Mencetak Kartu Vaksin Berisiko terhadap Keamanan Data Pribadi
Kartu vaksin yang memiliki sejumlah informasi data pribadi, termasuk nomor induk kependudukan atau NIK, berpotensi disalahgunakan jika dicetak di sebarang tempat. Warga disarankan mencetak sendiri.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Sejumlah jasa percetakan di wilayah Kota Bekasi, Jawa Barat, kebanjiran orderan permintaan cetak kartu vaksin. Meski tak ada aturan yang melarang, pemerintah daerah mengingatkan masyarakat untuk menjaga keamanan data pribadinya.
Bayu Anggoro (29), salah satu pengusaha percetakan di wilayah Perumnas 3, Bekasi Timur, Kota Bekasi, mengatakan, dia baru menerima layanan percetakan kartu vaksin selama sepekan terakhir. Dalam sepekan itu, sudah sekitar 100 warga yang menggunakan jasanya.
”Soal kartu vaksin ini, kami juga terlebih dahulu menyortir, takutnya data palsu. Kami minta dari link-link resmi, misalnya dari SMS atau aplikasi Pedulilindungi,” kata Bayu, Kamis (12/8/2021), saat dihubungi di Bekasi.
Perlu diantisipasi di mana mencetak sertifikat itu agar ketika ada penyalahgunaan, dapat ditelusuri siapa yang melakukan itu.
Pardjan (35), salah satu penjaga toko percetakan di Bekasi Selatan, menambahkan, tempat percetakannya juga mulai marak menerima order cetak kartu vaksin selama sepekan terakhir. Sepekan terakhir, pihaknya sudah mencetak sekitar 200 kartu vaksin.
”Cetaknya biasa enggak per orang, tetapi kolektif. Satu hari bisa cetak sampai 40 kartu. Kebanyakan yang cetak itu yang sudah vaksin dua kali, yang kartunya warna ungu sama biru,” katanya.
Wakil Wali Kota Bekasi Tri Adhianto mengatakan, mencetak kartu vaksin di tempat percetakan boleh-boleh saja selama warga yang bersangkutan sudah mengikuti vaksinasi Covid-19. Mencetak kartu vaksin dalam ukuran kecil juga memudahkan untuk dibawa ke mana saja.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bekasi Taufiq Rahmat Hidayat menambahkan, pencantuman nomor induk kependudukan (NIK) di kartu vaksin tidak mencantumkan elemen data lengkap. Namun, harus tetap ada langkah antisipasi dari warga.
”Perlu diantisipasi di mana mencetak sertifikat itu agar, ketika ada penyalahgunaan, dapat ditelusuri siapa yang melakukan itu. Kalau bisa, lebih baik dicetak sendiri dan laminating sehingga aman dari kemungkinan penyalahgunaan NIK,” ucap Taufiq.
Paham risiko
Ketua Indonesia Cyber Security Forum Ardi Sutedja mengatakan, Indonesia belum memiliki undang-undang perlindungan data pribadi. Selama belum ada undang-undang itu, mencetak kartu vaksin boleh-boleh saja. Namun, akan timbul persoalan jika terjadi kebocoran data.
”Masyarakat harus tahu ada risiko saat mencetak sertifikat vaksin melalui pihak ketiga. Ada potensi kebocoran data yang tak diinginkan karena data mereka bisa disalahgunakan tanpa sepengetahuan pemilik sertifikat,” kata Ardi.
Potensi kebocoran data pribadi ini yang harus dijelaskan oleh pemerintah agar warga boleh atau tidak mencetak sertifikat vaksin. Sebab, di sertifikat vaksin itu ada data-data pribadi yang tak boleh diketahui orang lain.
Masyarakat disarankan untuk tak mencetak secara fisik sertifikat vaksin karena sangat berisiko. Selain itu, juga ada potensi penyalahgunaan lain, yakni jasa percetakan bisa saja mencetak sertifikat vaksin untuk warga yang belum mengikuti vaksinasi Covid-19.
”Tidak semua orang dibekali aplikasi Pedulilindungi sehingga, kalau dicetak, otomatis sudah ada template datanya. Ini bisa saja disalahgunakan,” ucapnya.
Potensi kebocoran data pribadi dengan mencetak sertifikat vaksin sangat terbuka lantaran di sertifikat itu tercantum NIK. NIK merupakan kunci yang harus dijaga oleh setiap pemilik data pribadi karena melalui NIK, pembobol data bisa mengakses akun media sosial hingga akun bank seseorang.
”Makanya, kalau ada pemeriksaan sertifikat vaksin, tunjukkan saja aplikasi Pedulilindungi. Sertifikat vaksin juga tidak boleh difoto, scan, atau fotokopi oleh pihak pemeriksa. Petugas hanya boleh melihat, tidak ada aturan untuk foto atau scan,” katanya.