Imlek, Ibadah Virtual, dan Waktunya Terhubung dengan Alam Semesta
Pandemi Covid-19 memaksa ibadah Imlek dilakukan terbatas atau secara daring. Kendati demikian, umat yang merayakan diminta tidak melupakan makna Imlek, yakni mengucap syukur.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Demi mengindari potensi penularan Covid-19, ibadah Imlek tahun ini akan dilakukan secara virtual dan terbatas. Hal ini diharapkan tidak mengurangi makna Imlek, yaitu mengucap syukur.
Menurut Ketua Umum Majelis Agama Buddha Mahayana Tanah Suci Indonesia (Majabumi TS) Maha Bhiksu Dutavira Sthavira, Imlek bukan sekadar pergantian tahun atau peralihan dari musim dingin ke musim semi menurut kalender China. Imlek mengajarkan umat bahwa kehidupan bertumpu pada tiga hal, yakni langit, bumi, dan manusia.
”Langit itu ada, namun tidak bisa berbuat. Bumi juga ada, namun tidak bisa berbuat. Itu sebabnya, manusia yang harus berupaya. Imlek itu waktunya terkoneksi kembali dengan lingkungan, alam semesta, dan mengucap syukur,” ujar Dutavira di Jakarta, Kamis (11/2/2021).
Beribadah secara daring dinilai tidak akan mengurangi makna Imlek yang jatuh pada 12 Februari 2021. Selain membulatkan niat beribadah, umat juga diminta mempersiapkan diri sebaik-baiknya, seperti membersihkan diri sebelum ibadah, mengenakan baju yang pantas, dan mengikuti bacaan kitab suci.
Membersihkan diri menjelang Imlek dilakukan dengan tiga hal. Pertama, membersihkan rumah atau tempat kerja. Kedua, membuang energi negatif dalam diri sendiri. Ketiga, memilah barang layak yang sudah tidak dipakai agar disumbangkan kepada orang lain.
Di sisi lain, Majabumi TS akan menggelar ibadah yang disiarkan secara langsung di kanal Youtube Wihara Avalokitesvara. Wihara juga terbuka bagi umat Buddha yang ingin beribadah langsung. Namun, umat harus mendaftarkan diri terlebih dahulu kepada satuan tugas Covid-19 internal wihara. Jumlah orang yang boleh beribadah pun dibatasi.
”Ibadah daring sudah kami lakukan sejak April 2020 dan sejauh ini berjalan lancar,” kata Dutavira yang juga pemimpin Wihara Avalokitesvara.
Ketua Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) DKI Jakarta Jandi Mukianto mengatakan, jumlah umat yang boleh beribadah langsung di wihara hanya 25 persen dari kapasitas maksimal. Hal ini sesuai Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2021 dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2021.
”Yang penting, perayaannya sederhana. Selain perayaan agama, Imlek juga soal tradisi. Jadi, bagaimana agar tradisi bisa dipenuhi. Misalnya, makan ikan dan dodol mangkuk (kue keranjang). Masing-masing punya makna sendiri. Ikan itu simbol kebahagiaan, sedangkan dodol yang lengket melambangkan harapan agar jodoh juga lengket,” tutur Jandi.
Kendati demikian, umat diimbau menahan diri untuk berkumpul bersama keluarga besar saat Imlek. Pertemuan sebaiknya dilakukan secara daring. Pemberian angpau pun dapat dilakukan dengan transfer bank atau dompet digital.
Langit itu ada, namun tidak bisa berbuat. Bumi juga ada, namun tidak bisa berbuat. Itu sebabnya, manusia yang harus berupaya. Imlek itu waktunya terkoneksi kembali dengan lingkungan, alam semesta.
Merayakan Imlek dengan memanfaatkan teknologi, seperti transfer angpau, juga disarankan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Sementara itu, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengimbau agar perayaan Imlek tahun ini sederhana mengingat pandemi Covid-19 masih berlangsung.
”Perayaan Imlek bisa dilakukan dengan cara yang sederhana karena Imlek intinya adalah ungkapan syukur kepada Tuhan. Perayaan ini juga bisa dijadikan momentum untuk merefleksikan diri agar menjadi pribadi yang lebih baik,” kata Yaqut melalui kanal Youtube Sekretariat Kabinet, Kamis (4/2/2021).
Festival Cap Go Meh yang dirayakan dua pekan setelah Imlek juga diproyeksikan berlangsung secara daring. Ketua Panitia Bogor Street Festival Cap Go Meh Arifin Himawan mengatakan, rencana ini masih didiskusikan lebih lanjut.
Bogor Street Festival Cap Go Meh diadakan sejak tahun 2000 dengan pertunjukan barongsai dan parade joli. Pada 2003, festival itu dimeriahkan dengan parade budaya Nusantara. Festival ini menarik minat banyak warga, baik dari dalam maupun luar Kota Bogor.
”Festival tahun lalu dihadiri banyak sekali warga dan Menteri Pariwisata saat itu, Wishnutama. Kami tidak mungkin mengadakan parade serupa karena Covid-19 belum teratasi. Tahun ini, kami berencana menyelenggarakan festival secara daring. Yang jelas, ada rangkaian doa bersama dengan tokoh dari enam agama,” ucap Arifin.