Pelacak kontak erat bekerja keras mendata warga yang menjalin interaksi langsung dengan pasien positif. Namun, upaya ini tidak mudah dilakukan.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penelusur dan pengurus warga kesulitan menelusuri kontak erat kasus Covid-19 sedari awal pandemi. Tanpa dukungan serius pemerintah secara konsisten, mustahil bisa melacak hingga 30 orang untuk satu pasien positif sebagaimana permintaan Presiden Joko Widodo. Kesulitan ini membuka potensi kebocoran pasien positif yang tidak terdeteksi tim pelacak.
Rizma Septiyanti (24), petugas penelusuran kontak di Kota Semarang, Jawa Tengah, selama ini mendapatkan target 10 kontak erat per kasus positif. Jumlah itu masih sulit tercapai karena belum semua warga terbuka tentang pekerjaan dan kesehariannya. ”Selama ini hal yang selalu saya data adalah kontak erat lini pertama, terdiri atas orang yang tinggal serumah dengan kasus positif,” kata Rizma ketika dihubungi dari Jakarta, Minggu (7/2/2021).
Penelusur akan menanyakan pekerjaan dan keseharian warga yang positif Covid-19. Keterbukaan informasi akan berlanjut dengan penelusuran. Sebaliknya, penelusur tidak bisa memaksa warga untuk memberikan informasi karena terbentur privasi. ”Mayoritas warga yang positif tidak berkenan memberikan informasi perihal pekerjaannya. Hanya segelintir yang kooperatif menjelaskan kesehariannya secara detail,” ucapnya.
Rizma menambahkan, jumlah penelusur sudah memadai untuk penelusuran hingga 30 kontak erat. Masalahnya pemerintah harus berkomitmen dengan bantuan sosial kepada warga yang harus isolasi mandiri selama 14 hari dan menyediakan fasilitas tes usap karena belum memadai. ”Kalau sekeluarga karantina siapa yang tanggung pangannya. Di sini juga ada beberapa wilayah yang tidak memberikan fasilitas tes usap ke kontak erat,” ujarnya.
Pengalaman serupa disampaikan Dea (24), petugas pelacak kontak di Kelurahan Pademangan Barat, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara. Pelacak kontak rekrutan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kesulitan mendapatkan informasi warga mengenai riwayat kontaknya. Di kelurahan tempatnya bertugas, mereka ditargetkan melacak warga 30 orang untuk satu pasien positif. ”Sementara untuk melacak sepuluh orang saja sulit,” kata Dea sebagaimana dikutip Kompas.id, Kamis (7/1/2021).
Sejauh pengalamannya, tidak semua warga mau berterus terang kepada petugas pelacak. Sementara Dea dan tim pelacak lain harus berhati-hati selama menggali keterangan warga. Lantaran berisiko terpapar, sebagian temannya mundur dari tim pelacak karena terpapar Covid-19. Dia pun sudah berkali-kali menjalani tes untuk memastikan dirinya aman dari virus SARS-CoV-2.
Presiden Joko Widodo dalam keterangan pers di kanal Youtube Sekretariat Kabinet, Kamis (4/2/2021), menyampaikan bahwa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) kurang efektif sehingga perlu pendekatan berbasis mikro serta menguatkan pelacakan, pemeriksaan, dan perawatan (3T).
”Kalau tes Covid-19 sudah dilakukan dan ketahuan (positif), segera dilacak paling tidak 30 orang yang kontak dengan orang ini, harus dilacak. Kalau sudah ketemu segera dilakukan isolasi. Itu saya tekankan lagi,” kata Jokowi.
Hingga Minggu (7/2/2021), tercatat penambahan 10.827 kasus baru secara nasional sehingga total menjadi 1.157.837 kasus. Adapun jumlah kasus aktif 176.291 orang dan korban jiwa bertambah 163 orang sehingga total mencapai 31.556 orang.
Peta persebaran Covid-19 di Ibu Kota dalam laman Jakarta Corona menunjukkan kasus aktif ada 266 dari 267 kelurahan. Kini, tercatat 23.869 kasus aktif, 293.825 kasus kumulatif, dan 4.587 orang meninggal.
Sekretaris Jenderal Forum Rukun Tetangga dan Rukun Warga (RT/RW) DKI Jakarta Andi Pane mengatakan, penelusuran kontak sudah berjalan program dengan target sebanyak 30. Namun, praktiknya tidak berjalan efektif karena warga belum terbuka tentang pekerjaan dan kesehariannya serta enggan segera tes usap sesuai dengan imbauan sehingga penelusur meminta bantuan pengurus warga.
”Biasanya petugas menghubungi pengurus warga untuk bantu penelusuran. Jumlah efektif paling satu keluarga atau 5 sampai 10 orang. Si positif enggan bicarakan siapa yang kontak dengannya dalam kurun waktu sepekan terakhir,” kata Andi.
Selama ini pun warga minim pendampingan. Mereka merasa gugus tugas tingkat warga hanya seremonial belaka karena pengurus warga menjalankan imbauan, meneruskan informasi, dan membantu penelusuran kontak serta tindak lanjutnya tanpa pendampingan dan supervisi. Andi mengatakan, seharusnya pendampingan wajib dan melekat di dalam pelaksanaan sehari-hari. Dengan begitu pekerjaan di lapangan tidak tanggung.
Contohnya ada informasi Si A positif Covid-19. Pengurus warga mengambil tindakan untuk penelusuran hingga isolasi. Apabila Si A tidak kooperatif, ada sanksi sosial atau administratif.
”BNPB, daerah, dan warga bergerak sendiri-sendiri. Padahal, ada regulasi, tetapi tidak tampak di akar rumput. Kami urus warga, mobilisasi untuk isolasi mandiri, sediakan makan meski pakai uang warga,” ucapnya. Karena itu, warga berharap pembenahan yang serius dan konsisten. Pelibatan warga bukan sebagai pembantu, melainkan bagian dari gugus tugas.
Desa tangguh
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 akan membentuk Desa Tangguh Covid-19 dengan pos komando atau posko di tingkat kelurahan, desa, dan kecamatan. Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, meminta warga turut serta mengawasi kinerja dari posko di daerah masing-masing.
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 bersama Kementerian Dalam Negeri dan kementerian/lembaga akan memimpin koordinasi rutin semua posko secara nasional. Posko akan menjalankan fungsi koordinasi, kendali, memantau, mengevaluasi, dan mengeksekusi penanganan Covid-19 di tiap-tiap daerah.
Posko terdiri dari TNI, Polri, pemerintah, serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah, dinas kesehatan, dinas sosial, dinas perekonomian, puskesmas, PKK, dan komunitas lain di bawah Satuan Tugas Covid-19 daerah.
Wiku menyebutkan ada empat fungsi prioritas posko, yaitu pendorong perubahan perilaku, layanan masyarakat, pusat kendali informasi, dan menguatkan pelaksanaan 3T mulai dari desa. ”Saya berharap di tahun ini segala strategi dan upaya penanganan pandemi di Indonesia dapat berjalan lebih baik daripada tahun sebelumnya,” kata Wiku.