Puluhan Perempuan Muda Terlibat Prostitusi Daring di Koja
Sebuah hotel di Koja, Jakarta Utara, digunakan sebagai tempat praktik prostitusi daring. Polisi masih menyelidiki kemungkinan adanya tindak pidana perdagangan orang di balik kasus itu.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polisi menangkap 82 orang yang terlibat praktik prostitusi daring di sebuah hotel di Koja, Jakarta Utara. Polisi masih menyelidiki dugaan tindak pidana perdagangan orang di balik praktik prostitusi tersebut.
Kepala Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Koja Ajun Komisaris Wahyudi, Kamis (18/3/2021), mengatakan, dari 82 orang itu, ada 45 perempuan yang bekerja sebagai pekerja seks komersial dan 37 lainnya merupakan lelaki atau pelanggan. Mereka digrebek polisi di sebuah hotel di Jalan Kramat Jaya, Koja, pada Rabu (17/3/2021) sore.
”Sementara untuk mereka (45 perempuan) belum ada yang di bawah umur. Usia mereka rata-rata 18 tahun sampai 19 tahun,” kata Wahyudi di Jakarta.
Usia mereka rata-rata 18 tahun sampai 19 tahun.
Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, batasan usia anak yaitu seseorang yang belum berusia 18 tahun.
Wahyudi menambahkan, para pekerja seks komersial yang digerebek itu selama ini mencari pelanggannya secara daring melalui aplikasi MiChat. Tarif yang ditawarkan untuk sekali kencan Rp 300.000.
”Mereka tidak menggunakan mami (mucikari). Dari pengakuan mereka, kalau pakai mami mereka harus bayar Rp 100.000. Makanya, mereka langsung komunikasi dengan tamu,” katanya.
Selidiki dugaaan pidana
Menurut Wahyudi, polisi berhasil menggerebek hotel tersebut berkat laporan masyarakat lantaran tempat itu diduga digunakan sebagai tempat prostitusi daring dan meresahkan masyarakat. Dari penggerebekan itu, polisi juga menyita 22 alat kontrasepsi.
”Di hotel itu mereka ini sewanya harian. Satu hari biaya sewanya Rp 180.000,” katanya.
Saat ini, para pihak yang terlibat dalam praktik prostitusi daring masih menjalani pemeriksaan di Polsek Koja. Penyelidikan itu juga untuk mendalami dugaan tindak pidana perdagangan orang di balik praktik prostitusi tersebut. Salah satu pihak yang akan dipanggil untuk diperiksa adalah pengelola hotel.
”Kalau ada tindak pidana, kami proses lanjut. Namun, jika tidak ada, mereka yang bekerja sebagai PSK ini akan kami titipkan di dinas sosial untuk direhabilitasi,” ujarnya.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya dalam kurun waktu Januari-Februari 2021 juga membongkar 10 kasus bisnis prostitusi. Dari seluruh kasus, polisi mengungkap ada 91 anak menjadi korban eksploitasi seksual.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus menyebutkan, jumlah tersebut berasal dari total 286 korban eksploitasi karena 195 orang lainnya berusia dewasa.
”Pelaku-pelaku mencari keuntungan pribadi, tetapi yang dikorbankan anak-anak di bawah umur, generasi muda untuk masa depan kita,” tuturnya dalam konferensi pers, Kamis (25/2/2021), di Jakarta.
Yusri mengatakan, polisi menghimpun total 15 tersangka penggerak bisnis kotor tersebut. Mereka tergolong germo alias mucikari. Dari hasil pemeriksaan, semua mengaku menjalankannya karena kebutuhan ekonomi.
Pengungkapan oleh petugas Subdirektorat V/Remaja, Anak, dan Wanita Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya tersebut berawal dari adanya laporan dugaan eksploitasi seksual memanfaatkan aplikasi MiChat. Polisi pun menindaklanjuti dengan penggerebekan di sejumlah hotel di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan pada 7 Januari-23 Februari.
Modus umumnya, pelaku dan korban berkenalan melalui beragam media sosial lalu membuat janji bertemu di suatu tempat. Pelaku lantas mengajak korban berpacaran dan membujuk untuk menginap di hotel selama beberapa hari. Selama itu, pelaku meminta korban berhubungan seksual.
Setelah melecehkan korban mereka, para pelaku lantas mengeksploitasi korban untuk ditawarkan kepada pria hidung belang. Pelaku membuat akun MiChat untuk menawarkan pacar mereka sebagai perempuan pesanan.
”Anak ditawarkan dengan bayaran Rp 300.000-Rp 500.000,” ujar Yusri. Para germo menerima bagian Rp 50.000-Rp 100.000 per tamu, sedangkan sisanya digunakan untuk membayar biaya sewa kamar hotel dan kebutuhan hidup sehari-hari bersama korban, (Kompas, 26/2/2021).