Tren Kasus Covid-19 di DKI Jakarta Menurun dengan Catatan
Secara umum, seluruh wilayah Jakarta masih dikategorikan merah atau wilayah dengan kasus Covid-19 tinggi di kisaran 21-100 kasus per kelurahan.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selama sebulan terakhir, sejak pemerintah pusat menetapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Pulau Jawa dan Bali, angka kasus positif Covid-19 di Ibu Kota cenderung menurun. Meski demikian, secara umum seluruh wilayah Jakarta masih dikategorikan merah atau wilayah dengan kasus Covid-19 tinggi, di kisaran 21 hingga 100 kasus per kelurahan.
Data yang dihimpun dan diolah Center for Metropolitan Studies (Centropolis) Universitas Tarumanagara, lembaga yang mengkaji isu perkotaan serta real estat, menunjukkan kecenderungan itu. ”Perbandingan yang dipakai adalah tanggal 6 Februari yang mengungkapkan ada 24.044 kasus aktif, yaitu jumlah orang yang dirawat ataupun isolasi karena positif mengidap Covid-19,” kata peneliti senior Centropolis, Suryono Herlambang, di Jakarta, Minggu (7/3/2021).
Berdasarkan perkembangan data per pekan, pada 6 Maret jumlah kasus positif sebanyak 7.226 kasus. Apabila diurutkan setiap pekan, jumlah kasus aktif ialah 20.662 kasus pada 12 Februari, 13.616 kasus (18 Februari), 10.354 kasus (24 Februari), dan 10.365 kasus (28 Februari).
Meskipun begitu, jika dilihat dari penambahan kasus positif harian, angkanya masih relatif tinggi, yaitu di kisaran 1.000-2.000 kasus per hari. Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyebut, penambahan kasus harian mencakup data yang baru disetor sejumlah laboratorium maupun fasilitas kesehatan setelah diendapkan selama beberapa hari.
”Kajian sejauh ini tidak ada ledakan jumlah kasus setelah libur Tahun Baru Imlek. Berbeda dengan kejadian pada Natal 2020 dan Tahun Baru 2021,” ungkap Suryono.
Keputusan pemerintah pusat menerapkan PPKM guna menghindari perjalanan masyarakat secara besar-besaran mulai menunjukkan hasil. Apalagi, daerah tujuan wisata seperti Kota Bogor juga menerapkan pembatasan lebih jauh, seperti sistem ganjil genap untuk kendaraan bermotor, sehingga pergerakan masyarakat kian sukar. Ditambah pula Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperpanjang pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sebagai wujud PPKM mikro hingga 22 Maret.
Namun, ketika dilihat dari peta Centropolis, Jakarta masih berwarna merah. Lembaga ini menggunakan kode warna hitam untuk kelurahan yang jumlah kasus positifnya di atas 100. Selain itu, ada berbagai rona merah untuk menunjukkan jumlah kasus 21-100 per kelurahan.
Menurut peta 28 Februari, Kelurahan Srengseng Sawah di Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, masih berwarna hitam. Akan tetapi, pada peta 6 Maret sudah berwarna merah.
Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyatakan bahwa kelurahan dengan angka kasus positif tertinggi adalah Cibubur dengan 72 kasus, dilanjutkan Duren Sawit (66 kasus), Kebon Bawang (64 kasus), Duri Kosambi dan Lubang Buaya (63 kasus), serta Bintaro dan Pejagalan (60 kasus).
Data bansos
Sebagai bentuk perlindungan masyarakat selama PPKM maupun PSBB, Pemprov DKI Jakarta memberikan bantuan sosial (bansos) berupa uang tunai maupun paket sembako. Berbagai keluhan klasik yang diutarakan masyarakat ialah pemberian tersebut tidak tepat sasaran karena ada orang berekonomi mampu tetap menerima bansos.
Terdapat pula kasus pungutan liar. Misalnya bansos tunai dipotong oleh pengurus rukun tetangga maupun rukun warga sebesar Rp 10.000 sampai Rp 50.000 dengan alasan untuk menyumbang pembangunan pos ronda atau hal lainnya. Semua tanpa persetujuan penerima bansos ataupun diputuskan melalui musyawarah RT/RW.
Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta Premi Lasari mengatakan, pemutakhiran data tengah dilakukan. Warga Ibu Kota yang memiliki KTP DKI Jakarta akan menerima bansos tunai tahap kedua pada pekan kedua bulan Maret. Orang-orang yang baru masuk daftar akan menerima buku tabungan dan kartu anjungan tunai mandiri. Besar bantuan masih Rp 300.000 per bulan.
Hal tersebut disambut baik oleh Koalisi Reformasi Perlindungan Sosial (KRPS). Juru bicara KRPS, Dika Moehammad, mengatakan pemutakhiran jangan hanya berupa tambal sulam, yakni memperbaiki ketika ada keluhan dari masyarakat atau lembaga pengawas independen. Harus ada pemutakhiran sistem secara berkesinambungan agar data selalu akurat.
”Selain itu, jangan cuma data penerima bansos tunai yang dibenahi. Data penerima Program Keluarga Harapan, Bantuan Pangan Nontunai, dan skema-skema bansos lain juga harus dimutakhirkan,” tuturnya.
KRPS juga meminta ketegasan Pemprov DKI Jakarta menindak para pelaku pemotongan bansos. Harus ada aturan jelas yang mengatakan bantuan tersebut tidak boleh dikurangi dengan alasan apa pun karena melanggar hak penerima manfaat.