Berulang, Polisi Ungkap Perusahaan Pinjaman Daring Ilegal di Jakarta Utara
Warga negara asal China sebagai penanggung jawab perusahaan menjadi salah satu dari tiga tersangka.
Oleh
ERIKA KURNIA
·1 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polres Metro Jakarta Utara membongkar perusahaan pinjaman daring ilegal di kawasan pulau reklamasi Pantai Indah Kapuk, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Warga negara asing asal China sebagai penanggung jawab perusahaan menjadi salah satu dari tiga tersangka.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan mengatakan, perusahaan itu bernama PT Jie Chu Technology yang diketahui hadir pada Oktober 2021. Dari perusahaan itu, polisi menetapkan tiga tersangka terkait tindak pidana kasus pengancaman melalui media elektronik, pencurian data, dan/atau perlindungan konsumen terkait pinjaman daring. ”Satu YFC, WNA asal China, 38 tahun, selaku Direktur PT Jie Chu Technology. Dia bertanggung jawab atas segala tindakan pemberian pinjaman, jangka waktu pinjaman, dan penagihan pinjol berbasis sistem,” sebut Zulpan dalam konferensi pers di Markas Polres Metro Jakarta Utara, Senin (31/1/2022).
Tersangka lainnya adalah S (34), penerjemah bahasa, yang berperan membantu tersangka pertama membuat izin usaha dan menjabat komisaris di perusahaan. Terakhir, N (22) sebagai penagih utang nasabah. ”Dalam menagih utang, N awalnya sopan. Lalu, berubah menggunakan bahasa yang menakut-nakuti, mengirim foto KTP, dan menagih dengan ancaman,” katanya.
Baca juga: Manajer Perusahaan Pinjaman Daring Ilegal di Penjaringan Jadi TersangkaPengungkapan ini berawal dari laporan korban kepada polisi pada 28 Januari 2022. Korban berinisial M (42) mengaku awalnya meminjam uang melalui aplikasi Kredito yang dijalankan perusahaan tersebut. Empat hari setelah pinjaman cair, ia dihubungi penagih utang perusahaan. Padahal, dalam perjanjian, pinjaman bisa dikembalikan dalam jangka 7 hari. Saat ditagih untuk melunasi utang, korban diancam dengan kata tidak pantas. Identitas pribadi korban juga dibagikan ke dua nomor telepon orang lain yang ada di kontak korban. Atas laporan itu, polisi lalu segera melakukan penyidikan dengan menggerebek kantor yang saat itu diisi 27 orang. Enam karyawan perusahaan di antaranya dimintai keterangan sebelum akhirnya tiga orang naik statusnya menjadi tersangka. Polisi juga menyita barang bukti dari lokasi perusahan yang berada di sebuah ruko, seperti 28 ponsel yang terintegrasi dengan sistem penagihan pinjaman daring, 5 CPU, 4 unit monitor, 1 unit dekoder, 1 unit mesin absen, dan beberapa dokumen lain.
Terkait kasus ini, polisi menjerat para tersangka dengan Pasal 27 Ayat 5 juncto Pasal 45 Ayat 1 dan atau Pasal 30 Ayat 1 juncto Pasal 45 Ayat 1 dan atau Pasal 52 Ayat 4 Undang-Undang (UU) RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU RI Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancamannya empat tahun penjara dan denda Rp 600 juta. Baca juga: Sistem Gurita, Aplikator Pinjaman Daring Legal Pun Jalankan Pinjaman ”Online” IlegalLalu, Pasal 368 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman paling lama 9 tahun. Terakhir, Pasal 115 juncto Pasal 65 Ayat 2 UU RI Nomor 7 Tahun 2018 tentang Perdagangan, dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 12 miliar. Pekan lalu, pada Rabu (28/1/2022) malam, Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya juga menggerebek kantor pinjaman daring ilegal di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK). Sebanyak 99 karyawan perusahaan yang menjalankan 14 aplikasi itu diamankan di lokasi. Selanjutnya, seorang manajer berinisial V ditetapkan sebagai tersangka. ”Penyidik tidak akan berhenti di V saja. Akan ditarik ke atas dari mana nanti sumber dana yang selama ini mereka dapatkan untuk memberikan pinjaman kepada nasabahnya,” kata Zulpan beberapa waktu lalu. Lokasi strategis Terkait kawasan PIK yang dimanfaatkan beberapa perusahan pinjaman daring untuk menjalankan bisnis ilegalnya, Zulpan mengatakan, kawasan tersebut dinilai sebagai lokasi permukiman dan bisnis yang cukup representatif. ”Ini digunakan mereka untuk menggambarkan bahwa perusahaan mereka kuat secara finansial. Namun, mereka tidak menampakkan aktivitas pinjaman daring, mereka mengelabui petugas dengan menyewa ruko elite,” katanya.
Untuk menghindari pengawasan petugas keamanan, perusahaan pinjaman daring ilegal ini juga kerap berusaha tidak menonjolkan aktivitas mereka. Contohnya, mereka tidak memberi petunjuk nama perusahaan di ruko dan mengosongkan kantor di lantai dasar. Sementara itu, mereka mempekerjakan banyak pegawai dengan waktu kerja tertentu, termasuk hari libur. Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran, dalam media sosial pribadinya, pernah menyebut bahwa bisnis pinjaman daring ilegal merupakan musuh bersama. Perusahaan pinjaman daring ilegal tidak hanya membahayakan masyarakat yang menjadi nasabah, tetapi juga pekerjanya. ”Persoalan ini tidak dapat dipandang sebelah mata. Ada sisi lain di balik karyawan pinjaman daring ilegal, bagaikan lingkaran setan yang menjerat pelaku maupun korban. Manusia dipaksa menjadi serigala bagi sesamanya. Ini adalah kejahatan berat," tulis Fadil beberapa waktu lalu. Baca juga: Jerat Iklan Digital Antar Korban ke Puluhan Aplikasi Pinjaman Daring