Jalur Puncak II, Surga di Bogor Timur yang Sunyi
Jalur Puncak II juga memiliki peran vital meningkatkan infrastruktur jaringan jalan regional di wilayah Jawa Barat. Pembangunan dan pengembangannya bermanfaat buat tiga provinsi, yakni Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F09%2Fed0e837d-76cd-46c3-80a1-ff5b07925241_jpg.jpg)
Pemandangan lanskap dari salah satu puncak perbukitan di kawasan Puncak 2 di Desa Arca, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang diambil secara foto panorama, Sabtu (25/9/2021).
Kepentingan membangun jalur Puncak II atau poros timur tengah di wilayah Kabupaten Bogor-Cianjur tidak sekadar sebagai jalan alternatif menuju obyek wisata Puncak yang selalu ramai pengunjung sehingga menimbulkan kemacetan kendaraan berkilo-kilo meter.
Lebih dari itu, jalur Puncak II ini memiliki arti penting untuk warga di sekitar Kecamatan Sukamakmur. Kecamatan ini memiliki tujuh desa, yakni Desa Cibadak, Sukamakmur, Sukamulya, Sirna Jaya, Warga Jaya, Sukawangi, dan Sukaharja. Dengan area cukup luas, kawasan tersebut merupakan daerah tertinggal.
Keindahan bentang alam yang hijau dan sejuk, pemandangan deretan perbukitan, kebun-kebun sayur, dan hamparan padi sawah mengingatkan pada suasana di Ubud, Pulau Bali. Tak ketinggalan, ada tawaran sajian hangat kopi robusta atau arabika di sana. Namun, di balik itu tersimpan satu ironi bagi warga setempat yang belum tersentuh infrastruktur memadai, salah satunya akses jalan.
Rata-rata kondisi dan akses jalan di sana sempit dan berlubang. Hal ini berdampak pada kehidupan warga. Meski mengaku sudah biasa, ada momen yang tidak mudah bagi mereka untuk menjalaninya.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F09%2F3d887468-611f-4b2a-adef-199c16a39a87_jpg.jpg)
Perbaikan aspal jalan di jalur alternatif menuju jalur Puncak 2 di Desa Sukamakmur, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (25/9/2021).
Menjadi sakit adalah sesuatu yang mereka hindari dan khawatirkan karena untuk menuju rumah sakit di kawasan Jonggol di kabupaten yang sama memakan waktu tempuh sekitar 2 jam. Jika satu mobil operasional desa dipakai untuk kebutuhan penting lainnya, warga terpaksa menumpang mobil bak terbuka atau menggunakan sepeda motor.
”Kalau sakit agak repot karena cukup jauh ke rumah sakit. Apalagi, misalnya, sakit parah ketahuannya malam. Tidak hanya kondisi jalan, tetapi juga kondisi alam. Hujan, berkabut, posisi lagi sakit dan harus segera ke rumah sakit. Bisa dibayangkan? Khawatirnya bisa lewat (meninggal),” kata Trisna (48), warga Desa Sukawangi, bercerita pengalaman mengantar keluarganya yang sakit beberapa tahun silam, Sabtu (26/9/2021).
Dan, jangan pikir juga ada PJJ-PJJ-an. Itu untuk wilayah maju saja.
Selain faktor akses jalan, sejumlah warga juga mengeluhkan akses komunikasi yang buruk. Ketiadaan sinyal cukup menganggu warga, terutama pelaku usaha kecil yang ingin memasarkan produknya. Jangankan berselancar di media sosial atau memasarkan produk, untuk berkirim pesan atau telepon saja sulit. Apalagi untuk anak-anak sekolah yang melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang harus menggunakan akses internet.
”Nonton televisi saja banyak ’semutnya’ (karena sinyal hilang). Kirim pesan SMS lama tidak terkirim, telepon susah tersambung. Memang ini bukan kebutuhan utama, tapi tetap penting atuh. Kita masuk negara mana ini? Kami anak-anak muda juga butuh akses informasi tidak hanya bekal ilmu, tetapi juga manfaat lainnya, seperti jika mau usaha untuk memasarkan produk, ini jadi halangan. Dan jangan pikir juga ada PJJ-PJJ-an. Itu untuk wilayah maju saja,” ujar warga desa lainnya, Lutfi (24) dan Acep (20), satu suara.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F09%2F035821dc-af7d-4194-8407-5e93f96da8ab_jpg.jpg)
Salah satu tempat wisata di kawasan Puncak 2 di Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (25/9/2021).
Namun, suara-suara keluhan sejumlah warga itu berubah menjadi optimisme dan harapan ketika Bupati Bogor datang meninjau Puncak II di Kecamatan Sukamakmur yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Cianjur. Kedatangan Ade disambut cukup gembira dari berbagai lapisan masyarakat disertai harapan ada pembenahan infrastruktur dan kemudahan aksesibilitas.
Baca juga : Selain Ganjil-Genap Permanen, Realisasi Jalur Puncak II Juga Ditunggu
Warga yakin jika ada pembenahan akan berdampak pada aksesbilitas sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dari potensi alam dan produk pertanian, sayur, kopi, dan produk kerajinan lainnya. Meski begitu, warga tidak berharap kawasan mereka seperti di kawasan Puncak yang terlalu banyak mengeksploitasi alam. Mereka tidak ingin alam mereka rusak dengan pembangunan massif yang justru merugikan warga.
”Pembenahan infrastruktur dan kemudahan aksesbilitas ini bukan menjadikan kampung kami dan kampung lainnya seperti di obyek wisata Puncak. Justru jangan sampai seperti itu. Jalur II ini hanya menjadi jalur alternatif saja. Harmonisasi alam harus tetap terjaga. Potensi wisata memang perlu dikembangkan untuk kebaikan ekonomi kami. Biarkan seperti saat ini dengan konsep ekowisatanya, bukan dengan gedung mewah, penginapan, atau membangun obyek wisata modern yang bisa berdampak pada kerusakan alam,” ujar Yadi (55).
