Buka Dialog Terkait Penyelesaian Izin Pembangunan GKI Yasmin
Perbedaan pendapat di internal jemaat terkait relokasi rumah ibadah Gereja Kristen Indonesia Yasmin ke lahan yang dihibahkan Pemkot Bogor hendaknya segera diselesaikan. Itu bisa dilakukan dengan membuka ruang dialog.
BOGOR, KOMPAS — Menteri Agama Yaqut Cholil Qouma menyatakan bersyukur atas pemberian hibah lahan oleh Pemkot Bogor kepada pihak Gereja Kristen Indonesia Yasmin. Hal itu menandai selesainya masalah pendirian rumah ibadah GKI Yasmin selama 15 tahun terakhir.
Adapun perselisihan pendapat terkait hal itu di internal jemaat GKI hendaknya segera diselesaikan. Yaqut berharap ke depan jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin bisa beribadah dengan tenang.
”Sebaiknya ini dilihat sebagai solusi agar jemaat GKI Yasmin bisa segera beribadah dengan tenang. Jika masih ada selisih pendapat di internal jemaat, segera diselesaikan dengan menjadikan agama Kristen sebagai inspirasi penyelesaiannya,” ujarnya.
Jika masih ada selisih pendapat di internal jemaat, segera diselesaikan dengan menjadikan agama Kristen sebagai inspirasi penyelesaiannya.
Saat ini hibah lahan dari Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, ke Gereja Kristen Indonesia Pengadilan Bogor masih menimbulkan dualisme di internal jemaat GKI Yasmin. Satu pihak menilai hibah lahan menjadi solusi atas persoalan selama 15 tahun ini, sedangkan pihak lain menilai ada potensi pelanggaran hukum.
Baca juga : Tonggak Baru Penyelesaian Izin Pembangunan GKI ”Yasmin”
Pada 13 Juni 2021, Wali Kota Bogor Bima Arya menghibahkan lahan seluas 1.668 meter persegi kepada Ketua Majelis Jemaat GKI Pengadilan Bogor Pendeta Krisdianto. Lahan itu ada sekitar 1 kilometer dari lokasi lahan GKI Yasmin yang bermasalah selama 15 tahun terakhir.
Lahan yang menjadi sengketa itu terletak di Jalan KH Abdullah bin Nuh Nomor 31, Curug Mekar, Bogor Barat, Kota Bogor. Pada 2006, Pemkot Bogor menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB) gereja.
Kemudian, pada 2008, Pemkot Bogor membekukan IMB, salah satunya karena kasus pemalsuan persetujuan warga. Menurut catatan Kompas pada 15 Oktober 2011, pemalsuan tidak terkait proses administrasi IMB GKI Yasmin.
Berpotensi melanggar hukum
Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur, Selasa (15/6/2021), di Jakarta, mengatakan, relokasi gereja tidak menyelesaikan masalah. Sebab, relokasi tidak sesuai putusan Mahkamah Agung (MA) dan rekomendasi Ombudsman RI (ORI). ”Ini tidak menghormati putusan MA, rekomendasi ORI, dan tidak menghormati kehendak korban (GKI Yasmin). Ini berpotensi melanggar hukum,” tuturnya.
Berdasarkan putusan Peninjauan Kembali MA Nomor 127/PK/TUN/2019 tertanggal 9 Desember 2010, MA menyatakan pembekuan izin pembangunan GKI Yasmin tidak sah. Sementara itu, ORI merekomendasikan untuk membuka segel gereja.
Baca juga : Pemkot Bogor Hibahkan Lahan Aset untuk GKI Yasmin
ORI mengeluarkan rekomendasi dengan nomor 0011/REK/0259.2010/BS-15/VII 2011 tertanggal 8 Juli 2011. Isi rekomendasi itu berupa pencabutan Surat Keputusan Wali Kota Bogor Nomor 645.45-137 Tahun 2011 tertanggal 11 Maret 2011 tentang Pencabutan Keputusan Wali Kota Bogor Nomor 645.8-372 Tahun 2006 tentang Izin Mendirikan Bangunan atas Nama Gereja Kristen Indonesia di Taman Yasmin, Kelurahan Curug Mekar, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor.
Gubernur Jawa Barat dan Wali Kota Bogor diminta melaksanakan rekomendasi itu. Adapun rekomendasi ORI bersifat wajib sesuai UU No 37/2008 Pasal 38. Isnur mengatakan, langkah Pemkot Bogor menghibahkan lahan berpotensi melanggar hukum. ”Kami merancang gugatan kembali dan menyiapkan legal opinion. Kami menunggu kabar dan kesiapan korban. Jika siap, kami akan sampaikan gugatan hukum,” ujarnya.
