Menyambut Era "Nge-Mall" dengan Sertifikat Vaksin
Mulai pekan ini, setiap masyarakat yang mau berkunjung ke pusat perbelanjaan harus menunjukkan ”tiket” khusus berupa sertifikat vaksinasi agar bisa masuk. Apa untung ruginya dari kebijakan ini?
Selama ini pusat perbelanjaan menjadi hiburan gratis bagi warga Ibu Kota Jakarta, yang ingin sekadar mencuci mata, bahkan tanpa membawa uang belanja. Namun, mulai pekan ini, setiap masyarakat yang mau berkunjung harus menunjukkan ”tiket” khusus agar bisa masuk.
Tiket tersebut adalah sertifikat vaksinasi Covid-19. Dengan menunjukkan bukti sudah divaksin minimal dosis pertama, masyarakat bisa kembali melenggang ke pusat perbelanjaan dengan menerapkan protokol kesehatan. Aturan ini menjadi upaya baru bagi DKI Jakarta, mengikuti arahan pemerintah pusat dan tren dunia, untuk beradaptasi dengan pandemi.
Masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 4 di pekan kedua Agustus ini menjadi masa uji coba pembukaan pusat perbelanjaan atau mal di Jakarta. Sebanyak 70 mal kini sudah diizinkan beroperasi untuk pengunjung, antara usia 12 tahun dan 70 tahun. Selain harus bisa memenuhi fasilitas penunjang dan mengawasi protokol kesehatan, pusat perbelanjaan juga harus mendapatkan kode respons cepat atau QR code dari Kementerian Kesehatan.
Grand Indonesia di Jakarta Pusat menjadi salah satu mal yang telah mendapatkan kode tersebut. Kode matriks warna hitam berukuran 5 kali 5 sentimeter tersebut dipajang di pintu-pintu masuk dengan kertas ukuran folio. Di pintu masuk utama mal bagian barat, tiga kertas berisi kode berjajar di samping alat pemindai barang dan pengunjung.
Pasti lebih bagus yang pakai hape. Orang jadi enggak bisa bikin kartu vaksin palsu.
Salah satu pengunjung mal, Santoso (35), mengeluarkan ponsel pintar dari saku celananya. Seperti panduan yang ia baca dari berbagai media, ia membuka aplikasi bernama Peduli Lindungi. Setelah membuka aplikasinya, ia segera mencari menu ”Scan QR Code” di halaman beranda. Menu itu kemudian membuka kamera ponselnya.
Dari jarak sekitar satu meter, pria berpenampilan necis itu mengarahkan ponsel ke kode dua dimensi yang dengan cepat berubah menjadi halaman baru. Halaman itu memuat informasi tentang mal yang didatangi, seperti alamat dan total keramaian dalam sehari dibandingkan total kapasitas maksimal yang diatur. Sebuah pesan untuk menjalankan protokol kesehatan ”3M” juga tertera di sana.
Di bawah halaman itu ada tombol ”check-in” yang membawanya ke halaman informasi bahwa ia telah berhasil masuk. Bukti itu pun ia tunjukkan kepada salah satu penjaga di gerbang pemindaian pengunjung.
”Maaf, Pak, tolong ke samping dulu,” kata petugas itu.
Raut mata Santoso terlihat berubah begitu ia ditahan petugas. Petugas itu mengatakan ada warna oranye di tanda masuk. Artinya, sertifikat vaksinasi tidak ada atau belum terdeteksi. Petugas lalu memandu pria itu untuk mengecek menu akun di aplikasi dan membuka sertifikat vaksin. Sempat kosong beberapa detik, halaman itu kemudian mencantumkan sertifikat vaksin pertama.
”Silakan, lanjut kalau begitu, Pak,” kata petugas itu.
Santoso pun menjadi tenang. Rabu (11/8/2021) adalah hari pertamanya kembali ke mal dan menggunakan aplikasi penelusuran Covid-19 tersebut. Menurut petugas, jika sertifikat vaksinasi sudah tercatat di aplikasi tersebut, bukti check-in dari pemindaian kode respons cepat harus berwarna hijau.