Bupati Bogor Ade Yasin yang turun ke lapangan melihat kondisi kawasan Jalur Puncak II akhir pekan kemarin mengatakan, pihaknya terus berikhtiar untuk merealisasikan Puncak II dan merencanakan pembangunan jembatan ikonik di perbatasan Kabupaten Bogor-Cisarua.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F09%2F6f539230-cb8d-4e98-985a-c6403fa2e4c0_jpg.jpg)
Anak-anak warga di kawasan Puncak 2 di Desa Sukamakmur, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, berfoto bersama di tengah sawah, Sabtu (25/9/2021).
Jalur Puncak II diharapkan mampu memberikan dampak positif untuk warga karena memiliki sejumlah potensi wisata alam yang bagus dan pertanian. Selain itu, pembangunan jalur Puncak II sebagai salah satu upaya mengatasi kemacetan di Puncak.
Menurut Ade, jalur Puncak II menjadi proyek jangka panjang yang perlu serius digarap, tidak hanya melibatkan dan dukungan pemerintah daerah, tetapi juga hingga ke tingkat pemerintah Provinsi Jawa Barat, lembaga perwakilan rakyat (DPR), dan kementerian.
Penerapan ganjil-genap di 14 titik di lima wilayah Kota/Kabupaten Bogor, Kota/Kabupaten Sukabumi, dan Cianjur, pada akhir pekan yang saat ini berlaku hanya kebijakan jangka pendek dan masih menimbulkan kemacetan, meski cukup efektif mereduksi kendaraan dari kemacetan parah.
Jalur II ini hanya menjadi jalur alternatif saja. Harmonisasi alam harus tetap terjaga.
Jalur Puncak ll menghubungkan antara kawasan Sirkuit Sentul yang berada di akses Pintu Tol Jagorawi dengan Istana Cipanas di jalan nasional Puncak-Cianjur serta Cariu di jalan provinsi ruas Transyogi.
Jalur Puncak II juga memiliki peran vital meningkatkan infrastruktur jaringan jalan regional di wilayah Jawa Barat. Jalan itu akan menghubungkan wilayah Kabupaten/Kota Bogor, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Karawang. Jalur Puncak II itu berdampak dan bermanfaat untuk tiga provinsi, yakni Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F09%2F8db1446d-7c90-49fa-9b4d-e2a4cd48b1c6_jpg.jpg)
Salah satu ruas jalan rute alternatif menuju jalur Puncak 2 melalui Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (25/9/2021).
Pemkab Bogor sudah melakukan pembebasan lahan hingga pembukaan jalur dengan menggandeng TNI. Namun, Pemkab Bogor terkendala biaya pekerjaan fisik pembangunan jalan tahap pertama sepanjang 48,7 kilometer. Pada tahap pembangunan kedua sepanjang 18,5 km, sepanjang 15,5 Km di antaranya menghubungkan Desa Warga Jaya, Kabupaten Bogor, dan Green Canyon di perbatasan Karawang. Total jalur puncak 2 sepanjang 62,8 Km dengan estimasi anggaran sekitar Rp 5 triliun.
Dari panjang jalur 62,8 km membutuhkan 115 hektar. Sebanyak 63 persen di antaranya merupakan hibah dari pemilik lahan. Masih ada 1,5 hektar lahan yang belum dibebaskan berada di sekitar sirkuit sentul sebagai salah satu akses keluar masuk jalur Puncak II.
Anggota DPR RI Komisi V, Mulyadi, menjelaskan, negara perlu hadir dalam pembangunan jalur Puncak II. Oleh karena itu, sebagai anggota Dewan dan tugas di badan anggaran, ia akan mendorong jalur Puncak II mendapat perhatian bersama, khususnya terkait dengan APBD dan dana alokasi khusus. Mulyadi juga mengaku sudah berkomunikasi intens dengan anggota di Komisi V agar Puncak II betul teraslisasi di Kabupaten Bogor-Cianjur.
”Ini sebagai tata kelola perbatasan dan juga meningkatkan potensi ekonomi warga dan pertanian di wilayah kabupaten. Ini menjadi solusi mengatasi kepadatan Puncak. Ini tidak hanya lintas dua wilayah saja, tetapi juga lintas provinsi. Mengurangi beban akses Puncak. Puncak menjadi akses destinasi wisata, ini jadi destinasi lintasan,” ujarnya.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F09%2F5e6b3310-5ef9-41e3-a60b-7a1c92996a02_jpg.jpg)
Salah satu pondok warung makanan milik warga di kawasan Puncak 2 di Desa Arca, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (25/9/2021).
Doni (34), bersama empat keluarganya, mengatakan, dirinya lebih memilih obyek wisata di kawasan Puncak II daripada berwisata di Puncak yang selalu macet.
Ia menilai, keindahan di Puncak II tak kalah dengan obyek wisata di Puncak yang memiliki lebih banyak obyek wisata hingga kebun binatang dan lainnya. Justru yang menjadi kelebihan kawasan wisata Puncak II lebih tenang tanpa ada kerumunan pengunjung.
”Memang, perlu perbaikan akses dan infrastruktur. Tetapi, jangan banyak diubah, lebih diutamakan wisata alamnya. Saya memilih wisata seperti ini lebih tenang. Vila-vilanya sederhana, tapi bersih, bagus. Surga alam ini jangan dicemari dengan bangunan lainnya. Kita nikmati alam indah di sini,” kata pria asal Jakarta itu.
Baca juga : Hari Statistik: Momen Percepatan Satu Data Indonesia