Penegakan aturan yang penuh komitmen sangat menentukan efektivitas pelarangan mudik
Oleh
Eren Marsyukrilla (Litbang Kompas)
·4 menit baca
Larangan mudik Lebaran 2021 yang lebih ketat tak menyurutkan niat sebagian warga untuk berhari raya di kampung halaman. Ketegasan dan komitmen dalam menegakkan aturan diperlukan agar peniadaan mudik dapat berjalan optimal dalam mengendalikan pandemi.
Perluasan pembatasan mobilitas pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN) yang tertuang dalam adendum Surat Edaran (SE) Nomor 13 Tahun 2021 belum sepenuhnya mampu memupuskan keinginan ber-Lebaran di kampung halaman. Mudik lebih awal sepertinya menjadi pilihan yang tepat guna menghindari aturan Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Covid-19 Selama Bulan Suci Ramadhan yang ketat. Padahal, pemerintah juga menentukan sejumlah persyaratan, salah satunya wajib menunjukkan surat keterangan bebas Covid-19 yang hanya berlaku 1 x 24 jam.
Pada pekan terakhir jelang peniadaan mudik yang berlaku efektif mulai 6 -17 Mei 2021, arus kendaraan yang keluar masuk antarwilayah justru terpantau mengalami kenaikan. Di Gerbang Tol Kalikangkung, misalnya, terhitung 1-4 Mei 2021, Jasa Marga mencatat ada kenaikan volume kendaraan. Dalam kondisi normal, volume kendaraan yang melintas sekitar 23.000, tetapi dalam periode tersebut jumlah kendaraan yang melewati GT Kalikangkung bisa mencapai 26.000-27.000 kendaraan (Kompas, 6/5/2021).
Sejumlah sanksi juga sudah dipersiapkan bagi pemudik yang masih nekat, mulai dari teguran untuk memutar balik kendaraan hingga denda maksimal atau kurungan penjara yang mengacu pada Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Ancaman hukuman pidana juga akan diterapkan bagi oknum yang berani memalsukan dokumen persyaratan perjalanan, seperti surat kerja, keterangan bebas Covid-19, dan surat izin keluar masuk (SIKM).
Minat mudik
Sekalipun berbagai aturan dan ancaman sanksi telah menanti, gelombang mudik pada hari raya memang begitu sulit untuk dibendung.
Jajak Pendapat Kompas kepada 520 responden merekam masih besarnya minat masyarakat untuk mudik. Pasca diumumkannya aturan pembatasan pergerakan dan peniadaan mudik, sepertiga responden menyatakan masih tetap berminat untuk melakukan mudik.
Responden yang berkeinginan mudik tersebut terdistribusi cukup merata pada jenis perjalanan mudik, mulai jarak dekat antarwilayah dalam satu kota, antarkota dalam satu provinsi, atau antarprovinsi dalam satu pulau, hingga perjalanan antarpulau. Hal itu menegaskan pula bahwa mudik sebagai bagian dari tradisi telah mengikat secara emosional sehingga tidak lagi didasarkan pada pertimbangan jauh dekatnya jarak yang harus ditempuh.
Upaya meredam keinginan mudik tahun ini jauh lebih berat di tengah euforia program vaksinasi yang dirasakan masyarakat.
Harus diakui pula, upaya meredam keinginan mudik tahun ini jauh lebih berat di tengah euforia program vaksinasi yang dirasakan masyarakat. Hasil jajak pendapat juga mendapati bahwa vaksinasi yang dilakukan berpengaruh pada minat masyarakat untuk dapat melakukan perjalanan.
Meski lebih dari separuh responden, baik yang sudah divaksin maupun belum divaksin menyatakan tidak berminat mudik. Namun, ada sekitar 16 persen responden yang sudah menerima vaksin tahap pertama tetap berkeinginan mudik.
Sementara tingkat minat untuk mudik yang lebih besar (37,8 persen) ditunjukkan oleh responden yang sudah divaksin dengan dosis lengkap. Temuan ini menunjukkan bahwa vaksinasi sedikit banyak memengaruhi psikologis yang menjadikan perasaan lebih aman dari penularan virus sehingga seseorang berani untuk melakukan mobilitas di tengah pandemi.
Efektivitas aturan
Secara garis besar, masyarakat sebetulnya menerima kebijakan pemerintah untuk kembali melarang mudik Lebaran tahun ini. Hal itu tergambar dari hasil jajak pendapat di mana 58,8 persen responden setuju terhadap aturan pelarangan mudik tersebut. Respons positif terhadap aturan itu menggambarkan adanya kesadaran yang besar di tengah masyarakat untuk peduli terhadap upaya penanganan Covid-19.
Hasil jajak pendapat juga merekam sejumlah hal yang menjadi catatan evaluasi pemerintah saat kembali menerapkan larangan mudik Lebaran di tahun kedua masa pandemi ini. Belajar dari penerapan larangan mudik Lebaran tahun sebelumnya, sebanyak 31 persen responden menyoroti penegakan aturan yang tak dilakukan dengan optimal oleh para petugas.
Penegakan aturan yang penuh komitmen memang sangat menentukan efektivitas pelarangan mudik. Dalam hal penyekatan arus kendaraan, misalnya, pengawasan penuh oleh petugas harus optimal sepanjang waktu sehingga tidak ada celah bagi pengguna kendaraan untuk lolos dari penegakan aturan.
Selain itu, sekitar sepertiga responden lainnya menyoroti mengenai kualitas koordinasi yang dilakukan antara pemerintah pusat dan daerah dalam detail teknis pelaksanaan aturan. Misalnya terkait dengan larangan mudik lokal di kawasan aglomerasi, pemerintah pusat dan daerah harus satu kata agar tidak ada kesalahpahaman dalam penerapan aturan tersebut.
Meskipun berat, semua pihak sudah semestinya memahami risiko besar penularan Covid-19 dari aktivitas perjalanan yang dilakukan. Penting pula untuk menumbuhkan kesadaran bahwa kedisplinan dalam mematuhi segala aturan merupakan bentuk tanggung jawab bersama agar upaya menekan penyebaran Covid-19 berjalan efektif.