Pengurus dan juru bicara GKI Yasmin Bona Sigalingging mengatakan, gedung GKI Yasmin masih disegel. Pembekuan IMB juga berlangsung. Relokasi gereja ke lahan hibah Pemkot Bogor dinilai belum sesuai putusan MA dan ORI. ”Yang dimaksud GKI Yasmin dari putusan MA dan rekomendasi ORI adalah yang ada di Jalan KH Abdullah bin Nuh Nomor 31, Curug Mekar, Bogor Barat, Kota Bogor. Yang perlu diselesaikan harusnya merujuk ke lokasi itu,” ucap Bona.
Menurut Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos, penyelesaian polemik GKI Yasmin tidak boleh melanggar hukum dan prinsip kemanusiaan. Ia meminta agar Wali Kota Bogor mematuhi hukum.
Perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Teo Refflesen mengatakan, relokasi GKI Yasmin tidak hanya melawan hukum. Ini juga berpotensi melanggengkan praktik pelanggaran hak asasi manusia (HAM), khususnya kebebasan berkeyakinan dan beragama.
”Kami menilai langkah itu akan terulang lagi dan menjadi preseden. Jika ada kelompok atau gereja lain yang memiliki izin kemudian ditolak, (penyelesaiannya) akan relokasi lagi. Kami tidak ingin ini terjadi karena berhubungan dengan perlindungan dan kehormatan kebebasan berkeyakinan dan beragama di Indonesia,” kata Teo.
Sudah sesuai
Juru Bicara Tim 7 GKI Pengadilan Bogor Arif Zuwana menuturkan, adanya titik ujung penyelesaian masalah pendirian gereja GKI Yasmin dalam 15 tahun terakhir karena faktor komunikasi dan ruang dialog dari sejumlah lembaga.
Menurut Arif, faktor komunikasi itu yang akan menjadi cara mereka untuk permasalahan yang saat ini mereka upayakan terkait ada sejumlah jemaat yang tidak setuju dengan solusi penyelesaian dari Tim 7, Pemkot Bogor, bersama lembaga lainnya.
”Ini urusan rumah tangga GKI. Jadi ibaratnya kita punya anak, jika ada yang bandel, orangtua punya cara tersendiri menyadarkan yang bersangkutan. Itu urusan pribadi rumah tangga GKI dan akan kami selesaikan segera,” kata Arif.
Status sejumlah jemaat seperti Bona Sigalingging dan kawan-kawan, kata Arif, merupakan anggota jemaat GKI. Namun, posisi Bona dkk tidak mempunyai wewenang atas misi yang diberikan GKI. Mereka tidak berhak mengambil keputusan karena GKI sudah menunjuk perwakilan resmi, yaitu Tim 7.
”Tim 7 dan Pemkot Bogor berkomunikasi dengan tenang damai berbicara, tidak saling menyalahkan, tidak saling menghakimi, tetapi semangat mencari solusi. Esensinya jelas, kita ingin membangun rumah ibadah. Itu yang kita tuju,” lanjut Arif.
Arif menjelaskan, Badan Pekerja Majelis Sinode GKI membentuk Tim 7 pada November 2017 karena masalah rencana pembangunan rumah ibadah di area sudah bukan ranah lokal dan perlu ada upaya komunikasi intens. Untuk itu, tim 7 mewakili semua lingkup semua GKI. Selain itu, GKI mempunyai prinsip dalam menyelesaikan masalah tidak dengan kekerasan, menghargai satu sama lain, dan menghargai kearifan lokal.
”Ditunjuknya Tim 7, artinya secara legal standing kami punya. Itulah yang terjadi ketika GKI mengutus tim 7 dan tim 7 berkomunikasi dengan pihak pemkot, kita mendapat solusi terbaik untuk ke depannya. Negara kita besar, jangan mau dipecah. Warisan leluhur kita adalah gotong royong. Menyelesaikan masalah melalui musyawarah untuk mencapai mufakat,” kata Arif.
Arif melanjutkan, sedari awal GKI yang mengurus sarana ibadah di area Yasmin dan saat ini Cilendek Barat. ”Induknya GKI di sini di GKI Pengadilan. Yang mengajukan proses IMB dulu adalah gereja ini. Jadi harus dipahami bahwa yang berproses secara hukum dan komunikasi selama ini adalah GKI Pengadilan Bogor. Jika ada berita di luar itu silakan. Tapi kami menegaskan GKI Pengadilan Bogor, suaranya direpresentatifkan dengan Tim 7,” katanya.