Swadaya Warga Membangun Tanah Merah
Kampung Tanah Merah belum sepenuhnya tersentuh anggaran pembangunan pemerintah. Warga kota yang baru saja merayakan hari jadinya ke-494 ini masih mengandalkan swadaya untuk pembangunan dan pemeliharaan fasos fasumnya.
”Mohon maaf perjalanan anda terganggu karena sedang ada perbaikan. Tertanda tim percepatan pembangunan dan pembenahan lingkungan RW 007 Tugu Selatan”.
Demikian bunyi tulisan salah satu plang di ruas Jalan Perjuangan, Rabu (16/6/2021). Jalan beton sepanjang 1,5 kilometer yang membelah Kampung Tanah Merah di Jakarta Utara.
Tanah Merah masuk ke dalam RW 008, 009, 010, dan 011 Kelurahan Rawa Badak Selatan, RW 007 Kelurahan Tugu Selatan di Kecamatan Koja, serta RW 022 Kelurahan Kelapa Gading Barat di Kecamatan Kelapa Gading.
Setiap hari, Jalan Perjuangan dilintasi ribuan kendaraan, baik pribadi maupun angkutan barang. Tak pelak, sebagian cor beton mengelupas hingga berlubang. Siang itu, warga RW 007 tengah mengeruk ruas jalan yang rusak di wilayahnya. Mereka kemudian memadatkan material tanah, batu, dan pasir.
”Jalan di sini masih cor beton. Kami (warga) pengin yang terbaik, tetapi belum bisa (aspal) karena dana terbatas. Seadanya dari swadaya warga,” ujar Herman Sinyo, tokoh masyarakat RW 007.
Sumber utama swadaya 4.290 keluarga dengan 13.167 jiwa ini berasal dari retribusi gerbang. Warga setempat memungut biaya dari setiap kendaraan usaha yang melintasi Jalan Perjuangan.
Kendaraan beroda empat dikenai biaya Rp 3.000, sementara kendaraan roda enam ke atas dikenai biaya Rp 5.000. Dalam sehari, warga bisa mengantongi minimal Rp 400.000. Seluruh pendapatan dimasukkan ke kas RW 007.
Kas itulah cikal bakal pembangunan sekaligus perawatan jalan, saluran air atau drainase, dan lainnya yang tersebar di 22 RT dengan luas 44,2 hektar. Pengurus RT RW akan memungut biaya dari setiap KK jika dana retribusi gerbang tak cukup untuk pembangunan atau perawatan.
”Pembangunan dan perawatan melibatkan warga di sini. Itu bentuk pemberdayaan ekonomi karena tidak ada kegiatan khusus untuk ekonomi warga,” katanya.
Baca Juga: Berselebung Cat Perak dan Berbaju Boneka Mengakali Pandemi
Tak hanya menyasar pembangunan fisik. Swadaya warga juga menghasilkan belasan unit komputer di lantai 2 Sekretariat RW 007. Anak-anak hingga remaja, terutama mereka yang duduk di bangku sekolah, saban hari mengikuti kelas komputer. Gurunya warga setempat yang khatam atau punya pengetahuan tentang teknologi, informasi, dan komunikasi.
Lewat swadaya pula warga bisa mengadakan satu unit mobil ambulans dan memberikan bantuan usaha sebesar Rp 25.000.000 per keluarga yang dicicil dalam jangka waktu tertentu.
”Ke depan kami berencana mendirikan koperasi dan mengalirkan air PAM ke permukiman karena hidup di sini tidak mudah. Butuh perjuangan seperti Jalan Perjuangan,” ujar Teddy Rizal, dari pelayanan masyarakat RW 007.
Warga RW 007 yang kebanyakan pekerja informal dengan upah harian menggantungkan kebutuhan air dari penjual air keliling atau swasta. Harga per kubiknya mencapai Rp 15.000, jauh dari tarif PAM untuk keluarga sederhana sebesar Rp 3.500 per kubik
Kampung asuh
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 190/HGB/DA/76 tertanggal 5 April 1976, Tanah Merah merupakan milik negara dengan status hak guna bangunan atas nama Pertamina. Total tanah negara mencapai 153 hektar dengan area yang digunakan Depo Pertamina Plumpang sekitar 70 hektar dan area yang diokupasi warga sekitar 83 hektar (Kompas, 11 Januari 2012).
Dengan begitu sulit untuk adanya anggaran pembangunan dari pemerintah. Sekalipun sejak 2013 warga sudah mengantongi administrasi wilayah (RT/RW) dan kependudukan (kartu keluarga/KK dan kartu tanda penduduk/KTP).
Belakangan, Pemprov DKI Jakarta mengadakan program Community Action Plan (CAP). Sebuah program peningkatan kualitas permukiman dalam rangka penataan kawasan permukiman terpadu.
CAP berlanjut dengan terbitnya Peraturan Gubernur Nomor 90 Tahun 2018 tentang Peningkatan Kualitas Permukiman Dalam Rangka Penataan Kawasan Permukiman Terpadu. RW 009 dan RW 010 Rawa Badak Selatan serta RW 22 Kelapa Gading Barat masuk dalam peraturan itu sehingga bisa berlangsung pembangunan dengan anggaran pemerintah.
Tiga RW lain, yakni RW 008 dan RW 011 Rawa Badak Selatan serta RW 007, masuk dalam Keputusan Gubernur Nomor 878 Tahun 2018 tentang Gugus Tugas Pelaksanaan Penataan Kampung dan Masyarakat. Itu artinya tiga wilayah mendapatkan program kolaborasi yang menggandeng swasta atau CSR.
