Bertambah 16.000 Jiwa, Warga Miskin Ibu Kota Butuh Kegiatan Produktif
Kini ada 497.000 warga miskin di DKI. Selain program bantuan reguler, juga dibutuhkan kegiatan produktif untuk membantu mereka lebih mandiri.
Oleh
laraswati ariadne anwar/stefanus ato/sucipto/i gusti agung bagus angga putera
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pusat Statistik kembali merilis laporan kemiskinan. Ada dua kali dalam satu tahun. Kali ini laporan berbasis pencacahan yang dilaksanakan pada September 2020 atau enam bulan pandemi Covid-19 melanda Jakarta serta Indonesia.
Jumlah penduduk miskin di Jakarta kini 4,69 persen dari total penduduknya atau 496.840 jiwa atau hampir mencapai 497.000 jiwa. Persentase ini lebih rendah jika dibandingkan dengan angka penduduk miskin nasional, yakni 10,21 persen. Meski demikian, ada kenaikan dibanding hasil pencacahan Maret 2020. Kala itu, ada 481.000 warga miskin di DKI. Dalam enam bulan total ada penambahan warga miskin sekitar 16.000 jiwa.
”Pandemi memang memberi dampak bagi kenaikan jumlah penduduk miskin. Berdasarkan perhitungan, Garis Kemiskinan (GK) Jakarta September 2020 ialah Rp 683.339. Artinya, setiap orang miskin membelanjakan lebih sedikit dari GK per bulan. Mayoritas, yaitu 68,46 persen uang, dibelanjakan untuk makanan,” kata Kepala Badan Pusat Statistik DKI Jakarta Buyung Airlangga pada Senin (15/2/2021). GK Maret 2020 adalah Rp 680.401.
Komoditas pangan merupakan sektor dengan gejolak inflasi paling banyak dibandingkan dengan sektor nonpangan. Warga miskin cenderung membelanjakan uang untuk pangan. Pengeluaran mereka berkurang 3,77 persen karena memotong belanja pakaian atau kebutuhan sekunder lain.
Jakarta memiliki banyak aset tanah menganggur karena penundaan pembangunan atau lainnya. Tanah-tanah ini bisa dimanfaatkan untuk kegiatan produktif, seperti pertanian perkotaan, di bawah dampingan pemerintah atau lembaga mitra. (Carunia Mulya Firdausy)
Buyung menambahkan, dalam satu rumah tangga miskin rata-rata terdiri dari 5,70 anggota keluarga. Artinya, satu keluarga miskin memiliki lima hingga enam orang yang harus dinafkahi. Pengeluaran satu keluarga miskin per bulan adalah Rp 3.895.032.
Koordinator Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia yang merupakan bagian dari Koalisi Pemantau Bantuan Sosial Indonesia (KPBI), Dika Moehammad, menjelaskan, intervensi yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah sejauh ini dengan memberi bantuan sosial (bansos) dan stimulus fiskal. Khusus di Jakarta, bansos rutin diberikan kepada penerima, antara lain, Program Keluarga Harapan dan Kartu Jakarta Pintar; bansos tunai (BST); dan bantuan usaha mikro, kecil, dan menengah.
Kendala teknis masih terjadi di lapangan, seperti data yang tidak sinkron antara fakta dan data Dinas Sosial DKI Jakarta serta Kementerian Sosial. Akibatnya, berbasis pantauan KPBI, ada 582 keluarga miskin ber-kartu tanda penduduk Jakarta yang tersebar di 30 kelurahan tidak menerima BST. Pada saat yang sama, sebanyak 135 keluarga penerima bansos reguler juga memperoleh BST.
BST dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang diturunkan sejak Januari 2021 Rp 300.000 per bulan per keluarga. Dengan anggota keluarga di atas empat orang, BST habis dalam 2-7 tujuh hari.
Keluarga miskin yang didata KPBI umumnya masih dibantu kerabat yang memberi mi instan dan beras. Kadang ada kerabat yang mengajak mereka makan. ”Sejumlah warga miskin masih bekerja. Ada tukang ojek daring, pedagang kaki lima, dan buruh cuci. Tetapi, penghasilannya berkurang 3-5 kali lipat dibanding sebelum pandemi,” kata Dika.
Kegiatan produktif
Guru Besar Ekonomi Universitas Tarumanagara Jakarta Carunia Mulya Firdausy menjelaskan, bansos dan stimulus memang bukan solusi permanen. Menurut dia, sambil terus mengucurkan bansos, harus ada pengalokasian anggaran penanganan pandemi yang bersifat pencegahan guna menurunkan biaya pengobatan. Ada pula stimulus berupa penurunan biaya listrik atau bahan bakar minyak untuk masyarakat miskin.
Selain itu, penting ada kegiatan produktif agar masyarakat bisa swasembada. ”Jakarta memiliki banyak aset tanah menganggur karena penundaan pembangunan atau lainnya. Tanah-tanah ini bisa dimanfaatkan untuk kegiatan produktif, seperti pertanian perkotaan, di bawah dampingan pemerintah atau lembaga mitra,” kata Carunia.
Dampak ganda PPKM
Penjabat Sekretaris Daerah Kota Tangerang Selatan, Banten, Bambang Noertjahjo mengakui tingkat paparan Covid-19 di wilayahnya selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) masih tinggi kendati kesembuhan pasien berada di atas 85 persen. Di sisi lain, korban meninggal akibat Covid-19 masih terjadi setiap hari. Kondisi itu telah berlangsung sejak 24 Januari 2021.
”Selama ini kami mencari titik tengah. Membuka ruang sektor ekonomi untuk bergerak, tapi juga menjaga risiko yang muncul dari pergerakan ekonomi itu menjadi ledakan kasus,” kata Bambang dalam seminar daring yang dihelat Kelompok Kerja (Pokja) Wartawan Harian Tangsel.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Banten Budi Suhendar mengemukakan, kenaikan kasus menjadi sinyal pengingat bagi pemkot untuk segera mencari penyebabnya.
Sementara di Kota Bekasi, Jawa Barat, kebijakan PPKM disebut berhasil. ”Bisa dilihat, angka kesembuhan naik menjadi 93 persen dan angka kematian 1,3 persen,” kata Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi.
Meskipun demikian, pencegahan penularan wabah tidak boleh kendur yang berarti protokol kesehatan harus tetap dipatuhi.