”Untung petugasnya merespons cepat dan mau membantu. Dengan aturan baru begini di mal memang kita harus mau cari tahu dan sabar juga,” ujar Santoso yang perlu ke mal untuk membeli kacamata baru di toko yang menjadi favoritnya.
Sejak diterapkan tanggal 10 Agustus lalu, penyediaan QR code di pintu-pintu masuk pusat perbelanjaan yang sudah dibuka di Jakarta masih bertahap. Di Pusat Grosir Cililitan, Jakarta Timur, misalnya, baru satu dari empat pintu masuk yang menyediakan QR code untuk check-in sekaligus validasi kepemilikan sertifikat vaksin Covid-19.
”Baru dipasang di lobi utama, belum lengkap semua pintu karena masih menunggu QR code yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan. Semua mal harus minta sesuai dengan jumlah pintu,” kata Akub Sudarsa selaku General Manager PGC.
Pada tiga pintu masuk lainnya, PGC masih memberlakukan pengecekan bukti vaksin secara manual oleh sekuriti yang berjaga. Pengunjung bisa menunjukkan sertifikat atau tiket vaksin fisik atau digital melalui ponsel.
Baca juga: Mencetak Kartu Vaksin Berisiko terhadap Keamanan Data Pribadi
Anggiarti (25) mengaku proses pengecekan manual tidak butuh proses lama. Sekuriti juga tidak meminta KTP untuk memverifikasi nama di bukti vaksin. ”Cepet sih, enggak ribet. Enggak ada antrean juga jadi tenang lah,” ujar mahasiswa yang mengaku pertama kali kembali ke PGC untuk belanja setelah beberapa bulan jarang ke luar rumah saat ditemui Selasa (10/8/2021).
Adapun bagi masyarakat yang belum divaksin tetapi ingin masuk ke mal, PGC, seperti sejumlah pusat perbelanjaan di Jakarta lainnya, menyediakan sentra vaksin gratis. Tidak hanya itu, layanan tes antigen dan PCR juga disediakan di halaman pusat perbelanjaan tersebut untuk masyarakat yang baru sembuh dari Covid-19 sehingga belum bisa divaksin.
Pengecekan sertifikat vaksin digital dinilai warga lainnya, seperti Hestiningsih (42), lebih baik daripada bukti fisik yang bisa dipalsukan. Belum lama ini ia juga menjajal pengalaman pergi ke mal yang dibuka bersama suaminya.
”Pasti lebih bagus yang pakai hape. Orang jadi enggak bisa bikin kartu vaksin palsu. Tapi buat yang digital perlu diperbaiki datanya mungkin. Suami saya sudah vaksin dua kali tapi buktinya enggak tercantum di aplikasi,” kata warga Jakarta Barat tersebut saat dihubungi.
Selain kendala data, ia juga sedikit menyayangkan kebijakan tiket vaksin untuk masuk ke mal karena anaknya yang masih 10 tahun belum bisa ikut dengannya. ”Begitu saya bilang mau coba ke mal lagi, anak saya nangis minta ikut. Tapi, saya bilang ’Adek belum divaksin, jadi di rumah dulu, ya’. Ada sedihnya sih jadi enggak bisa ajak anak dulu pergi ke luar,” ujarnya.
Kami selaku pusat belanja tentu menyambut baik segala sesuatu yang memang sudah dirancang oleh pemerintah yang bertujuan menjaga keamanan dan kesehatan para warganya dari pandemi Covid-19
Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Jakarta Baequni, yang dihubungi terpisah, menilai kebijakan syarat vaksin untuk masuk ke ruang publik, seperti pusat perbelanjaan bagus untuk untuk mengejar capaian vaksinasi di Jakarta.
”Aturan ini ada untung ruginya. Masyarakat yang sadar vaksin penting untuk kesehatan masih sedikit karena kurangnya edukasi di masyarakat, tapi dengan ini, masyarakat jadi akan berbondong-bondong vaksin agar bisa akses ruang publik,” katanya.
