Survei dwitahunan oleh The Economist Intelligence Unit terhadap 60 kota di dunia menempatkan Jakarta di peringkat ke-46 dengan skor 56,4. Posisi itu meningkat dari peringkat ke-53 dengan skor 54,5 pada 2019.
Oleh
Erika Kurnia/Helena Fransisca Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keamanan Jakarta, menurut laporan survei The Safe Cities Index atau Indeks Kota Aman 2021, meningkat. Namun, salah satu indikator, yaitu keamanan personal, menurun sehingga menjadi yang terendah dari lima indikator utama yang diperhitungkan.
Survei dwitahunan oleh The Economist Intelligence Unit terhadap 60 kota di dunia menempatkan Jakarta di peringkat ke-46 dengan skor 56,4 dari skor maksimal 100. Posisi itu meningkat dari peringkat 53 dengan skor 54,5 tahun 2019.
Survei ini memperhitungkan 76 indikator yang mencakup lima indikator besar, yaitu keamanan digitalisasi, kesehatan, infrastruktur, personal, serta lingkungan yang belum ada di periode survei sebelumnya. Dari setiap indikator secara berurutan, Jakarta ada di peringkat ke-58, 46, 40, 52, dan ke-30.
Peringkat tertinggi yang didapatkan Jakarta adalah keamanan lingkungan dengan angka 30 dan skor 73,8. Peringkat di atas rata-rata itu mengukur penggunaan energi berkelanjutan, kualitas air, tingkat kemudahan mendapatkan air, luas tutupan hutan kota, dan tingkat sampah yang dihasilkan.
Sementara itu, terendah adalah indikator keamanan pribadi di peringkat ke-52 dengan skor 47,6, lebih rendah dari tahun 2019 di peringkat ke-43 dengan skor 71,7. Indikator ini, antara lain, mencatat prevalensi kejahatan ringan, terorganissi, dan dengan kekerasan. Hasil dari perhitungan tersebut juga termasuk, ketidaksetaraan pendapatan dan jumlah penduduk dalam ketidakstabilan pekerjaan. Hasil itu sebelumya tidak muncul dalam survei 2019.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balaikota DKI Jakarta, Selasa (24/8/2021), menyatakan, ia bersyukur Jakarta masuk dalam salah satu kota aman di dunia. ”Kami ingin dorong lebih jauh lagi terutama, pemanfaatan aplikasi-aplikasi untuk perlindungan (warga),” ujarnya.
Dua tahun lalu, jelas Anies, sudah diluncurkan aplikasi perlindungan perempuan, di mana apabila hadapi masalah bisa langsung lapor. Kemudian program-program menjangkau masyarakat untuk respons cepat bila ada kejadian yang membahayakan keselamatan.
”Jadi, kita akan terus lakukan ini dan harapannya juga pemanfaatan sistem digital akan kita tingkatkan, tetapi itu kerja dua sisi. Kami menyiapkan aplikasinya, masyarakat men-download memanfaatkan semuanya ada di Jakarta,” tuturnya.
Ia mencontohkan aplikasi JAKI atau Jakarta Kita. Dengan mengunduh aplikasi itu, pemerintah bisa melindungi insya Allah lebih baik lagi. ”Kita jaga sama-sama karena keselamatan bukan hanya dikerjakan oleh pihak pemerintah, melainkan juga oleh sesama kita,” katanya.
Dalam laporannya, Juma Assiago, Koordinator UN-Habitat’s Safe Cities Programme, menyebutkan, survei kali ini masih menunjukkan tingkat keamanan pribadi dan pendapatan penduduk, yang menjadi salah satu alat ukur Indeks Pembangunan Manusia, di wilayah urban dapat saling terhubung.
Di sisi lain, Assiago berpendapat, tingkat keamanan pribadi juga membutuhkan peranan warga untuk meningkatkan keamanan diri dan orang lain. ”Keamanan adalah masalah tata kota. Dari perspektif itu, kota yang diatur dengan lebih baik memungkinkan partisipasi pihak nonpemerintah,” ujarnya.
Angka kriminal
Sampai tahun 2020, Kepolisian Daerah Metro Jaya mencatat angka kriminalitas masih lebih rendah 7 persen dibandingkan 2019. Ini terjadi ketika pandemi Covid-19 kurang dari setahun terjadi dan berdampak pada perekonomian dan kehidupan sosial masyarakat.
Sepanjang 2020, jumlah tindak pidana secara keseluruhan di wilayah hukum Polda Metro Jaya sebanyak 30.324 kasus, menurun 2.290 kasus dibandingkan pada 2019, yang pada periode itu sebanyak 32.614 kasus (Kompas.id, 23/11/2020).
Pengajar kriminologi Universitas Indonesia, A Josias Simon Runturambi, menilai, pengukuran keamanan dan ketertiban masyarakat tidak cukup kuantitatif se-Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Menurut Josias, perlu pemetaan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat di setiap area, layaknya pemetaan tingkat kerawanan Covid-19 yang menggunakan pembagian zona merah, kuning, dan hijau untuk mendapat perhatian kepala kepolisian resor dan kepala kepolisian sektor setempat.
Adapun pengajar Universitas Trisakti, Jakarta, Trubus Rahadiansyah, menilai, peringkat Jakarta bisa dikatakan rendah. Untuk aspek keamanan digital, Trubus menilai harusnya Jakarta bisa lebih tinggi karena saat pandemi Covid-19, semua orang bekerja, beraktivitas, dan bertransaksi secara digital.
”Pada aspek ini, kita malah kalah dari Ho Chi Minh yang ada di posisi ke-51. Padahal, Ho Chi Minh bisa dikatakan sebagai kota baru. Kita juga kalah dari Manila dan Bangkok,” ucap Trubus.