Tanah Girik Diduga Pindah Tangan Tanpa Transaksi, Warga Tangsel Akan Lapor Polisi
Ahli waris kini didampingi Alvon Kurnia Palma sebagai kuasa hukum. Mereka bakal mengajukan laporan ke Polda Metro Jaya setelah melengkapi berkas-berkas kepemilikan tanah seluas 2 hektar tersebut.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dhany
·3 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Keluarga almarhum Ahmad Basim mengklaim kehilangan tanah girik seluas 20.000 meter persegi atau 2 hektar di Kelurahan Pondok Ranji, Tangerang Selatan, Banten. Tanah itu diduga berpindah tangan ke warga lain dan salah satu pengembang tanpa transaksi jual beli.
Tanah girik yang berasal dari warisan atau turun-temurun itu terletak di Jalan Nusa Jaya, persisnya dekat Stasiun Pondok Ranji, Bintaro Plaza, dan sekitarnya. Saat ini di tanah tersebut tengah berlangsung pembangunan meliputi jembatan penyeberangan orang dan gedung akses baru yang menghubungkan stasiun dengan kawasan perekonomian.
”Keluarga pegang girik. Ada bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan waktu Pak Ahmad Basim masih hidup. Kami tidak pernah jual tanah yang luasnya 2 hektar,” tutur Rijal Usman (51), suami dari Dewi Sartika, anak ketiga almarhum Ahmad Basim dan almarhumah Saodah, ketika ditemui di kediamannya di Kelurahan Pondok Ranji, Kamis (28/10/2021).
Dulu, saya sempat tanya Ibu Saodah sebelum beliau meninggal 1,5 tahun lalu. Kalau dirunut, tiba-tiba tanah itu ada yang menjual 6.000 meter persegi kepada namanya ibu Siti Khadijah.
Keluarga terkejut mengetahui kalau tanah seluas 6.000 meter persegi telah berpindah tangan ke Siti Khadijah sejak 1980-an. Kemudian berpindah tangan sepenuhnya ke PT Jaya Real Property Tbk ketika mengecek surat-surat ke kelurahan, kecamatan, dan Pejabat Pembuat Akta Tanah pada 2013.
Rijal yang bekerja sebagai pengojek daring menyebutkan, ahli waris yang terdiri dari almarhum Surya Darma, Nur Aini, Muhamad Syahril, dan istrinya masih mengantongi surat keterangan girik sebagai bukti kepemilikan atas tanah tersebut. Mereka sama sekali tidak pernah terlibat jual beli tanah dengan pihak mana pun.
Mulanya tanah girik itu merupakan lahan bercocok tanam mertuanya. Namun, tanah itu tak terurus sepeninggal Ahmad Basim di tahun 1974. Saodah, istri Ahmad Basim, sibuk banting tulang mengurus keempat anak mereka. Seiring waktu, tanah mertua Rijal ini menjadi lahan bercocok tanam warga sekitar dan ahli waris sama sekali tak mempermasalahkannya.
”Dulu, saya sempat tanya Ibu Saodah, sebelum beliau meninggal 1,5 tahun lalu. Kalau dirunut, tiba-tiba tanah itu ada yang menjual 6.000 meter persegi kepada namanya ibu Siti Khadijah,” katanya.
Si pembeli mengantongi surat keterangan jual beli yang tertera tanda tangan almarhum Surya Darma, anak pertama pemilik tanah. Menurut Rijal, Surya yang berpulang dua tahun lalu sempat mengaku membubuhkan tanda tangan di atas kertas kosong dengan paksaan.
Menurut dia, Surya mengaku tidak pernah menjual tanah itu. Almarhum yang bekerja sebagai sopir angkot takut dan dipaksa tanda tangan di kertas yang tidak berisi tulisan apa-apa.
”Cuma kertas kosong saja, tiba-tiba jadi akta tanah. Tertulis bahwa Bang Surya adalah saudara satu-satunya. Padahal Bang Surya saudaranya ada tiga, ibunya juga masih hidup saat itu. Dia juga bilang tidak terima uang,” ucap Rijal.
Kavling tanah
Pada 2013, keluarga mengetahui kalau tanah warisan itu telah menjadi lebih dari 20 kavling dengan bukti akta jual beli. Pihak kelurahan mengatakan, tanah sudah terjual dengan bukti tanda tangan mertua Rijal pada surat keterangan jual beli.
Rijal yang ragu-ragu lantas mencocokan tanda tangan itu dengan KTP dan buku Pajak Bumi dan Bangunan milik mertuanya. Hasilnya kedua tanda tangan berbeda sama sekali.
”Tidak ada mirip-miripnya sehingga kami bertemu pengembang. Sudah berulang kali, tetapi tidak ada klarifikasinya. Akhirnya saya kembali lagi, dijanjikan uang Rp 500 juta yang kami tolak. Kami mau kepastian, ketetapan hukum,” tuturnya saat terakhir bertemu dengan pengembang tahun 2015.
Ahli waris kini didampingi Alvon Kurnia Palma sebagai kuasa hukum. Mereka bakal mengajukan laporan kepada Kepolisian Daerah Metro Jaya setelah melengkapi berkas-berkas kepemilikan tanah itu.
PT Jaya Real Property Tbk membeli tanah tersebut dari PT Permadani Interland pada 2010. Fachrulian, tim Legal Jaya Real Property, menuturkan, belum ada komunikasi dengan ahli waris sehingga uang kerahiman sebesar Rp 500 juta itu kemungkinan berasal dari PT Permadani Interland.
”Jaya Real Property mempunyai sertifikat milik. Silakan kalau mau gugatan hukum karena itu hak warga negara,” ujarnya.