Hadapi Cuaca Ekstrem, Kota Bogor Siaga Bencana Alam
Kota Bogor masih rawan bencana longsor, banjir, dan pohon tumbang.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Selama periode Januari-Febuari 2021 terjadi 132 bencana dengan nol korban jiwa di Kota Bogor. Pemerintah Kota Bogor meminta jajaran terkait segera memetakan potensi wilayah rawan bencana dan mitigasi risiko bencana agar tidak menimbulkan korban jiwa.
Kepala Pelaksana BPBD Kota Bogor Priyatnasyamsah mengatakan, sepanjang 2020 lalu, tercatat ada 740 kejadian bencana dengan enam korban jiwa meninggal dunia. Sementara periode Januari-Februari 2021, sudah ada 132 kejadian bencana dengan nol korban jiwa. Bencana yang paling mendominasi adalah tanah longsor, bangunan ambruk, dan pohon tumbang.
”Pada pekan lalu, Senin hingga Minggu (15-21/2/2021), terjadi 26 kejadian bencana di Kota Bogor. Mulai dari pohon tumbang, tanah longsor, atap rumah ambruk, tembok jebol, dan bangunan ambruk,” kata Priyatna, Rabu (24/2/2021).
Mitigasi risiko bencana perlu penanganan penyelesaian terhadap sumbatan-sumbatan di saluran air karena mengakibatkan air tidak mengalir ke Sungai Ciliwung. (Een Irawan Putra)
Dari 26 bencana itu, kata Priyatna, 14 di antaranya merupakan kejadian tanah longsor yang terjadi di Kelurahan Cimahpar dan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara; Kelurahan Katulampa di Kecamatan Bogor Timur; Kelurahan Curug, Pasir Jaya, Gunung Batu, dan Semplak di Bogor Barat; serta daerah rawan longsor di Bondongan, Muara Sari, Lawang Gintung, dan Cipaku, di Kecamatan Bogor Selatan; wilayah rawan kekeringan di Mulyaharja; serta rawan angin puting beliung di Kelurahan Genteng.
Ketua Komunitas Peduli Ciliwung (KPC) dan Sekretaris Satgas Ciliwung Een Irawan Putra menuturkan, dalam mitigasi risiko bencana perlu penanganan penyelesaian terhadap sumbatan-sumbatan di saluran air karena mengakibatkan air tidak mengalir ke Sungai Ciliwung.
”Untuk posisi wilayah yang lebih rendah dari sungai yang memiliki rekam jejak sering banjir, intervensi yang bisa dilakukan mulai dari membangun tembok penahan air, vegetasi, atau memindahkan warga sebagai pilihan terakhir,” kata Een.
Een melanjutkan, persoalan mendasar yang menjadi salah satu penyebab risiko besar banjir adalah perilaku warga membuang sampah ke sungai. Tidak hanya itu saja, pembangunan rumah atau pabrik di bibir sungai juga menyebabkan parkir air menjadi sempit.
Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, dari peringatan dan prediksi curah hujan ekstrem di Jabodetabek dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), perlu segera diantisipasi. Jajaran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Bogor, serta Satgas Ciliwung, hingga camat dan luruh, harus memetakan potensi wilayah yang rawan bencana.
”Ada bencana alam akibat manusia, ada bencana karena force majeure (terjadi di luar kemampuan manusia atau faktor alam). Force majeure ini kita tidak bisa berbuat banyak, misalnya tiba-tiba gempa dahsyat. Meski begitu, harus ada pemetaan atau mapping di lapangan. Saya tidak mau BPBD ini seperti pemadam kebakaran. Datang, semprot, sudah. Jadi harus ada langkah sistematik,” kata Bima.
Bima melanjutkan, BPBD dan Dinas PUPR perlu rutin memetakan agar risiko bencana dapat dikurangi dan tidak berdampak besar kepada warga, baik melalui pembangunan fisik maupun peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Selain itu, perlu juga memastikan kesiapan sistem koordinasi.
”Pertama, harus ada kesiapan sistem koordinasi. Jadi, begitu ada peningkatan status siaga dari Katulampa, sistem sudah bergerak. Kedua, ada proses evakuasi yang sudah disimulasikan. Ada beberapa lokasi yang memang langganan banjir, begitu terjadi sudah ada mekanismenya. Logistik pun sudah harus siap. Terakhir, sosialisasi dini kepada warga yang tinggal di lokasi-lokasi rawan agar menghindar dulu,” kata Bima.
Kepala Dinas PUPR Chusnul Rozaqi mengatakan, pihanya saat ini sedang menangani tembok pembatas tanah (TPT) di Kelurahan Mekarwangi, Tanah Sareal, yang mengalami longsor. Lokasi TPT yang berada di aliran Sungai Cidege Kulon itu sudah tiga kali mengalami lonsor sejak 2019.
”Untuk longsor Mekarwangi, tahun ini PUPR menganggarkan Rp 953 juta guna perbaikan TPT dan Rp 396 juta guna rekonstruksi jembatan. Untuk lokasi yang biasanya banjir di Taman Sari Persada, Cibadak, tahun ini kami menganggarkan Rp 1,6 miliar untuk perbaikan tebing dan Rp 1 miliar untuk perbaikan drainase,” kata Chusnul.