Warga yang terdampak pandemi masih membutuhkan banyak upaya agar dapat kembali berdaya. Selain itu, data warga miskin untuk memperlancar pemerataan pembagian bantuan sosial juga perlu perbaikan
Oleh
Stefanus Ato/FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY/helena f nababan/sonya hellen sinombor
·5 menit baca
Warga miskin yang terseok-seok di masa pandemi Covid-19 mensyukuri ada bantuan dari pemerintah meskipun belum mampu mengatasi tuntas masalah mereka. Dibutuhkan banyak cara agar dampak pagebluk ini teratasi.
Di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, sebagian besar warga kurang mampu di daerah itu sudah tersentuh bantuan sosial. Berdasarkan data Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu, pada 2020, jumlah keluarga miskin di sana ada 8.395 keluarga. Mereka tersebar di enam pulau, yakni Pulau Kelapa, Pulau Harapan, Pulau Panggang, Pulau Tidung, Pulau Pari, dan Pulau Untung Jawa.
Di Pulau Pramuka, Marni (45), warga RT 05 RW 02 Kelurahan Panggang, yang setiap hari menggunakan gerobak kecil berdagang aneka kue itu, mengeluhkan sepinya pembeli selama pandemi Covid-19. Penghasilannya per hari dari berjualan kue Rp 50.000.
”Kalau ada tamu (wisatawan) itu ramai. Dagangan saya habis, bisa dapat Rp 100.000. Kalau hanya dari masyarakat sini, sedikit,” kata ibu tiga anak itu, Kamis (17/6/2021).
Marni berjualan keliling untuk membantu suaminya yang bekerja sebagai tukang odong-odong di Pulau Pramuka. Sudah beberapa bulan ini, odong-odong itu tak dioperasikan karena wisatawan yang tak kunjung datang.
”Dulu, banyak tamu yang sering minta saya bantu bakar ikan. Setiap kali bakar ikan itu saya dikasih Rp 100.000 sampai Rp 200.000. Jadi, banyak sumber penghasilan. Sekarang, tinggal dari jualan keliling ini saja,” ucapnya.
Marni termasuk warga penerima bantuan sosial tunai (BST) Rp 300.000 per bulan. Namun, dua bulan terakhir bantuan itu tak lagi ia dapatkan.
Bupati Kepulauan Seribu Junaedi mengatakan, Covid-19 sangat berdampak pada aktivitas wisata di Kepulauan Seribu. ”Pandemi ini, banyak sekali aturan yang memengaruhi industri wisata,” ujarnya Minggu (20/6/2021).
Junaedi menambahkan, untuk membantu warga bertahan hidup di masa pengetatan demi mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19, pemerintah daerah setempat konsisten menyalurkan bantuan kepada warga terdampak.
Sektor konstruksi masih menjadi sektor yang aktif saat pandemi. Di sektor ini, pemerintah daerah bisa membukakan akses bagi para pekerja sektor informal. (Sunyoto Usman)
Banyaknya program bantuan di Jakarta, termasuk di Kepulauan Seribu, baik dari Pemprov DKI maupun dari pemerintah pusat, memang sangat membantu warga. Namun, ada ketidakkonsistenan dalam penyaluran, seperti data penerima bantuan yang belum mencakup semua warga yang berhak.
Koalisi Reformasi Perlindungan Sosial yang terdiri dari Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI), IBP, Perkumpulan Inisiatif, FITRA, dan Kota Kita melakukan survei terhadap 3.958 penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) di 94 kelurahan se-Jakarta pada 16 April-15 Mei 2020. Survei menyebutkan, bantuan milik 70,16 persen responden habis dalam waktu kurang dari sepekan.
Selain itu, pendataan masih bermasalah. Banyak warga miskin baru tidak terdata sehingga tidak mendapatkan bantuan. Dalam survei koalisi ini juga menemukan 2.892 keluarga yang layak menerima justru tak mendapatkan PKH.
Setidaknya ada tiga saran untuk perbaikan. Pertama, pendataan secara digital supaya lebih akurat. Kedua, menambah bantuan sembako dengan uang tunai supaya warga miskin meminimalkan keluar rumah untuk bekerja. Ketiga, jaminan pemerataan dan keadilan pembagian bantuan.
