Hari-hari Terakhir Berjualan Tempe dan Tahu di Jakarta
”Besok saya mau jualan burger aja,” celetuk Amin, pedagang gorengan keliling, di hari terakhirnya bisa menjual tahu dan tempe goreng.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
”Besok saya mau jualan burger aja,” celetuk Amin, pedagang gorengan keliling, sambil membalikkan beberapa lembar tempe goreng tepung di kuali berisi minyak panas.
Hari ini akan jadi hari terakhirnya menjual gorengan dengan menu tahu dan tempe. Stok tahu tempe yang ia beli sehari lalu akan ia habiskan hari ini. Besok, ia tidak bisa lagi belanja produk berbahan dasar kedelai itu.
Para pedagang tahu tempe di pasar tidak akan berjualan sampai tiga hari mulai Senin (21/2/2022). Seperti diberitakan sebelumnya, produsen atau perajin tahu tempe sudah berhenti berproduksi sejak Jumat (18/2).
”Harga kedelai impor saat ini sudah sekitar Rp 12.000 per kilogram. Harga ini menyulitkan produsen sehingga kami memutuskan mogok produksi,” kata Ketua Pengawas Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta Handoko Mulyo (Kompas, 21/2/2022).
Info itu pun sudah Amin dengar dari para pedagang di pasar beberapa hari lalu. Namun, ia tidak bisa berbuat banyak. Ia tidak bisa menyetok banyak tahu tempe, yang jika disimpan lebih dari dua hari akan menghitam atau berbau.
Sebenarnya Amin masih bisa menjual menu gorengan lain, seperti cireng, bakwan, pisang goreng, bola ubi, dan ubi goreng. Namun, di tengah kelangkaan tahu tempe, ia memilih mencari pemasukan dari dagangan lain, seperti burger.
”Kalau dagang gorengan enggak ada tahu tempe kurang sreg,” ujar pria 58 tahun tersebut saat ditemui di daerah Kelurahan Kramat Jati, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur.
Menu berbahan tempe, antara lain tempe goreng tepung dan tempe orek, juga masih ditemukan di warung tegal (Warteg) milik Nurcholis (35), di Jalan Kerja Bakti, Kramat Jati, hari ini. Adapun tahu hanya muncul di satu menu sayur.
Nurcholis memastikan menu tahu tempe akan hilang dari lemari pajang di warungnya besok. Tahu tempe yang rata-rata menghasilkan 10 persen omzet penjualan sehari itu biasanya hadir dalam bentuk gorengan dengan atau tanpa tepung, baceman, dan beberapa menu sayuran.
Seperti Amin, ia juga sudah mendapat kabar dari para pedagang kalau mereka tidak akan menjual tahu dan tempe sampai besok lusa, Rabu (23/2).
”Kemarin masih bisa beli tempe. Harganya udah mulai naik sedikit, sih, sekitar Rp 500. Namun, kalau habis mogok, ini pasti lebih mahal. Tempe yang harganya Rp 10.000 bisa naik jadi Rp 12.000. Kalau enggak naik, ukurannya dikecilin,” katanya.
Tidak adanya menu tahu tempe selama beberapa hari ke depan, menurut dia, juga akan dimaklumi pelanggannya. Apalagi, info mengenai masalah ini sudah beredar luas di media.
Bukan kali pertama
Selama 12 tahun membuka usaha warteg, Nurcholis mengingat, sudah empat kali mengalami fenomena tahu tempe hilang dari peredaran. Hal serupa terakhir ia alami sebelum pandemi tiga tahun lalu.
”Kalau begini, ya, enggak jualan dulu. Terus, kalau nanti udah dijual lagi dan harganya naik, paling saya kurangin porsi atau ukuran tempe tahu di menu makanan karena, kalau naikin harga lebih dari Rp 1.000 per potong, itu susah,” tuturnya.
Iis (58), perempuan yang sudah delapan tahun berdagang gorengan dan sayur keliling, juga sudah beberapa kali menghadapi fenomena sama. ”Terakhir kayak gini tahun lalu. Jadi, saya enggak bisa jualan tahu isi sama tempe goreng lagi. Paling gorengan lain atau pesanan sayur matang lainnya,” katanya.
Namun, kali ini ia telat mendapat informasi. Hari ini ia sampai mendatangi tiga pasar untuk mencari pedagang yang masih menjual tahu tempe. Sekalinya ada pedagang yang menjual tahu tempe, harganya sudah tidak masuk akal, menurut dia.
Saat ditemui di Pasar Embrio, Kelurahan Makasar, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, Iis mendatangi lapak pedagang yang diam-diam masih menawarkan tempe. Pedagang itu menjualnya dengan harga Rp 12.000 per balok, dari normalnya Rp 6.000.
Namun, Iis menolak untuk membeli dengan harga tersebut karena tidak mampu menaikkan harga ke pembeli. Ia biasa menjual tahu isi dan tempe goreng tepung Rp 5.000 per tiga buah. Ia pun memutuskan tidak menjual gorengan tempe dan tahu beberapa hari ke depan.
Pedagang tempe pun tidak mau bercerita lebih lanjut karena ia seharusnya ikut mogok berdagang hari ini.
Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta mencatat, di Provinsi DKI Jakarta ada 5.274 pedagang kedelai. Mereka berkontribusi memasok kebutuhan kedelai ke konsumen sekitar 5.000-6.000 ton per bulan.
Terkait gejolak harga kedelai impor dan kenaikan harga produk tahu tempe, Dinas KPKP biasanya menanggapinya dengan melakukan pemantauan rutin untuk memastikan ketersediaan tahu tempe di pasar tradisional atau modern.
Pada kasus sama tahun lalu, Dinas KPKP DKI juga menyampaikan, pemerintah pusat akan mengantisipasi kenaikan harga bahan baku dengan menonjolkan kedelai lokal yang saat ini baru mencukupi 30 persen total kebutuhan.
Namun, terkait masalah tahun ini, Kepala Dinas KPKP DKI Suharini Eliawati belum bisa dihubungi untuk dimintai keterangan sampai berita ini ditulis.