Mediasi Luhut dan Haris-Fatia oleh Polda Metro Jaya Ditunda
Kedatangan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti hari ini merupakan yang pertama semenjak Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membuat laporan dugaan pencemaran nama baik di media elektronik.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana mediasi kasus laporan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan terkait dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti tidak jadi dilakukan hari Kamis (21/10/2021) ini. Mediasi ditunda karena alasan kedinasan penyidik di Polda Metro Jaya.
Penyidik siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus memanggil pihak pelapor dan terlapor untuk mengadakan mediasi di Markas Polda Metro Jaya, Jakarta, pukul 10.00. Haris dan Fatia didampingi kuasa hukum, dan perwakilan sejumlah organisasi sipil, hadir memenuhi panggilan tepat waktu. Namun, tidak lama setelah pihak terlapor menemui penyidik, mereka kembali keluar.
”Ternyata oh ternyata acara hari ini ditunda oleh penyidik dengan alasan kedinasan dari penyidik sehingga acara mediasi hari ini ditunda untuk waktu yang akan ditentukan penyidik,” kata Pieter Ell selaku kuasa hukum terlapor.
Kedatangan mereka hari ini merupakan yang pertama semenjak Luhut membuat laporan terkait Pasal 27 Ayat 3 juncto Pasal 45 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP, pada 22 September. Laporan dibuat setelah mereka tidak menggubris somasi Luhut.
Haris selaku Direktur Lokataru diduga memfitnah Luhut dalam konten video Youtube berjudul ”Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!!”. Dalam video, Koordinator Kontras Fatia ikut berdiskusi membahas jejak Luhut dalam proyek tambang Blok Wabu di Intan Jaya, Papua.
Meski belum mengetahui jelas laporannya, langkah menteri itu dianggap Haris sebagai bentuk pembungkaman terhadap suara masyarakat sipil. Haris mengaku menerima banyak laporan sipil selaku kuasa hukum warga yang terancam proyek tambang yang dikelola dan diregulasi pemerintah, termasuk Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Laporan Luhut pun dinilai bisa menakuti masyarakat untuk menyuarakan pendapat di ruang digital. Protes itu lalu disimbolkan dengan mengenakan masker putih dengan lakban merah bersilang.
”Pakai masker ini artinya ada pembungkaman terhadap aktivitas mengkritisi kerja-kerja pejabat publik,” jelas pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora, pada kesempatan sama.
Pada 27 September lalu, Luhut yang memenuhi panggilan penyidik Ditreskrimsus mengatakan, pihaknya masih akan mengutamakan jalur hukum. Hal ini dikedepankan karena sebelumnya Luhut sudah memberi kesempatan terlapor untuk meminta maaf.
”Ini saya kira penting, jadi pembelajaran untuk semua jangan sembarang ngomong. Jangan berdalih hak asasi manusia atau kebebasan berekspresi yang membuat orang lain jadi susah, enggak boleh gitu,” ujarnya.
Purnawirawan jenderal itu juga mengelak dirinya terlibat dalam bisnis tambang di Papua tersebut. Dengan dugaan tuduhan dan pencemaran nama baik tersebut, Luhut juga menuntut terlapor untuk membayar Rp 100 miliar.
”Nanti saya bisa kasihkan (uangnya) untuk orang-orang yang membutuhkan di Papua atau di tempat lain, kan banyak,” katanya.
Adapun polisi melihat kasus ini perlu dimediasi. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus menyampaikan, penyidik berupaya mengikuti arahan Kepala Polri, dalam surat edarannya, untuk mengedepankan mediasi di tahap penyelidikan.
”Ini kita akan tunggu. Mudah-mudahan, kalau bisa, alhamdulillah. Kalau enggak bisa, kita akan tingkatkan lagi prosesnya sesuai mekanisme,” kata Yusri beberapa waktu lalu.