Saat Sebagian Warga Jakarta Memilih Isoman di Rumah
Sebagian warga Jakarta yang positif Covid-19 memilih menjalani isolasi mandiri di rumah karena faktor gejala, hingga demi menghindari kerumitan birokrasi mengajukan rujukan.
Oleh
ERIKA KURNIA
·5 menit baca
Untuk kedua kalinya, Ian Rasyad terinfeksi Covid-19. Warga Pulo Gadung, Jakarta Timur, itu merasakan gejala sehari setelah kekasihnya sakit dan terkonfirmasi positif Covid-19 melalui tes reaksi berantai polimerase atau PCR. Ia kembali memilih menjalani isolasi mandiri di rumahnya dengan pengobatan jarak jauh.
”Saya hari pertama batuk pilek langsung tes PCR. Ternyata positif. Padahal, waktu itu lagi cari waktu dan tempat untuk vaksinasi booster,” kata pria 35 tahun itu per telepon, Senin (7/2/2022).
Ia menjalani isolasi mandiri sejak 28 Januari 2022. Setelah hasil tes PCR positif tercatat di sistem Peduli Lindungi, ia mendapat pesan dari Kementerian Kesehatan melalui aplikasi Whatsapp. Pesan itu menyampaikan informasi mengenai cara mendapatkan layanan pengobatan jarak jauh atau telemedicine.
Sistem yang disediakan pemerintah pusat itu memastikan warga yang positif Covid-19 untuk mendapatkan layanan konsultasi kesehatan dan obat gratis melalui belasan penyedia telemedicine. Ia pun sudah mencoba salah satu penyedia layanan atau provider yang tersedia.
”Tapi, masa cuma dikasih multivitamin. Payah, deh. Padahal, kalau provider lain dikasih obat antivirus segala,” ujarnya.
Sejauh ini, ia sudah tidak memiliki gejala. Sebelumnya, ia menderita demam selama dua hari, disusul pilek yang mereda di hari keempat sejak gejala awal muncul. Ia juga mengalami batuk kering yang baru hilang setelah sekitar seminggu.
Walaupun terbilang ringan, gejala yang keluar kali ini lebih banyak dari anosmia saat terinfeksi di tengah gelombang Delta. Saat itu, ia harus kehilangan daya penciuman selama seminggu.
Sekarang, di tengah gelombang Omicron, ia tetap memilih isolasi mandiri di rumahnya yang aman kendati ada orangtuanya yang sehat di tempat tinggal yang sama. Ia tidak mau dirawat di rumah sakit untuk menghindari kerumitan mengajukan rujukan.
Ia juga tidak melapor ke RT atau RW. ”Yang sebelumnya juga enggak lapor RT/RW. Adanya puskesmas dan kelurahan yang infokan ke RT/RW untuk kirim paket sembako. Sekarang enggak lapor juga, tapi entah ada bantuan lagi atau enggak,” ujarnya.
Keluarga Tjandra Yoga Aditama, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, juga tengah tinggal bersama beberapa pasien positif Covid-19 di rumahnya di Cilandak, Jakarta Selatan. Selain cucunya, ada sopir, satpam, dan pengurus cucunya yang menjalani isolasi mandiri.
”Saya dan anak-anak, serta cucu lainnya alhamdulillah negatif. Tapi, ada enam orang lainnya di rumah saya yang positif Covid-19. Padahal, semuanya pernah positif di Desember 2020 dan sudah vaksinasi dua kali, kecuali cucu saya yang baru 5 tahun. Jadi, ini sakit yang kedua kali,” tuturnya, Senin (7/2/2022).
Tjandra mengatakan, dengan riwayat itu, mereka sudah masuk kategori orang dengan ”kekebalan super”. Namun, ia memperkirakan mereka bisa kembali terinfeksi karena beberapa hal. Pertama, karena varian Omicron yang menurut studi bisa menembus kekebalan tubuh orang yang pernah terinfeksi Covid-19 varian lain. Kedua, karena efikasi vaksin yang tidak 100 persen.
