Simbol-simbol keormasan di posko Forum Betawi Rempug di Joglo, Kembangan, Jakarta Barat, dibersihkan. Posko itu menyimpan memori terkait insiden berdarah yang terjadi pada Minggu (14/11/2021) malam.
Oleh
Erika Kurnia
·5 menit baca
Cat hijau sewarna bolu pandan belum sempurna menutupi logo organisasi masyarakat Forum Betawi Rempug atau FBR di sebuah bangunan permanen di RT 008 RW 003, Kelurahan Joglo, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat.
Bangunan seluas lebih kurang 20 meter persegi, di seberang Taman Pemakaman Umum Joglo, itu kini hanya terlihat seperti bangunan tempat ibadah dan fasilitas umum untuk warga setempat. Dua tiang bambu di sisi kanan dan kirinya mengibarkan bendera Indonesia dan salah satu organisasi keislaman.
Dua logo organisasi yang dilukis besar-besar di tembok depan itu sudah tidak lagi terlihat, Rabu (8/12/2021). Demikian juga dengan bendera-bendera organisasi masyarakat (ormas) yang berdiri di awal abad milenium ketiga tersebut. Bendera-bendera itu kini dimuseumkan di dalamnya.
Logo ataupun bendera ormas itu dilenyapkan secara sukarela oleh anggota posko FBR Keramat Mujur, dibantu kepolisian setempat dan petugas Satuan Polisi Pamong Praja Jakarta Barat, Selasa (7/12/2021) lalu. Kegiatan itu disaksikan pimpinan perangkat daerah setempat, seperti lurah dan ketua rukun tetangga setempat.
Pelenyapan simbol-simbol keormasan itu juga dimaksudkan untuk menghapus memori insiden berdarah yang terjadi pada Minggu (14/11/2021) malam. Sekitar pukul 23.00 pada hari itu, massa menyerang posko yang sedang dijaga lima anggota FBR.
Kelompok massa yang diperkirakan berjumlah 10 orang menyerang dengan membawa senjata tajam. Diaz Aditya, salah satu anggota FBR dan warga setempat, menjadi korban karena mendapatkan luka bacok di pergelangan tangan dan perut. Nyawa sekuriti kelahiran 1998 itu tidak terselamatkan meskipun dibawa warga ke rumah sakit.
Pada Selasa (7/12/2021), Polsek Kembangan menemukan salah satu pelaku dan menetapkan NZ, anggota organisasi Pemuda Pancasila, sebagai tersangka karena menganiaya Diaz hingga meninggal. Polisi juga masih mendalami motif penyerangan tersebut.
Posko ini untuk kegiatan masyarakat setempat. Saya sediakan untuk anak-anak sekolah kurang mampu yang perlu tempat untuk sekolah daring, saya sediakan meja, Wi-Fi.
Rusdi (44), Ketua Posko FBR Keramat Mujur, mengaku tidak tahu motif penyerangan terhadap anggota di poskonya. Pada saat kejadian, lima dari sekitar 50 anggota posko hanya melakukan piket jaga seperti biasanya.
”Selama ini kita enggak pernah ada rusuh. Waktu itu juga anak-anak lagi piket untuk jaga keamanan karena kami memang dipakai untuk itu,” katanya saat dihubungi hari ini.
Selain untuk fungsi pengamanan wilayah, posko yang baru berdiri setahun itu juga dimanfaatkan untuk kegiatan majelis keagamaan dan belajar anak-anak. Fasilitas itu dibuat dengan anggaran dasar rumah tangga FBR.
”Posko ini untuk kegiatan masyarakat setempat. Saya sediakan untuk anak-anak sekolah kurang mampu yang perlu tempat untuk sekolah daring, saya sediakan meja, Wi-Fi. Kita juga pakai posko sebagai mushala untuk adakan majelis zikir setiap malam Jumat,” kata pria yang sudah belasan tahun bergabung di FBR.
