PPKM Darurat Dapat Percepat Kenaikan Jumlah Warga Miskin Jakarta
Selain bantuan sosial untuk masyarakat miskin dan terdampak, ia juga mengharapkan pemerintah pusat dan daerah tidak melupakan para pekerja yang terdampak PPKM darurat.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tidak efektifnya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat akan terus menambah masalah ketenagakerjaan di Ibu Kota, yang berpengaruh pada tingkat kemiskinan. Penyaluran bantuan bagi pekerja terdampak dan bantuan sosial lainnya, yang lebih tepat sasaran, oleh pemerintah bisa jadi solusi.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menilai, PPKM darurat yang berlangsung 12 hari terakhir belum menunjukkan dampak yang siginifikan terhadap penanganan pandemi.
”Selain karena situasi pandemi saat ini lebih mencekam, PPKM darurat juga belum menunjukkan hasil yang signifikan. Bisa kita lihat dari mobilitas warga yang tetap tinggi. Jadi, besar kemungkinan akan ada lagi pengetatan untuk memastikan PPKM darurat ini bisa efektif,” katanya kepada Kompas, Kamis (15/7/2021).
Sementara itu, perpanjangan PPKM darurat akan berdampak lebih besar kepada produktivitas usaha dan ketenagakerjaan. Pasalnya, kebijakan ini membatasi kegiatan usaha formal dan informal hanya untuk sektor esensial dan kritikal. Situasi ini sama seperti ketika pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diterapkan di awal pandemi.
Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta mencatat, kegiatan PSBB dan berbagai kebijakan pembatasan aktivitas usaha selama setahun terakhir masih menurunkan produktivitas usaha dan daya beli masyarakat. Data Februari 2021 menunjukkan, tingkat pengangguran terbuka tercatat sebesar 8,51 persen. Angka ini lebih tinggi dari kondisi sebelum pandemi di Februari 2020 yang sebesar 4,93 persen.
Pada periode itu, terdapat 119.824 orang yang menjadi pengangguran, 31.381 orang menjadi bukan angkatan kerja, 57.231 orang sementara tidak bekerja, dan 1.237.014 orang menjadi mengalami pengurangan jam kerja. Mereka mayoritas bekerja di sektor akomodasi dan jasa lainnya, industri pengolahan, serta jasa keuangan dan asuransi.
Rilis BPS hari ini juga menunjukkan, situasi itu berdampak pada kenaikan angka kemiskinan di Jakarta. Pada Maret 2021, jumlah penduduk miskin bertambah 5.100 menjadi 501.920 orang atau 4,72 persen dari total penduduk Ibu Kota. Angka itu meningkat dibanding 4,53 persen penduduk miskin pada Maret 2020, dan 3,47 persen pada Maret 2019.
Penduduk miskin di Jakarta, salah satunya dapat ditentukan dari pengeluaran minimum yang dibawah nilai Garis Kemiskinan (GK). Nilai GK pada Maret 2021 sebesar Rp 697.638 per orang per bulan. Jika diukur dengan skala rumah tangga miskin, yang rata-rata terdiri dari 5 anggota keluarga, mereka harus mampu memenuhi kebutuhan sebesar Rp 3.488.190 per bulan.
Sementara itu, 37,5 persen warga miskin di Jakarta bekerja di lapangan usaha aktivitas jasa lainnya yang paling terdampak aturan PPKM darurat.
”Dengan kondisi mayoritas penduduk miskin Jakarta yang bekerja di lapangan usaha aktivitas jasa lainnya, hal ini akan sulit bagi penduduk miskin untuk keluar dari kemiskinan, terlebih di tengah pandemi,” tulis laporan tersebut.
Bantuan sosial
Kendati tetap naik, BPS DKI Jakarta mencatat kenaikan angka kemiskinan pada Maret 2021 melambat dengan selisih 0,03 persen poin, dibandingkan dengan September 2020 yang naik 0,16 persen poin. Bantuan sosial Covid-19 dinilai masih dapat meredam laju pertumbuhan kemiskinan.
Selain bantuan sosial dari pemerintah pusat, penduduk rentan di Jakarta juga mendapat bantuan sosial dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Program bantuan tunai yang diluncurkan Presiden Joko Widodo, misalnya, mencakup tiga jenis program, yaitu Program Sembako/Bantuan Pangan Nontunai (BPNT), Program Keluarga Harapan (PKH), dan Bantuan Sosial Tunai (BST).
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2021, dari seluruh rumah tangga di Jakarta, 2,97 persen rumah tangga menerima PKH, 5,94 persen rumah tangga menerima BPNT, 2,76 persen rumah tangga menerima PIP, dan 44,78 persen rumah tangga menerima bantuan sosial pemerintah provinsi DKI Jakarta.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, kemarin, menyebut, Pemprov DKI tengah menyiapkan program bantuan bagi warga terdampak agar tidak muncul pelanggaran PPKM darurat dengan alasan ekonomi. Ada program bantuan sosial tunai, stimulus ekonomi, hingga bantuan lainnya.
”Program bantuan akan dilanjutkan. Namun, pelaksanaannya menunggu pemerintah pusat,” kata pria yang biasa disapa Ariza itu.
Kebijakan itu pun dinanti Timboel. Selain bantuan sosial untuk masyarakat miskin dan terdampak, ia juga mengharapkan agar pemerintah pusat dan daerah tidak melupakan para pekerja yang terdampak PPKM darurat.
Menurut dia, pemerintah pusat yang sudah mengalokasikan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk insentif dunia usaha, seperti melalui Bantuan Subsidi Upah, dapat mengevaluasi kebijakannya. Dengan tidak lagi mengandalkan data BPJS Ketenagakerjaan, misaalnya, yang berarti hanya pekerja yang masih mendapat upah yang bisa mendapat bantuan.
”Harusnya langsung saja pemerintah pusat, melalui mediator di dinas ketenagakerjaan di daerah jemput bola tanya ke perusahaan yang terdampak. Bisa juga buat publikasi agar pekerja terdampak bisa melapor, lalu dinas tinggal mengkonfirmasi ke perusahaan agar mereka bisa diberikan bantuan,” ujarnya.
Bantuan-bantuan ekonomi seperti itu, menurut dia, bisa membantu meredam laju peningkatan angka kemiskinan di DKI Jakarta. Namun, pemerintah pusat dan daerah juga perlu berkoordinasi untuk membagi data masyarakat yang sesuai dengan agar bantuan lebih tepat sasaran dan efektif.