SPRI menyarankan PKH lokal sebagai upaya alternatif. Penerimanya adalah seluruh warga miskin di Jakarta yang belum menerima PKH dan besaran bantuan Rp 1,4 juta-Rp 2,2 juta sesuai kebutuhan minimal warga miskin per bulannya.
Sumber dananya dari APBD DKI Jakarta 2021 sebesar Rp 84,1 triliun. Dengan skema PKH lokal, dibutuhkan Rp 1,1 triliun-Rp 2,1 triliun.
Koalisi masyarakat sipil antikorupsi yang terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI, serta Change.org juga pernah membuka pos pengaduan korban korupsi bansos Covid-19. Pos ini untuk mencari warga di Jabodetabek untuk mengajukan gugatan terhadap Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara.
”Kami sudah mengajukan gugatannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kami minta diadili melalui mekanisme penggabungan gugatan ganti kerugian,” kata salah satu penasihat hukum dari Tim Advokasi Korban Korupsi Bansos, Nelson Nikodemus Simamora, pada Senin (21/6/2021).
Dari pos itu, Nelson mendapat banyak informasi persoalan, mulai dari bantuan sosial tidak layak konsumsi yang didistribusikan oleh Kementerian Sosial, misalnya, beras berkutu, ikan sarden dipenuhi cacing, dan biskuitnya hancur.
”Kemudian berdasarkan audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) nilai paket bansos Rp 140.000 sampai Rp 150.000. Seharusnya Rp 300.000,” ucapnya.
Oleh karena itu, untuk menghindari praktik korupsi bantuan sosial, dilakukan perbaikan dengan pemberian bantuan sosial tunai. Sebab, pemberian bantuan sosial barang melibatkan banyak orang dan berpotensi menimbulkan penyelewengan.
Alternatif bantuan lain tawarkan oleh Sunyoto Usman, Guru Besar Sosiologi Fisipol Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. DKI yang dikenal sebagai kota jasa mesti memetakan kembali sektor-sektor yang masih bergerak dan memberikan harapan, serta membuka lapangan pekerjaan. Sunyoto melihat sektor konstruksi masih menjadi sektor yang aktif saat pandemi. Di sektor ini, pemerintah daerah bisa membukakan akses bagi para pekerja sektor informal.
”Misalnya pemeliharaan gedung, sekolah, lembaga, kantor pemerintah, rumah sakit dan fasilitas kesehatan, kampus. Di sini peran pemerintah daerah untuk dapat memberikan akses kepada sekelompok masyarakat itu ke sektor yang membutuhkan pekerja informal,” katanya.
Komitmen Kemensos
Pemerintah melalui Kementerian Sosial berkomitmen sejak tahun lalu untuk memberikan program bansos, yakni PKH dan Kartu Sembako atau Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Selain itu, menyalurkan Bansos Sembako di Jabodetabek, Bansos Tunai Non Jabodetabek, Bansos Tunai untuk keluarga penerima manfaat (KPM) Sembako Non PKH, dan Bansos Beras bagi KPM PKH. Selanjutnya di 2021, pemerintah menerukan program PKH, Kartu Sembako, dan Bansos Tunai (BST).
”Angka kemiskinan tetap naik. Meski demikian, adanya program bantuan sosial telah menekan naiknya angka kemiskinan sehingga tidak terdapat kenaikan yang cukup drastis sebagaimana diperkirakan oleh bank dunia,” ujar Kepala Biro Humas Kemensos, Hasim, kemarin.
Menurut Hasim, agar bansos lebih tepat sasaran dan memiliki efek yang signifikan dalam penurunan angka kemiskinan, pada 2021, Kemensos melakukan pemutakhiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang menjadi basis data bantuan sosial.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, kemarin, menyatakan, selain memperbaiki data warga miskin dan terus menyalurkan bantuan, DKI juga memastikan akses pendidikan yang lebih baik, khususnya bagi warga miskin, dengan menerapkan sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru.
”Ini langkah jangka panjang agar warga kurang mampu dapat memperbaiki kesejahteraan dan mengurangi ketimpangan sosial,” kata Anies.