Secercah harapan
Di tengah penerapan aturan baru yang membatasi ruang gerak sebagian warga ke mal, penyesuaian ini tetap memberi secercah harapan bagi pelaku usaha, baik pengelola pusat perbelanjaan maupun peritel.
Ratna, pemilik toko pakaian muslim di PGC sudah sangat bersemangat untuk kembali membuka tokonya sejak pusat grosir tersebut, diizinkan beroperasi tanggal 31 Juli. Walaupun penjualan masih jauh dari kata ramai, ia memilih tetap berjualan daripada harus meratapi kerugian penjualan sampai 90 persen dari normal karena PPKM.
”Memang turun drastis sekali jualannya, apalagi pakaian muslim ini bukan barang esensial yang dibutuhkan setiap hari, kan. Tapi, kalau mal dibuka lagi, insya Allah pasti nanti pembeli datang sendiri,” ujarnya.
Harapan sama juga diutarakan Faisal, pedagang celana. Belajar dari pengalaman lalu, ketika mal dibuka setelah pusat perbelanjaan tutup tiga bulan di masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB), masyarakat Jakarta masih memiliki daya beli.
”Walaupun mungkin yang beli satu dua sehari, tapi liat ada pengunjung yang lihat-lihat aja saya sudah senang. Lebih sedih ketika saya cuma bisa di rumah,” kata Faisal yang juga mencoba bersiasat dengan menjual produk pakaian bersepeda dan olahraga lain di tokonya.
Pengelola PGC melihat bagaimana para penyewa toko di sana antusias dengan pembukaan mal yang seminggu lebih awal dari kebijakan baru di masa PPKM level 4 ini. Awal dibuka kembali, PGC mencatat hanya ada 515 peritel dari sekitar 3.350 peritel yang menyewa tempat di sana buka.
”Tapi, terakhir sudah 1.400 lebih tenant atau sekitar 45 persen toko yang buka,” kata Akub.
Sementara, ia mengakui, jumlah pengunjung masih jauh dari harapan, bahkan standar maksimal kapasitas saat ini yaitu 25 persen. Di luar pandemi, pusat grosir itu bisa menampung 80.000-100.000 pengunjung per hari. Namun, sekarang ini baru sekitar 7.000 sampai 8.000 orang (9 persen) pengunjung yang sudi berkunjung.
Baca juga: Surat Registrasi Pekerja Masih Berlaku Selama Penerapan Ganjil Genap
Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja (APPBI) DPD DKI Jakarta Ellen Hidayat juga menyangsikan pembukaan mal kali ini bisa kembali mendongkrak kunjungan. Pada saat PPKM darurat belum ada dan aturan kapasitas mal 50 persen saja, katanya, tingkat kunjungan mal di Jakarta rata-rata hanya 44 persen.
”Kini kami memang harus mengulang dari awal lagi. Namun, angka 44 persen di masa sebelumnya memberikan secercah harapan bagi pelaku usaha di mal setelah sekitar lima minggu,” ujar Ellen.
Ellen pun akan memastikan satu per satu pusat perbelanjaan di Jakarta memenuhi persyaratan untuk dapat beroperasi kembali. Pertama, dengan memastikan semua pengunjung dan karyawan sudah divaksinasi. Lalu, setiap pusat perbelanjaan mendapatkan QR code agar dapat diakses pengunjung melalui aplikasi saat masuk dan keluar.
Selain itu, pusat perbelanjaan juga akan mengawasi aturan usia yang sementara melarang anak-anak di bawah 12 tahun dan orang lanjut usia umur 70 tahun ke atas untuk berkunjung. Lalu, aturan kapasitas maksimal 25 persen pengunjung dengan jam operasional pada pukul 10.00-20.00 WIB. Serta, menunda pembukaan gerai makanan dan minuman untuk makan di tempat, dan penutupan secara penuh tempat hiburan, seperti bioskop atau arena bermain.
”Kami selaku pusat belanja tentu menyambut baik segala sesuatu yang memang sudah dirancang oleh pemerintah yang bertujuan menjaga keamanan dan kesehatan para warganya dari pandemi Covid-19,” pungkas Ellen