Salah satunya Kampung Asuh. Program kerja sama Pemprov DKI Jakarta dengan Young Presidents’ Organization (YPO) Indonesia yang berlangsung sejak Maret lalu.
Kampung Asuh sendiri merupakan program peningkatan kualitas kawasan permukimam dengan skema kolaborasi. Tujuannya menjadikan kampung seperti Tanah Merah sebagai tempat tinggal yang layak dan berkelanjutan pada aspek fisik, ekonomi, dan sosial secara bersama-sama sehingga terwujud persatuan dan kesatuan di Ibu Kota.
Baca Juga: Mereka Tak Hanya Butuh Bansos
YPO memberikan dukungan mencakup bidang pendidikan/edukasi, aspek infrastruktur, sosial dan budaya, atau pemberdayaan ekonomi warga. Dukungan yang sudah tersalurkan dalam bentuk, antara lain, lima unit komputer, tiga printer, lima uninterruptible power supply (UPS), dua stabilizer berukuran 5.000 watt, satu unit sistem reverse osmosis air bersih, satu dispenser air minum, dan satu paket proyektor untuk Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Himmata Tanah Merah.
Pendidikan Anak Usia Dini RW 022 juga kebagian satu komputer dan satu UPS. Sementara setiap RW mendapatkan satu unit komputer, satu printer, satu UPS.
Sepanjang bulan Ramadhan lalu, YPO membagikan 1.000 nasi bungkus secara bergilir. Setiap RW mendapat jatah setiap enam hari sekali. Bantuan lainnya berupa bumbu dapur, buah-buahan, dan takjil.
”YPO berikan bantuan secara bertahap. Polanya berbeda dengan bantuan lain yang biasanya hanya satu kali pada momen tertentu saja,” kata Herman IM, Sekretaris RW 007.
Informasi di kalangan warga, YPO bakal menyalurkan lagi bantuan. Setiap RW akan mendapatkan satu motor dengan gerobak pengangkut.
Penataan kampung
Di sisi lain, CAP sudah mulai berjalan meskipun sempat terkendala pandemi Covid-19 yang melanda Tanah Air. Pada awal tahun ini, Pemprov DKI Jakarta membangun Jembatan Kali Betik di RW 022 Kelapa Gading Barat.
Jembatan dengan panjang 10 meter dan lebar 3 meter itu merupakan salah satu jalur utama di Tanah Merah. Jika rusak, warga harus memutar, melewati jalur alternatif, seperti Jembatan Perjuangan dengan lebar 1 meter.
Pembangunan lain yang tengah berjalan ialah penggalian saluran atau drainase termasuk untuk pemasangan pipa PAM. Pengerjaannya oleh pemenang tender yang dilakukan Dinas Perumahan dan Permukiman DKI Jakarta.
”Penataan kampung yang sedang berjalan hanya penggalian. Program penataan kampung lainnya akan berjalan tahun depan. Itu informasi yang kami terima,” ucap Sukri Ali, Ketua RW 022 Kelapa Gading Barat.
Warga RW 022 menyambut baik pembangunan dengan anggaran pemerintah. Sebab, selama ini, wilayah dengan sembilan RT seluas 19 hektar yang dihuni 3.500 keluarga itu mengandalkan swadaya untuk pembangunan dan pemeliharaan.
Salah satunya biaya langganan air per kubik dari master meter atau meter induk di setiap wilayah abu-abu yang dikelola oleh warganya sendiri. Ada 335 pelanggan di RW 022. Setiap pelanggan dikenai tarif Rp 12.000 per kubik.
Baca Juga: Upaya Jakarta Bangkit Melalui Kolaborasi
Keuntungannya digunakan untuk operasional dan pemeliharaan serta membangun fasilitas sosial dan fasilitas umum. Bahkan, warga mampu membeli satu ambulans dengan perlengkapannya seharga Rp 230 juta.
Sukri mengatakan, pengurus warga akan menghimpun dana dari warga dan perusahaan di wilayah tersebut jika kekurangan dana untuk pembangunan atau pemeliharaan. Contohnya retribusi pengangkutan sampah dan keamanan lingkungan sebesar Rp 15.000-Rp 20.000 per keluarga.
”(Dana) minim, tapi kami maksimalkan saja yang ada. Kalau tidak begitu, mau tunggu kapan baru ada pembangunan,” ujarnya.
Pekerjaan warga di RW 022 beragam. Ada petugas keamanan, karyawan pusat perbelanjaan, pemulung, hingga ibu-ibu yang menjadi tukang cuci gosok di perumahan Kelapa Gading. Sayangnya belum ada program spesifik untuk pemberdayaan warga yang dapat mengentaskan mereka dari kubangan kemiskinan. Warga masih berjuang sendiri-sendiri untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Masih dalam suasana peringatan hari jadi DKI Jakarta ke 494 pada Juni ini, tepatnya pada tanggal 22 lalu, warga Tanah Merah bersukacita karena selalu merasa sebagai bagian dari 10 juta lebih penduduk Ibu Kota. Meskipun demikian, mereka tak memungkiri bahwa nasibnya mungkin tidak sejelas warga metropolitan ini yang memiliki status hukum jelas.
Terlepas dari status lahan yang abu-abu dan tidak ada jaminan suatu saat nanti mereka tetap boleh tinggal atau justru digusur dari tanah negara saat si empunya membutuhkan, warga Tanah Merah terus menyusuri Jalan Perjuangan, bersama-sama berswadaya memperbaiki nasib sebisa mungkin tanpa menunggu pemerintah turun tangan.
Baca Juga: Kisah Tikno, Evita, dan Hasyeti Mendamba Bansos yang Tak Kunjung Datang