Gantikan KRL, 20 Bus Gratis Beroperasi dari Stasiun Tanah Abang
Untuk memfasilitasi penumpang KRL yang tidak bisa bermobilitas karena layanan KRL dari Stasiun Tanah Abang dihentikan pukul 15.00-19.00, Dinas Perhubungan DKI Jakarta mengoperasikan 20 bus Transjakarta gratis.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dinas Perhubungan DKI Jakarta mengoperasikan 20 bus Transjakarta gratis untuk memfasilitasi penumpang yang tidak bisa naik KRL di Stasiun Tanah Abang karena peniadaan operasi untuk sementara. Ke-20 bus gratis itu beroperasi sesuai dengan jam KRL yang tidak berhenti di Stasiun Tanah Abang pada pukul 15.00-19.00.
Syafrin Liputo, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Senin (3/5/2021), menjelaskan, sesuai yang viral pada Jumat (30/4/2021) sore, di Stasiun Tanah Abang terjadi penumpukan penumpang. Kerumunan dan kepadatan itu terjadi akibat banyaknya pengunjung pasar dan yang hendak pulang.
Setelah kejadian kepadatan dan kerumunan itu, pengelola Stasiun Tanah Abang dan Pemprov DKI Jakarta melakukan pengaturan dan rekayasa layanan KRL. Untuk menekan penumpukan dan kepadatan penumpang, layanan KRL ditiadakan pada pukul 15.00-19.00.
Untuk rekayasa layanan KRL, pada jam itu seluruh layanan KRL akan berhenti sebelum Stasiun Tanah Abang. Dari arah Jatinegara, Bogor, dan Depok, kereta berhenti di Stasiun Karet, dari arah Parung Panjang/Serpong kereta berhenti di Stasiun Palmerah, kereta dari arah Tangerang dan Jatinegara berhenti di stasiun Duri dan Stasiun Angke.
Jadi, lanjut Syafrin, untuk masyarakat yang memang selama ini pergerakannya dengan KRL, dengan penghentian operasi pada 15.00-19.00, Dishub DKI dan Transjakarta memfasilitasi dengan menyediakan bus gratis. Ada 20 bus low entry atau bus berpintu masuk rendah yang disiapkan Dishub DKI dan semuanya gratis.
Bus-bus itu beroperasi di empat rute baru, yaitu dari Stasiun Tanah Abang-Stasiun Karet, Stasiun Tanah Abang-Stasiun Palmerah, Stasiun Tanah Abang-Stasiun Duri, dan Stasiun Tanah Abang-Stasiun Angke. ”Layanan ini gratis,” jelas Syafrin.
Erni Sylvianne Purba, VP Corporate Communications PT Kereta Api Indonesia Commuter (PT KAI Commuter), melalui keterangan tertulis, menjelaskan, situasi di Stasiun Tanah Abang sejak Senin pagi hingga siang terlihat normal. Namun, seperti telah disampaikan sebelumnya, mulai Senin (3/5/2021) pukul 15.00-19.00, Stasiun Tanah Abang tidak melayani naik dan turun pengguna KRL.
”Dengan adanya kebijakan tersebut, para pengguna KRL yang biasanya naik dan turun di Stasiun Tanah Abang pada waktu tersebut agar dapat menyesuaikan kembali perjalanannya,” jelasnya.
Hingga Senin pukul 09.00, jumlah pengguna KRL di semua stasiun mencapai 172.852 orang atau bertambah sekitar 3 persen dibandingkan dengan Senin (26/4/2021) di waktu yang sama. Saat itu, penumpang tercatat 166.914 orang.
Sementara stasiun yang mencatat kenaikan jumlah pengguna, antara lain, Stasiun Depok Baru (8.180 pengguna, naik 10 persen dibandingkan dengan pekan lalu di waktu yang sama), Stasiun Bekasi (9.900 pengguna, naik 4 persen), dan Stasiun Sudimara (5.664 pengguna, naik 3 persen). Sementara stasiun yang mencatat penurunan jumlah pengguna, antara lain, Stasiun Cilebut (8.525 pengguna, turun 1 persen).
Secara terpisah, anggota Komisi A dari Fraksi PSI, Wiliam Aditya Sarana, mengkritisi Pemprov DKI yang baru mulai bertindak saat ramai diberitakan di media massa dan media sosial. Padahal, kerumunan massa mulai melonjak seminggu terakhir di berbagai tempat, seperti di pasar, pusat perbelanjaan, dan tempat wisata.
”Kerumunan Tanah Abang itu tidak tiba-tiba terjadi dalam satu hari, hanya saja Gubernur Anies baru bertindak saat sudah viral di media. Kalau tidak viral, saya kira tidak akan ada tindakan apa-apa,” ujarnya.
Pemprov DKI Jakarta, kata dia, bahkan sepertinya tidak peduli dengan aturan yang dibuatnya sendiri, yakni PPKM mikro yang membatasi jumlah pengunjung hingga 50 persen dari kapasitas normal. ”Hampir tidak ada pembatasan, apalagi penegakan aturan. Jatuhnya hanya sekadar aturan tertulis saja,” kata William.
Padahal, lemahnya penegakan ini mempertaruhkan kesehatan warga Jakarta. ”Lonjakan kerumunan massa itu selalu terjadi jelang hari raya atau libur panjang, seharusnya otomatis penjagaan diperketat,” tambahnya.
Menurut William, seharusnya Pemprov DKI Jakarta sudah mengerahkan satpol PP yang bekerja sama dengan PD Pasar Jaya untuk menjaga lokasi pasar. Pengecekan suhu dan penggunaan masker juga harus dilakukan disertai penindakan jika ada yang melanggar.
William mendorong Pemprov DKI Jakarta untuk terus melakukan edukasi, baik melalui pembelajaran maupun melalui sanksi. ”Saat ini masyarakat sudah mulai lelah dengan pandemi dan merasa lebih aman karena vaksinasi semakin gencar, tapi edukasi tak boleh putus,” tambahnya.
Pemprov DKI Jakarta harus menggerakkan satgas Covid-19 di RT dan RW untuk terus mengedukasi warganya, yaitu agar tidak lengah dan menyepakati sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan dan menindak pelanggar.