Dari survei indeks kota aman 2021, Jakarta ada di posisi 46 dari 60 kota dunia yang dikaji. Posisi Jakarta bahkan kalah dari Ho Chi Minh dan Bangkok. Jakarta dinilai belum optimal mengarahkan pengembangan ke kota aman.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dari indeks Kota Aman atau Safe Cities 2021 versi The Economist Intelligence Unit, Jakarta secara keseluruhan berada di peringkat ke-46 dari 60 kota di dunia yang disurvei. Jakarta masuk dalam kategori rata-rata (average). Hal ini menunjukkan Jakarta belum optimal mengarah ke keamanan dan keselamatan kota serta tidak kompetitif.
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah, Selasa (24/8/2021), mengatakan, melihat indeks yang disusun The Economist, ada lima indikator yang dijadikan patokan penilaian terkait kota aman ini. Indikator itu meliputi digital security atau keamanan digital, health security atau keamanan kesehatan, infrastructure security atau keamanan infrastruktur, personal security atau keamanan individu, dan environmental security atau keamanan lingkungan. Dari semua penilaian itu, Jakarta secara rata-rata berada di posisi ke-46.
”Peringkat Jakarta ini bisa dikatakan rendah. Apalagi melihat penilaian itu sebenarnya sudah mengubah orientasi karena adanya pandemi Covid-19. Arahnya itu menjadi kota berkeselamatan. Konsep keselamatan perkotaan ini yang harus diprioritaskan DKI Jakarta sekarang,” jelas Trubus.
Untuk aspek keamanan digital, Trubus menilai seharusnya lebih tinggi. Hal ini karena di saat pandemi Covid-19, semua orang bekerja, beraktivitas, dan bertransaksi secara digital. Namun, di Jakarta masih muncul dampak-dampak negatif dari transaksi digital, misalnya pinjaman daring. Perlindungan data milik warga juga dinilai kurang.
”Di aspek ini kita malah kalah dari Ho Chi Minh yang ada di posisi ke-51. Padahal, Ho Chi Minh bisa dikatakan sebagai kota baru. Kita juga kalah dari Manila dan Bangkok,” ujar Trubus.
Dari aspek keamanan lingkungan, Trubus menyoroti karena Jakarta yang bersifat melting pot masih sering terjadi benturan-benturan antarkelompok, antargeng, juga antarkelompok SARA. Hal itu mengganggu stabilitas dan keamanan kota Jakarta.
Ia melihat, benturan-benturan itu acap kali muncul dari kawasan padat penduduk. Trubus menyarankan, sebaiknya pemprov mulai melakukan relokasi atas kelompok-kelompok tersebut dan membangun kawasan itu dari kawasan padat hunian menjadi kawasan layak huni, entah dengan membangun rusun atau rumah layak huni.
Dari aspek keamanan infrastruktur, menurut Trubus, Jakarta masih berkutat dengan masalah kemacetan dan banjir. Artinya, Jakarta masih berkutat di masalah klasik itu pada saat kota-kota lain yang juga memiliki masalah sama sudah fokus ke aspek digital.
Dari semua indeks penilaian yang dijadikan ukuran, Trubus menyampaikan, konsep kota cerdas atau smart city belum berhasil. ”Smart city yang semestinya menyentuh aspek-aspek itu masih diwujudkan ke titik-titik instagrammable,” ujarnya.
Dari indeks yang dipaparkan, Trubus berpendapat, keselamatan kota menjadi kata kunci. Di sini diperlukan kemauan politik atau political will para pembuat keputusan untuk mengubah cara berpikir dan paradigma terhadap keselamatan kota. Kalau itu tidak ada, sulit membawa Jakarta ke konsep keselamatan kota. Peringkat Jakarta juga masih jauh.
”Jakarta belum optimal mengarah ke sana dan menjadikan Jakarta tidak kompetitif,” jelas Trubus.
Aplikasi perlindungan
Secara terpisah, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota DKI Jakarta menyatakan, ia bersyukur Jakarta masuk dalam salah satu kota aman di dunia. ”Nah, kami ingin dorong lebih jauh lagi, terutama pemanfaatan aplikasi-aplikasi untuk perlindungan,” katanya.
Dua tahun lalu, jelas Anies, sudah diluncurkan aplikasi perlindungan untuk perempuan, di mana apabila menghadapi masalah bisa langsung lapor. Kemudian program-program menjangkau masyarakat untuk respons cepat apabila ada kejadian yang membahayakan keselamatan.
”Kita akan terus lakukan ini dan harapannya juga pemanfaatan sistem digital akan kita tingkatkan. Namun, itu kerja dua sisi. Kami menyiapkan aplikasinya, masyarakat men-download, memanfaatkan semuanya di Jakarta,” jelasnya.
Ia mencontohkan aplikasi JAKI. Dengan mengunduh aplikasi itu, pemerintah bisa melindungi lebih baik lagi. ”Kita jaga sama-sama karena keselamatan bukan hanya dikerjakan oleh pihak pemerintah, melainkan oleh sesama kita,” ujarnya.
Anies pun berpesan kepada seluruh masyarakat, setiap kali melihat masalah di lapangan, melihat anak-anak bermain di tempat berisiko, silakan mengambil tanggung jawab. ”Ingatkan, jadi keselamatan itu menjadi peran kita semua,” ucapnya.