Keamanan Personal di Jakarta Menurun Selama Pandemi
Survei Indeks Kota Aman 2021 oleh The Economist menempatkan keamanan pribadi Jakarta di peringkat ke-52 dari 60 kota di dunia dengan skor 47,6. Ini lebih rendah dari peringkat ke-43 dengan skor 71,7 dalam survei 2019.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tingkat keamanan Jakarta meningkat menurut laporan survei The Safe Cities Index atau Indeks Kota Aman 2021. Namun, salah satu indikator, yaitu keamanan personal, menurun, selain menjadi yang terendah dari lima indikator utama yang diperhitungkan.
Survei dwitahunan oleh The Economist Intelligence Unit terhadap 60 kota di dunia menempatkan Jakarta di peringkat ke-46 dengan skor 56,4 dari skor maksimal 100. Sebagaimana dikutip Kompas, Selasa (24/8/2021), posisi itu meningkat dari tahun 2019 yang hanya 53 dengan skor 54,5.
Survei ini memperhitungkan 76 indikator yang mencakup lima indikator besar, yaitu keamanan digitalisasi, kesehatan, infrastruktur, personal, serta lingkungan yang belum ada di periode survei sebelumnya. Dari setiap indikator secara berurutan, Jakarta mendapat peringkat ke-58, 46, 40, 52, dan ke-30.
Peringkat tertinggi yang didapatkan Jakarta adalah keamanan lingkungan dengan angka 30 dan skor 73,8. Peringkat di atas rata-rata itu mengukur penggunaan energi berkelanjutan, kualitas air, tingkat kemudahan mendapatkan air, luas tutupan hutan kota, dan tingkat sampah yang dihasilkan.
Sementara itu, peringkat terendah ada pada indikator keamanan pribadi. Tahun ini Jakarta mendapat peringkat ke-52 dengan skor 47,6, lebih rendah dari peringkat ke-43 dengan skor 71,7 dalam survei tahun 2019.
Indikator ini, antara lain, mencatat prevalensi kejahatan ringan, terorganissi, dan dengan kekerasan. Hasil dari perhitungan tersebut juga termasuk, ketidaksetaraan pendapatan dan jumlah penduduk dalam ketidakstabilan pekerjaan. Hasil itu sebelumya tidak muncul dalam survei 2019.
Juma Assiago, Koordinator UN-Habitat’s Safe Cities Programme, dalam laporan, menyebutkan, survei kali ini masih menunjukkan bahwa tingkat keamanan pribadi dan pendapatan penduduk, yang menjadi salah satu alat ukur Indeks Pembangunan Manusia, di wilayah urban dapat saling terhubung.
Di sisi lain, Assiago berpendapat, tingkat keamanan pribadi tidak hanya membutuhkan bantuan dari pemerintah daerah saja. Peran warga juga penting untuk meningkatkan keamanan personal dan orang lain. ”Keamanan adalah masalah tata kota. Dari perspektif itu, kota yang diatur dengan lebih baik memungkinkan partisipasi pihak nonpemerintah,” ujarnya.
Sempat membaik
Adapun sampai tahun lalu pada 2020, Kepolisian Daerah Metro Jaya mencatat angka kriminalitas masih lebih rendah 7 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya di 2019. Ini terjadi ketika pandemi Covid-19 kurang dari setahun terjadi dan berdampak pada perekonomian dan kehidupan sosial masyarakat.
Sepanjang 2020, jumlah tindak pidana secara keseluruhan di wilayah hukum Polda Metro Jaya sebanyak 30.324 kasus, menurun 2.290 kasus dibandingkan pada 2019, yang pada periode itu sebanyak 32.614 kasus (Kompas.id, 23/11/2020).
Risiko penduduk terkena tindak pidana (crime rate) juga turun. Pada 2020, dari setiap 100.000 penduduk DKI Jakarta dan sekitarnya, terdapat 133 orang menjadi korban kejahatan, sedangkan angka pada 2019 ialah 143 orang.
Satu kejahatan pun terjadi hanya setiap 17 menit 33 detik tahun lalu, tidak lebih dari pada 2019, di mana satu kejahatan terjadi setiap 16 menit 11 detik. Penyelesaian tindak pidana (crime clearance) oleh polisi naik 7 persen, dari 31.854 kasus (98 persen) pada 2019 menjadi 34.239 kasus (113 persen) tahun 2020.
”Salah satu faktor yang membuat menurunnya angka kejahatan mungkin karena aktivitas masyarakat yang menurun,” ucap Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal M Fadil Imran dalam jumpa pers akhir tahun 2020 di Markas Polda Metro Jaya, Jakarta.
Faktor kedua, lanjutnya, masyarakat memperketat pengamanan lingkungan tinggal masing-masing guna mengendalikan penyebaran Covid-19. Orang-orang asing yang hendak masuk perumahan atau kampung diawasi agar tidak menjadi penular bagi warga setempat. Langkah semacam itu turut mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan.
Tidak hanya tindak kejahatan, pengetatan mobilitas juga terbukti menurunkan angka kecelakaan lalu lintas. Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mencatat, selama penerapan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat pada awal sampai pertengahan Juli lalu, angka kecelakaan lalu lintas dan fatalitas menurun.
Situasi ini terjadi ketika kegiatan bekerja di luar aktivitas ekonomi esensial dan kritikal, sekolah, dan pergerakan kendaraan dibatasi. Namun, kemudian ada kenaikan jumlah kecelakaan dan korban meninggal di jalan kembali naik ketika Jakarta mulai menerapkan PPKM level 4.
Pengajar kriminologi pada Universitas Indonesia, A Josias Simon Runturambi, menilai, pengukuran keamanan dan ketertiban masyarakat tidak cukup dengan angka-angka kuantitatif se-Jadetabek. ”Kalau membaca kuantitatif, wah, aman, ya. Namun, kalau kita jalan di DKI Jakarta, ada wilayah yang katakanlah menakutkan,” ujarnya.
Menurut Josias, perlu ada pemetaan kondisi kamtibmas di setiap area, layaknya pemetaan tingkat kerawanan Covid-19 yang menggunakan pembagian zona merah, kuning, dan hijau. Kondisi yang berbeda antara satu area dan area lainnya perlu mendapatkan perhatian kepala kepolisian resor dan kepala kepolisian sektor setempat.