disapu banjir
Lokasi terparah lainnya ada di Kampung Jabang Bayi di Desa Kasunyatan, Kecamatan Kasemen. Kampung di tepi Sungai Cibanten itu disapu banjir setinggi 2 meter hingga dua rumah panggung lenyap dan satu rumah bergeser dari posisi semula.
Hanya pakaian melekat di badan yang dimiliki Amar (35), istri, dan dua anaknya. Mereka selamat dari banjir yang menyapu rumah panggungnya dan menyisakan pilar-pilar beton dalam kondisi patah.
”Luapan airnya deras sekali. Saya gendong anak lari ke jalan yang posisinya lebih tinggi. Tidak ada sisa, hanya baju di badan,” ujarnya.
Ada empat rumah panggung berjejer persis di tepi sungai, termasuk milik Amar. Dua rumah hanyut dan satu rumah bergeser hingga miring.
Amar menceritakan, air mulai meluap Selasa pagi. Derasnya air membuat warga panik dan berlari ke ketinggian. Dari situ mereka menyaksikan rumah tersapu banjir dan pepohonan.
”Sebelumnya enggak pernah banjir separah ini. Paling tinggi itu sepaha orang dewasa, terus surut. Kali ini gila, sampai aliran air melebar ke darat,” tutur buruh harian itu.
Banjir setinggi puluhan sentimeter hingga 5 meter yang melanda nyaris seluruh Kota Serang di Banten terjadi karena tingginya curah hujan, limpasan air dari Bendungan Sindangheula di Kabupaten Serang, dan penyempitan daerah aliran Sungai Cibanten.
Pemerintah Kota Serang mendata, hingga Kamis (3/3/2022), sebanyak 2.431 rumah terdampak banjir, 2.900 warga mengungsi ke rumah kerabat atau posko pengungsian, dan enam warga meninggal karena tersetrum listrik, hanyut, dan tertimpa longsor.
Potensi banjir
Analisis inaRISK, portal kajian risiko bencana milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana, potensi banjir di Kota Serang seluas 11,921 hektar dan berdampak 312.860 jiwa. Sementara potensi banjir bandang seluas 380 hektar dan berdampak pada 2.652 jiwa.
Merujuk arsip Kompas, Serang kerap dilanda banjir meskipun dampaknya tak separah Maret 2022. Perkampungan, sawah, dan ladang seluas 15.322 hektar di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Serang terendam banjir besar akibat hujan deras pada 10-16 November.
Di Kabupaten Serang, di samping menggenangi perkampungan setinggi 1,5 meter dan persawahan 0,5 meter, luapan Sungai Ciujung juga menjebolkan tanggul di tujuh lokasi sepanjang 245 meter di Kecamatan Carenang dan Tirtayasa.
Selain itu, di Kecamatan Cikande, Pamarayan, dan Karagilan meluapnya Sungai Ciujung membenamkan perkampungan dan persawahan seluas 1.475 hektar setinggi 1 meter selama beberapa hari (Kompas, 25 November 1981).
Sebanyak 4.594 rumah di Kabupaten Lebak, Serang, dan Kabupaten Tangerang terendam akibat banjir. Dua warga tewas, sedikitnya 5.280 warga diungsikan, dan sekitar 707 hektar sawah rusak akibat meluapnya Sungai Cidurian dan Sungai Ciujung karena hujan yang turun Jumat (24/12) dan Sabtu (25/12)(Kompas, 27 Desember 1993).
Hujan yang turun semalaman mengakibatkan ratusan rumah di sejumlah daerah di Kabupaten Serang dan Kota Cilegon, terendam. Di Serang, kondisi terparah terjadi di daerah pesisir pantai utara, mulai dari Kecamatan Kasemen, Pontang, Tirtayasa, hingga Tanara. Ratusan rumah warga di sepanjang jalan cincin utara Kota Serang itu terendam banjir setinggi lebih kurang 60 sentimeter. Begitu pula ratusan hektar sawah dan tambak milik warga, termasuk sejumlah tambak yang siap panen (Kompas, 3 Februari 2007).
Masih di tahun 2007, genangan air di pesisir pantai utara Serang, semakin meluas. Ratusan rumah di tiga kecamatan tergenang dan puluhan hektar padi terancam gagal tanam karena terendam air setinggi 20-50 sentimeter. Genangan terjadi karena selama dua hari hujan turun bersamaan dengan air laut pasang.
Kondisi terparah terjadi di Desa Margaluyu, Kecamatan Kasemen, serta Desa Tambak dan Desa Kubang Puji, Kecamatan Pontang. Ratusan rumah warga tergenang air dengan ketinggian 10-40 sentimeter.
Bahkan, di Desa Kubang Puji ditemukan tujuh rumah warga yang sudah terendam air setinggi lebih kurang 1,3 meter. Setiap musim hujan, daerah pesisir pantura Serang memang selalu tergenang. Apalagi jika hujan turun bersamaan dengan waktu air laut pasang.
Hampir semua sungai, saluran irigasi, dan saluran air yang ada tidak mampu menampung air hujan. Selain salurannya tersumbat, air sungai juga menjadi sulit dialirkan ke laut (Kompas, 6 Desember 2007).
Banjir besar
Nana Prayat Rahadian, pegiat lingkungan hidup sekaligus Direktur Eksekutif LSM Rekonvasi Bhumi menuturkan, banjir kali ini merupakan yang terbesar dalam kurun 20 tahun terakhir. Bahkan, Kompleks Masjid Agung Banten di Kawasan Wisata Banten Lama dan Kompleks Padma Raya terendam banjir.
”Ini pertama kali dalam 20 tahun. Daya rusak banjir sebelumnya tak sebesar sekarang. Masjid Agung dan Padma Raya sampai kebanjiran,” katanya.
Menurut dia, banjir kali ini harus dievaluasi secara menyeluruh dari hulu ke hilir untuk tahu seberapa parah kerusakan daerah aliran Sungai Cibanten, manajemen air di Bendungan Sindangheula, dan perilaku masyarakat yang suka membuang sampah ke sungai.
Pada daerah aliran Sungai Cibanten, misalnya, terjadi perubahan lanskap karena penambangan pasir di Pabuaran, Kabupaten Serang. Kemudian sedimentasi yang terjadi sejak dulu dan belum tertangani, serta keberadaan warga squatter atau mereka yang tinggal di tanah ilegal, termasuk di bantaran sungai.
”Banyak persoalan. Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau, Ciujung, Cidurian yang berwenang harus menjelaskan apa yang dilakukan selama ini. Salah satunya menjawab manajemen air atas kelebihan 2 juta kubik air yang diduga pemicu banjir,” ucapnya.
Di sisi lain perilaku masyarakat yang membuang sampah sembarangan ke tepi dan badan sungai. Drainase perkotaan yang tidak efektif dan berbagai kebijakan tata ruang mengabaikan daya dukung lingkungan.
Banjir kali ini membuat banyak warga Kota Serang terbelalak. Mereka tak menyangka ketinggian air mencapai 5 meter dan derasnya banjir menyapu segala sesuatu yang dilaluinya.