Tamzis, Ketua RT 008, mengatakan, konflik di antara dua ormas yang disebutkan sebelumnya itu sudah pernah didamaikan beberapa tahun lalu. Kejadian yang sampai merenggut nyawa bulan lalu pun baru terjadi pertama kalinya.
”Sebelumnya kegiatan mereka positif saja. Dari beberapa tahun lalu, mereka saya ajak untuk membantu mengamankan daerah sini yang sering jadi lokasi tawuran pelajar,” katanya.
Sekitar tujuh bulan lalu, Tamzis mengizinkan FBR membangun posko di lahan tanpa status di wilayahnya. Ia pun merestui kegiatan-kegiatan FBR yang juga banyak diikuti warga bukan anggota.
Namun, kini Tamzis mengikuti arahan aparat setempat untuk menetibkan atribut ormas di wilayahnya. Ini untuk mengantisipasi berulangnya bentrokan antarkelompok yang sempat meresahkan warga.
”Setelah kejadian, aparat binmas dan kapolsek memberi tahu saya agar coba dihilangkan kesan ada pos FBR. Jadi posnya dihilangkan agar warga tidak merasakan keresahan,” lanjutnya.
Posko FBR ini, menurut rencana, difungsikan kembali menjadi tempat kegiatan ibadah dan pendidikan. Tamzis telah mengajak tenaga pendidik dari sekolah swasta di lokasi sekitar membuka taman bacaan. Tempat itu juga akan tetap menjadi tempat ibadah warga Muslim.
Rencana itu pun diamini Rusdi. ”Kami (FBR) mendukung arahan aparat ini,” katanya.
Kapolsek Kembangan Komisaris Khoiri mengatakan, penertiban terhadap atribut ormas yang dilakukan polisi merupakan arahan dari pimpinannya pasca-rentetan bentrokan antar-ormas di wilayah mereka. Polisi bersama aparat lainnya dan warga masih terus menertibkan bendera dan pos tempat berkumpul ormas.
”Di kecamatan kami ada lima ormas dan sebelum kejadian kemarin mereka cukup kondusif. Tapi, kami imbau kepada seluruh ormas agar secara sukarela melakukan kegiatan penurunan bendera, pengecatan posko, dan lainnya,” katanya saat dihubungi pada Rabu.
Polsek Kembangan bersama tiga pilar (polisi, TNI, dan warga) juga akan memetakan lokasi-lokasi yang biasa dipakai untuk tempat berkumpul anggota ormas. Jika ada posko yang dibangun di bukan lahan pribadi, posko akan dialihfungsikan menjadi fasilitas umum sesuai mufakat dengan masyarakat dan pihak ormas.
”Berdasarkan pengalaman, kejadian perusakan atau kasus 170 (tindak pidana pengeroyokan, Pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana) tidak jauh dari gardu atau sekitar gardu,” katanya.
Penertiban ini juga diikuti kepolisian di wilayah lain, seperti Jakarta Selatan dan Tangerang Raya. Di Ibu Kota, penertiban ini sejalan dengan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
Sesuai aturan, penindakan seperti ini selayaknya dilakukan setiap saat pelanggaran, bukannya setelah ada konflik yang mengakibatkan jatuhnya korban.
Ormas juga dilarang melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial.
Ini sebagaimana diatur dalam Pasal 59 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Dalam aturan ini, ormas juga dibentuk salah satunya untuk menjaga, memelihara, serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Lantas, apakah penghapusan simbol ormas bisa menjamin ormas menjalankan tujuannya untuk memelihara keamanan warga? Sosiolog Universitas Negeri Jakarta, Asep Sunarya, menilai kebanyakan anggota ormas sulit menjalankan tujuan tersebut jika mereka bermasalah dengan kehidupan sosial ekonominya.
Oleh karena itu, pembersihan simbol ormas bisa dibilang masih menjadi puncak dari gunung es solusi permasalahan ormas di Ibu Kota. Upaya ini tidak akan sia-sia jika pemangku kepentingan juga mau ikut memperhatikan kesejahteraan anggota ormas demi pembangunan bangsa.