Upaya Jalan Tol Mendukung Transportasi Berkelanjutan
Jaringan jalan tol di Indonesia sudah memenuhi standar pelayanan minimal dan bisa mendukung transportasi perkotaan yang berkelanjutan.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dhany
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaringan jalan tol di Jabodetabek bisa mendukung transportasi perkotaan yang berkelanjutan. Caranya dengan integrasi antara pengelola jalan tol dan pengelola angkutan umum.
Badan Pengatur Jalan Tol mencatat ada 17 ruas jalan tol di Jabodetabek. Ruas yang sudah konstruksi dan beroperasi, persiapan tender, dan proses tender itu mencakup Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta 1-3, Jalan Tol Lingkar Dalam Jakarta, dan 6 ruas Tol Dalam Kota.
Danang Parikesit, Kepala Badan Pengatur Jalan Tol, menyebutkan, selama ini pemerintah mengejar konektivitas infrastruktur dengan kehidupan warga. Salah satunya pembangunan jalan tol secara masif yang sering berseberangan dengan transportasi perkotaan yang berkelanjutan.
”Jalan tol dan angkutan umum hadir untuk merespons kebutuhan mobilitas warga. Dengan integrasi, keduanya bisa menguatkan transportasi perkotaan,” ujarnya dalam diskusi daring peran jalan tol di Jabodetabek dalam mewujudkan transportasi perkotaan yang berkelanjutan oleh Politeknik Negeri Jakarta dan Masyarakat Transportasi Indonesia DKI Jakarta, Sabtu (13/11/2021).
Kami mendorong agar data penyebab kecelakaan hasil investigasi bisa jadi pertimbangan penyusunan dan pengambilan kebijakan.
Hingga kini, belum ada perbincangan antara pengelola jalan tol dan angkutan umum tentang integrasi. Namun, Badan Pengatur Jalan Tol sudah membuat sejumlah kebijakan guna merespons peningkatan mobilitas warga dan integrasi.
Misalnya, memisahkan akses dan arus lalu lintas, seperti melarang kendaraan bertonase besar melintasi Jalan Tol Dalam Kota serta Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta 2 dan 3 untuk kendaraan antar-Pulau Jawa dan Sumatera.
Kemudian, mendorong penetapan tarif yang tepat berdasarkan pengelolaan pergerakan wilayah Bodetabek. Untuk itu, perlu integrasi tarif jalan tol, angkutan umum, dan perparkiran.
”Jalan tol bukan semata-mata mengejar investasi. Integrasi penting ke depannya demi keberlanjutan jalan tol dan angkutan umum,” katanya.
Badan Pengatur Jalan Tol juga merencanakan adanya lajur khusus dan fasilitas integrasi angkutan umum. Keduanya melengkapi upaya digitalisasi dan otomasi yang tengah berlangsung.
Integrasi jalan tol dan angkutan umum di Jabodetabek sudah mulai ada meskipun masih terbatas. Contohnya, bus rapid trans milik Transjakarta yang sudah mengakses jalan tol.
Eva Azhra Latifa, anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta, menuturkan, bus rapid trans yang mengakses tol mampu mereduksi bahwa jalan tol itu eksklusif dan tidak ramah angkutan umum. Namun, tetap perlu perencanaan jaringan jalan untuk integrasi karena jalan tol ada untuk memenuhi sarana dan prasarana transportasi kota berbasis jalan dan rel.
Keselamatan
Integrasi jalan tol dengan angkutan umum wajib memerhatikan aspek keamanan dan keselamatan. PT Jasa Marga (Persero) Tbk mencatat sebanyak 2,3 juta kendaraan melintasi jalan tolnya di Jabodetabek setiap hari. Dari jumlah itu, ada 186 kecelakaan dengan 6 korban jiwa sepanjang 2021.
Secara keseluruhan, Badan Pengatur Jalan Tol mencatat 2.528 kecelakaan di jalan tol se-Indonesia. Sebanyak 80 persen faktor pengemudi, sedangkan sisanya faktor kondisi kendaraan dan jalan.
Ahmad Wildan, investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi mengatakan, jalan tol sudah memenuhi standar pelayanan minimal sesuai ketentuan yang berlaku. Namun, kewaspadaan harus tetap ada, termasuk menyiapkan respons kegawatdaruratan.
”Tol dalam kota risiko minim, tetapi tetap harus hati-hati. Misalnya di Tol Jakarta-Merak itu jam rawannya pukul 00.00 hingga pukul 04.00. Tengah malam sampai subuh itu waktu kewaspadaan pengemudi paling rendah,” ucapnya.
Contoh lainnya, ketika truk tangki terbakar dan jatuh dari Tol Dalam Kota. Saat itu, penanganan lamban karena tidak ada respons kegawatdaruratan.
Wildan menambahkan, ada empat perhatian penting agar tak ada masalah ketika integrasi. Itu antara lain penanganan kendaraan dalam kondisi darurat, kecelakaan kendaraan yang memuat bahan kimia atau limbah berbahaya, dan sistem informasi terintegrasi.
”Kami mendorong agar data penyebab kecelakaan hasil investigasi bisa jadi pertimbangan penyusunan dan pengambilan kebijakan,” ujarnya.