Gubernur Buka Seleksi Jabatan untuk Isi Kekosongan Dinkes Banten
Di tengah kasus korupsi masker KN95 dan pejabatnya yang ramai-ramai mundur, para staf di Dinas Kesehatan Banten wajib tetap bekerja seperti biasa, profesional, dan berintegritas sebagai pelayan publik.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Gubernur Banten Wahidin Halim belum memutuskan sanksi kepada 20 pejabat di dinas kesehatan yang mengundurkan diri karena korupsi masker KN95. Sembari mempelajari hasil pemeriksaan dan rekomendasi dari tim pemeriksa, pihaknya akan membuka seleksi jabatan untuk mengisi posisi yang kosong supaya pelayanan publik tidak terganggu.
Wahidin melalui siaran video di akun Instagram-nya pada Rabu (2/6/2021) malam menyesalkan pengunduran diri aparatur sipil negara tersebut di tengah konsentrasi untuk mengendalikan pandemi Covid-19.
”Saya memahami ada ketakutan karena temannya ditahan, tetapi jangan kabur begitu saja. Pengunduran diri tanpa menyampaikan alasan terlebih dulu kepada pimpinan bertentangan dengan tugas dan sumpah jabatan sehingga akan mendapatkan hukuman,” ucapnya.
Tidak bisa toleransi. Staf di dinkes tetap bekerja, tidak perlu kerja di luar kantor. Kerja di kantor. Kalau tidak, akan saya berikan hukuman. (Wahidin Halim)
Pemprov Banten telah memeriksa para pejabat yang mundur di Aula Pendopo Gubernur yang terletak di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten, Curug, Kota Serang, Rabu (2/6/2021) pagi. Sekretaris Daerah Banten Al Muktabar menjadi ketua tim dalam pemeriksaaan yang berlangsung tertutup. Anggotanya antara lain Asisten Daerah III, Inspektorat, dan Badan Kepegawaian Daerah.
Wahidin menyebutkan, pemeriksaan tersebut untuk mencari tahu motif dan akar masalah pengunduran diri. Tim pemeriksa menelusuri apakah ada provokator atau pemicu gerakan mundur beramai-ramai itu.
Politisi Partai Demokrat ini memastikan tidak ada toleransi terhadap tindakan indisipliner. Semua pejabat yang mundur harus siap menerima konsekuensi tanpa jabatan, termasuk pemecatan, karena sudah ada alasan hukum yang kuat.
”Tidak bisa toleransi. Staf di dinkes tetap bekerja, tidak perlu kerja di luar kantor. Kerja di kantor. Kalau tidak, akan saya berikan hukuman. Tetap aktif dan jangan terpengaruh. Kalian pegawai yang digaji oleh negara. Kalau tidak, akan disanksi,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, mantan Wali Kota Tangerang ini mengumumkan akan membuka seleksi jabatan untuk mengisi kekosongan di dinas kesehatan. Seluruh ASN se-Provinsi Banten dengan latar belakang pendidikan yang sesuai bisa mengikuti seleksi yang menurut rencana berlangsung Kamis dan Jumat (3-4/6/2021).
”Kesempatan untuk isi jabatan sekretaris dinas dan kepala bidang yang kosong dibuka. Ini kesempatan bagi yang berminat untuk mengisi kekosongan jabatan. Kalau berjalan lancar, bisa dilantik secepatnya,” katanya.
Pemeriksaan
Sebelumnya, pemeriksaan berlangsung sejak pukul 08.30. Selain 20 pejabat yang mengundurkan diri, hadir pula Kepala Dinas Kesehatan Banten Ati Pramujdi Hastuti.
Dihubungi dari Tangerang, Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Banten Komarudin menyebutkan, tim memeriksa pejabat satu per satu dan pemeriksaan berjalan lancar. Ada beragam alasan pengunduran diri, tetapi intinya para pejabat menyesal karena pengunduran diri itu menimbulkan kegaduhan di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten.
”Dalam pemeriksaan didapatkan informasi bahwa ada pejabat yang memang berniat mundur, sekaligus mengajak rekannya yang lain. Ada juga pejabat yang mundur tanpa mengajak rekannya dan pejabat yang hanya ikut mundur sebagai solidaritas terhadap sejawatnya yang terjerat korupsi,” katanya.
Selain alasan mundur, tim juga memperoleh keterangan bahwa sejumlah pejabat merasa terintimidasi dalam bekerja. Intimidasi berasal dari kepala dinas kesehatan sehingga yang bersangkutan hadir dalam pemeriksaan.
”Sudah diidentifikasi. Kepala dinas kesehatan hadir dan menjelaskan semuanya. Kami harus obyektif supaya masalah tidak berlarut-larut,” ujarnya.
Hasil pemeriksaan beserta rekomendasinya akan diserahkan kepada Gubernur Banten Wahidin Halim. Namun, tim pemeriksa enggan membuka rekomendasi yang mereka berikan terkait nasib para pejabat itu.
Komarudin mengatakan, pemerintah bisa menerima pengunduran diri atau menunda dan memberi sanksi tanpa jabatan atau pemecatan apabila para pejabat merugikan instansi dan lalai dalam menjalankan tugas. Meski begitu, nasib para pejabat tergantung keputusan dari gubernur karena pengangkatan dan pemberhentian aparatur sipil negara berdasarkan surat keputusan gubernur.