Tim KNKT Akan Investigasi Transjakarta Selama Dua Pekan
Direksi Transjakarta bertemu KNKT, Selasa (7/12/2021). Tim KNKT segera menginvestigasi Transjakarta mulai Rabu (8/12/2021) hingga dua pekan ke depan. Serikat Pekerja Transjakarta mendesak perbaikan sistem dan layanan.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komite Nasional Keselamatan Transportasi mulai Rabu (8/12/2021) segera bekerja melakukan investigasi total terhadap PT Transportasi Jakarta. Investigasi yang diperkirakan memakan waktu dua pekan itu dilakukan menyusul kejadian kecelakaan beruntun yang melibatkan bus-bus Transjakarta dalam dua bulan terakhir.
Soerjanto Tjahjono, Ketua KNKT, Selasa (7/12/2021), usai pertemuan dengan direksi PT Transjakarta di Gedung KNKT, menjelaskan, pertemuan tersebut menjadi pembukaan untuk audit atau investigasi total terhadap Transjakarta.
Dalam dua bulan terakhir, kecelakaan beruntun melibatkan bus-bus Transjakarta terjadi. Selain korban cedera, juga ada korban meninggal.
Dalam rapat kerja direksi Transjakarta dengan Komisi B DPRD DKI Jakarta, Senin (6/12/2021), Ketua dan anggota Komisi B merekomendasikan supaya ada audit total dan audit internal atas Transjakarta. Audit direkomendasikan untuk melibatkan KNKT.
Direktur Utama Transjakarta M Yana Aditya pada konferensi pers, Sabtu (4/12/2021), juga menyatakan bakal melibatkan KNKT dalam investigasi atas kecelakaan beruntun yang terjadi. ”Kami dari Transjakarta sudah di KNKT untuk memenuhi rencana kita untuk bertemu dengan Kepala KNKT untuk audit total dari PT Transjakarta,” katanya usai pertemuan.
Pelaksana Tugas Kepala Sub-Komite Lalu Lintas dan Angkutan Jalan KNKT Ahmad Wildan dalam keterangan kepada media usai pertemuan tersebut menjelaskan, tim dari KNKT akan turun melakukan investigasi mulai Rabu besok dan akan bekerja selama dua pekan. Tim akan bekerja di empat area.
”Ada empat area yang ingin kita diskusikan dan kita improve. Pertama terkait organisasi dan manajemen, kedua terkait pemastian kesiapan awak, ketiga terkait pemastian kelaikan kendaraan, dan keempat terkait route hazard mapping atau upaya memetakan setiap bahaya yang ada di tempat kerja,” kata Wildan.
Perlu dikuatkan kembali fungsi kontrol dan pengawasan Transjakarta sebagai regulator terhadap operator. Bagaimana masyarakat mau naik Transjakarta kalau kualitas layanan buruk, tidak aman, dan tidak nyaman.
Wildan melanjutkan, tim akan fokus di empat area tersebut, baru kemudian akan ada improvement seperti apa. Yang jelas, tim dari KNKT akan memastikan kelaikan kendaraan. Kemudian soal organisasi manajemen, ia melihat barangkali perlu ditambah satu direktorat keselamatan.
Lalu juga tim KNKT perlu melakukan overview dari dirut sampai supervisor. ”Kira-kira seperti apa jobdesk, rencana operasional seperti apa. Ini yang harus kita bedah satu satu. Jadi, ada empat area yang akan kita diskusikan dengan Transjakarta. Nanti setelah dua minggu kita sampaikan,” ujar Wildan.
Soerjanto menambahkan, terkait insiden yang terjadi, tim KNKT di antaranya akan melihat masalah faktor manusia. Tim akan mengecek penyiapan pengemudi juga pentingnya pelatihan bagi pengemudi supaya familier dengan bus yang dibawa.
Kemudian tim juga akan melihat secara menyeluruh soal infrastruktur bus di mana bus Transjakarta berjalan di satu koridor khusus. Dengan berjalan di satu koridor khusus, sopir perlu fokus terus-menerus. ”Ini yang menyebabkan juga fatigue atau kelelahan,” kata Soerjanto.
Lainnya, terkait pemetaan bahaya, menurut Soerjanto, Transjakarta akan diminta membuat risk journey atau pemetaan terkait daerah mana saja yang sering terjadi kecelakan dan penyebabnya. Dengan begitu, misalnya, semua pengemudi tahu bahwa di tempat itu orang sering menyeberang sehingga si pengemudi sebelum sampai akan waspada. Itu kan bisa dikerjakan.
Baik Soerjanto ataupun Wildan berjanji tim akan bekerja selama dua pekan.
Kualitas layanan menurun
Secara terpisah, menanggapi kecelakaan yang melibatkan bus Transjakarta, Ketua Serikat Pekerja Transportasi Jakarta (SPTJ) Jan Oratmangun menyampaikan, pihaknya sangat prihatin dengan banyaknya kecelakaan tersebut. Untuk itu, sebagai bagian dari Transjakarta, pihaknya meminta untuk segera melakukan evaluasi sistem yang saat ini di Transjakarta.
”Serikat pekerja menilai kualitas layanan menurun. Ini adalah dampak dari diberlakukannya berbagai kebijakan yang lebih mengutamakan profit oriented dibandingkan pemberdayaan sumber daya manusianya,” kata Jan.
Dari kebijakan berorientasi profit atau sekadar mencari untung ini terjadilah subkebijakan efisiensi anggaran di tingkat lapangan. ”Kebijakan efisiensi ini menurut kami adalah kebijakan salah kaprah,” kata Jan.
Beberapa contoh yang bisa jadi perhatian karena kejadian ini adalah dengan tidak adanya lagi petugas di dalam bus yang seharusnya bisa menjadi pengingat bagi pramudi demi memastikan keamanan dan kenyamanan pelanggan di dalam bus menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan agar hal seperti ini tidak terjadi lagi.
Contoh kebijakan salah kaprah lainnya adalah fungsi kontrol Transjakarta sebagai regulator tidak berjalan dengan baik. Fungsi kontrol operasional yang tadinya dilakukan oleh petugas pengendalian di setiap koridor/rute dengan skema tiga petugas pengendali saat ini dikerucutkan hingga hanya satu orang di setiap koridor. Dengan demikian, pengawasan terhadap perilaku mengemudi pramudi di koridor untuk menerapkan standar pelayanan minimum menjadi lemah.
”Kembalikan fungsi dan marwah Transjakarta ke hakikatnya transportasi publik yang benar-benar menerapkan standar pelayanan minimum (SPM) yang tentu berbasis padat karya untuk menyerap tenaga kerja, bukan berbasis padat teknologi,” kata Jan menegaskan.
Jan juga meminta peningkatan kualitas layanan sesuai standar SPM dengan menempatkan lagi petugas layanan bus (PLB) di dalam bus agar kualitas layanan menjadi baik dan masyarakat mau beralih dari kendaraan pribadi menggunakan transportasi publik.
”Selain itu, perlu dikuatkan kembali fungsi kontrol dan pengawasan Transjakarta sebagai regulator terhadap operator. Bagaimana masyarakat mau naik Transjakarta kalau kualitas layanan buruk, tidak aman, dan tidak nyaman. Boleh lakukan efisiensi dan mengunakan sistem, tetapi jangan salah kaprah dan mengabaikan keselamatan,” kata Jan.
Untuk itu, serikat pekerja meminta pertemuan bipartit semua serikat yang ada di Transjakarta dengan manajemen untuk membahas kinerja dan perbaikan di perusahaan.