Dengan segala proses pembangunan pengendalian banjir yang masih berlangsung, artinya genangan akan terus menghampiri Jakarta. Masyarakat Ibu Kota, bersabarlah.
Oleh
Helena F Nababan
·5 menit baca
Memasuki musim hujan 2021, sejumlah wilayah di Jakarta kembali tergenang. Di area dekat sejumlah kali, seperti Cipinang Melayu yang terletak dekat Kali Sunter, warga di sana kembali merasakan luapan air kali dengan ketinggian air yang berbeda-beda pada awal November 2021.
Di akhir Oktober 2021, air Sungai Ciliwung meluap. Permukiman warga di Kebon Pala, Makassar, Jakarta Timur, diserbu air. Ini baru musim hujan awal, intensitasnya pun belum mencapai puncak.
Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Landasan Udara TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, pada awal 2020, curah hujan mencapai 377 milimeter (mm) per hari. Kemudian, dari hasil pengukuran di Taman Mini, Jakarta Timur, curah hujan tercatat 335 mm per hari. Angka itu curah hujan tertinggi yang mengguyur Jakarta. Sebelumnya, pada banjir besar 2007, hujan turun dengan intensitas 340 mm per hari.
Di awal 2020 itu, selain membuat sarana angkutan umum tidak beroperasi optimal, sejumlah kawasan juga terendam yang membuat belasan ribu warga mengungsi, sarana kelistrikan mati, hingga menelan korban jiwa.
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta menunjukkan, lokasi banjir terbanyak ada pada Januari dan Februari 2020. Pada Januari, banjir di 654 RW, 151 kelurahan, dan 35 kecamatan. Pada Februari, di 581 RW, 167 kelurahan, dan 42 kecamatan. Musim hujan berikutnya pada Oktober 2020, titik banjir ada di 170 RW, 72 kelurahan, dan di 29 kecamatan.
Dari pantauan Januari-Juni 2021, BPBD DKI memetakan titik rawan banjir di 264 RW, 107 kelurahan, dan 32 kecamatan di lima wilayah kota. ”Ini kabar buruk untuk Jakarta. Apalagi prediksi curah hujan yang bakal turun adalah curah hujan ekstrem,” kata pengamat perkotaan Yayat Supriatna, Selasa (2/11/2021).
Hal itu bukan tanpa alasan. Sesuai posisi drainase, di jalan utama atau jalan kolektor, kapasitas drainase di Jakarta dirancang menampung air hujan 50-100 mm per hari. Artinya, peluang timbulnya genangan dan bertahan dalam waktu cukup lama memungkinkan terjadi jika hujan dengan curah tinggi terjadi.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dalam apel siaga musim hujan 2021 pada 13 Oktober 2021 mengakui, dengan kapasitas drainase itu, Jakarta harus menghadapi banjir rob di sisi utara karena naiknya permukaan air laut, lalu hujan yang terjadi di sisi selatan, dan aliran air dari kawasan hulu sungai-sungai di Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Menurut Yayat, tumbuh kembang Jakarta antara struktur ruang kota dan sistem drainase acakadut di beberapa tempat. Sebagian kawasan permukiman padat penduduk sudah terbiasa dengan air hujan melimpah ke jalan dan gang-gangnya.
Soal drainase yang belum cukup baik juga terlihat di sebagian ruas jalan tol. Apabila ada genangan dan bisa langsung segera surut berarti sistem drainase bekerja. Namun, ada pula genangan di tol yang lebih dari 1-2 jam tak jua surut. Padahal, jaringan jalan tol makin masif mengelilingi Ibu Kota dan sewajarnya ini turut memengaruhi potensi terjadinya genangan setiap kali hujan di Jakarta dan sekitarnya.
Untuk itu, ujar Yayat, yang diperlukan Jakarta adalah penataan ulang dan memperbaiki sistem drainase secara menyeluruh. Langkah itu perlu saat revitalisasi sungai dan drainase belum merata.
Kerja sama antardaerah
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi berpandangan, untuk antisipasi banjir, pekerjaan-pekerjaan rutin perawatan, pemeliharaan, dan perbaikan tali-tali air, saluran penghubung, hingga drainase juga pengerukan lumpur di waduk, embung, serta situ perlu dikerjakan terus-menerus. Namun, Jakarta tidak bisa sendirian, harus bekerja sama dengan daerah tetangga dan pemerintah pusat.
Pendapat serupa ditegaskan oleh Guru Besar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dari Universitas Padjajaran Chay Asdak. Chay mengatakan, banjir Jakarta yang utamanya terjadi di Daerah Aliran Sungai Ciliwung bersifat lintas wilayah. Seharusnya DKI berkoordinasi dengan pemda sekitarnya. Koordinasi antarpemda itu yang belum ia lihat.
Banjir Jakarta yang utamanya terjadi di Daerah Aliran Sungai Ciliwung itu bersifat lintas wilayah. Seharusnya DKI berkoordinasi dengan pemda sekitarnya.
Direktur Bendungan dan Danau, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Airlangga Mardjono sepakat dengan penanganan bersama yang terintegrasi itu. Pengendalian banjir di suatu kawasan, menurut dia, tidak bisa dilakukan secara parsial dan sendiri-sendiri. Ini perlu dilakukan terintegrasi dan berkelanjutan.
Apalagi, memasuki musim hujan 2021, BMKG merilis hujan tahun ini sampai awal tahun depan lebih tinggi 70 persen daripada yang pernah terjadi selama ini.
Untuk pengendalian banjir di Jakarta, Kementerian PUPR tengah menyelesaikan pembangunan dua bendungan kering, yaitu di Ciawi dan di Sukamahi, Jawa Barat. Kedua bendungan itu mulai dibangun Desember 2017. ”Bendungan ini salah satu anggota komponen dari pasukan pengendali banjir,” ujarnya.
Dibangun sebagai bendungan kering, saat hujan normal, air akan mengalir dari kedua bendungan itu. Saat curah hujan cukup tinggi, air akan ditahan dan dialirkan secara terkendali.
Dengan pembangunan kedua bendungan itu, volume debit banjir yang bisa dikurangi dari Bendungan Ciawi adalah 30 persen, lalu dari Bendungan Sukamahi 27 persen. Nantinya, sampai Pintu Air Manggarai, debit banjir yang bisa dikurangi 77,98 meter kubik per detik.
Menurut Airlangga, meski debit air banjir bisa dikurangi oleh kedua bendungan, Jakarta dan sekitarnya tetap perlu melakukan upaya pengendalian banjir. Ia menyebutkan perlunya pembangunan waduk atau situ atau kolam retensi di setiap daerah. Untuk Jakarta, kegiatan normalisasi kali perlu terus dilakukan.
Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Yusmada Faizal menjelaskan, untuk normalisasi kali, saat ini proses penyusunan peta bidang dari wilayah yang diprioritaskan tengah berlangsung. Setelah peta bidang selesai akan bisa dilakukan pembayaran pembebasan lahan yang dilanjutkan pekerjaan normalisasi.
Dengan segala proses pembangunan pengendalian banjir yang masih berlangsung, artinya genangan akan terus menghampiri Jakarta. Masyarakat Ibu Kota, bersabarlah.