Dengan gejala ringan, keluarga Tjandra pun memutuskan merawat anggota keluarga yang sakit dengan perawatan mandiri di rumah.
Adapun pasien positif yang bergejala berat dan berisiko tinggi mengalami keparahan ketika terinfeksi Covid-19 sebaiknya dirawat di rumah sakit. Layanan itu bisa didapatkan dengan melapor ke RT/RW dan puskemas di lokasi tinggal pasien untuk mendapat rujukan.
Kesiapan rumah sakit
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencatat saat ini masih tersedia 5.737 tempat tidur di 140 rumah sakit rujukan Covid-19. Dari jumlah tersebut, 63 persen atau sebanyak 3.618 tempat tidur sudah terisi.
Meski jumlah keterisian kasur (bed occupancy rate/BOR) mencapai 63 persen, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria memastikan ketersediaan tempat tidur masih aman dan bisa ditambah.
”Dulu di Juni-Juli, kita pernah mencapai 11.500 kasur. Artinya, sekalipun sudah 63 persen, ini baru data dari 5.700 tempat tidur,” kata Ahmad Riza dalam acara di Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara, Minggu (6/2/2022).
Jadi, tidak usah panik melihat jumlah kasus tinggi. Karena yang penting publik memahami bahwa jumlah kasus akan naik tinggi. Negara-negara lain bisa jumlah kasusnya 2-3 kali Delta, yang penting kita menjalankan terus protokol kesehatan.
Tempat tidur untuk pasien Covid-19 di unit perawatan insentif (ICU) hingga Jumat (4/2/2022) baru terisi 220 pasien atau 31 persen dari total kapasitas 701 tempat tidur. Kapasitas itu bisa didapat dengan mengalihkan peruntukan atau menambah tempat tidur.
Di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat, jumlah pasien positif yang dirawat mencapai 5.546 orang atau 67 persen dari total 8.173 tempat tidur per Senin (7/2).
Kepala Penerangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan Kolonel Marinir Aris Mudian mengatakan, pasien yang mayoritas bergejala ringan dan sedang itu dirawat di menara 4, 5, 6, dan 7. ”Semula 5.861 orang, berkurang 315 orang,” kata Aris.
Kapasitas yang terisi itu baru sebagian dari pasien positif yang terkonfirmasi di Jakarta. Per Minggu (6/2/2022), kasus positif harian Jakarta naik menjadi 15.825 orang. Jumlah itu meningkatkan kasus aktif atau pasien yang masih dirawat atau isolasi menjadi 67.219 orang.
Angka kasus harian tersebut sudah melampaui kasus Covid-19 saat varian Delta menginfeksi pada periode Juni-Agustus 2021. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memaparkan hal ini dalam konferensi virtual hari ini.
”Kami konfirmasi bahwa sekarang sudah ada tiga provinsi yang jumlah kasusnya melebihi jumlah kasus gelombang Delta lalu, yaitu pertama DKI Jakarta jumlah kasusnya sudah 15.800 kasus padahal puncak DKI sebelumnya 14.600 kasus,” papar Budi.
Selain Jakarta, fenomena sama juga terjadi pada dua provinsi lain, yaitu Banten dan Bali. Saat ini, jumlah kasus harian di Banten sudah menembus 14.800 kasus, melampaui 13.900 kasus pada tahun lalu. Kemudian, di Bali, ada 2.000 penambahan kasus harian dibandingkan dengan kasus harian tertinggi sampai 1.900 kasus.
Mantan Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara itu menambahkan, di tiga provinsi itu, pasien yang dirawat di rumah sakit masih 30-50 persen dari total kasus.
”Jadi, tidak usah panik melihat jumlah kasus tinggi. Karena yang penting publik memahami bahwa jumlah kasus akan naik tinggi. Negara-negara lain bisa jumlah kasusnya 2-3 kali Delta, yang penting kita menjalankan terus protokol kesehatan,” ujarnya.