Penyaluran Bansos di Tangerang Selatan, Kerumunan Tidak Terhindarkan
Penyaluran bantuan sosial masih belum dapat terbebas dari kerumunan. Pemerintah daerah diminta memperbanyak titik penyaluran untuk mencegah kerumunan.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Kerumunan tidak terhindarkan saat penyaluran bantuan sosial di Kota Tangerang Selatan, Banten, Rabu (13/1/2021). Kondisi itu dikhawatirkan semakin memicu penularan Covid-19. Kerumunan disebabkan jumlah petugas yang melayani pencairan bantuan sosial tidak sebanding dengan banyaknya masyarakat yang datang.
Situasi itu setidaknya terlihat di Sekolah Islam Amalina di Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten. Sejak pukul 07.00, puluhan warga penerima bantuan sosial (bansos) dari Kementerian Sosial (Kemensos) menjejali area halaman sekolah. Padahal, pelayanan pencairan bansos dibuka pada pukul 08.00.
Di hadapan mereka terdapat meja dengan tiga petugas di sana. Dua petugas dari Dinas Sosial Kota Tangsel dan satu orang merupakan karyawan PT Pos Indonesia (Persero). Warga berdiri mengantre. Mereka menenteng sejumlah dokumen berwadah plastik tembus pandang. Di sekitar antrean itu, warga yang kebanyakan ibu-ibu merasa tidak kuat lama-lama berdiri. Mereka memilih duduk dengan alas seadanya di halaman sekolah.
”Saya sudah sejak jam tujuh pagi mengantre. Ini sudah empat jam belum juga dipanggil,” kata Pebi Ariansyah (26), warga Kelurahan Pondok Aren, yang bermaksud mencairkan bansos miliknya senilai Rp 300.000.
Titik penyaluran bansos semestinya diperbanyak untuk mencegah timbulnya kerumunan. PT Pos Indonesia, Kemensos, dan pemerintah daerah didorong berkoordinasi dengan kepala lingkungan setempat. (Trubus Rahardiansyah)
Warga penerima bantuan menyemut di depan meja petugas. Kerumunan pun tidak terhindarkan kendati seluruh warga penerima bantuan telah mengenakan masker.
Nur Hasanah (34) merupakan salah satu warga penerima bansos yang khawatir tertular Covid-19 di tengah kerumunan itu. Ia memilih berdiri mengantre sejauh 10 meter dari kerumunan. Nur tengah menunggu dirinya dipanggil petugas untuk pencairan bansos.
”Ngeri sekali kalau sampai ketularan di sini. Yang menerima bansos itu mertua saya, tetapi saya wakilkan karena sudah sepuh. Takut kenapa-kenapa juga,” ujar Nur sembari menunjuk seorang pria berusia sekitar 60 tahun yang tengah duduk di atas sepeda motor yang diparkir di kejauhan.
Menurut Nur, pelayanan pencairan bansos terlampau lama sehingga menimbulkan kerumunan. Ia mengeluhkan hanya ada satu meja pelayanan yang dibuka petugas, sementara warga yang datang mencapai puluhan.
Ihwanudin, salah seorang petugas dari Dinas Sosial Kota Tangsel, mengakui hal tersebut. Menurut dia, jumlah warga penerima bantuan yang dijadwalkan mencairkan bansos pada hari itu 500 orang. ”Memang antrean (terjadi) karena keterbatasan petugas PT Pos yang melakukan pembayaran bansos,” katanya.
Kepala Dinas Sosial Tangsel Wahyunoto Lukman menjelaskan, penyaluran bansos dari Kemensos di Tangsel telah dimulai sejak 9 Januari 2021 dan berakhir pada 15 Januari 2021. Total jumlah penerima bansos di tujuh kecamatan di Tangsel 90.183 keluarga, naik dari tahun 2020 yang sekitar 83.000 keluarga.
Ada tiga hingga empat titik pencairan bansos di setiap kelurahan. Pencairan mengambil lokasi di sekolah-sekolah yang saat ini diliburkan karena melakukan pembelajaran jarak jauh. Sekolah dinilai cukup representatif karena tempatnya luas sehingga memungkinkan protokol jaga jarak terpenuhi.
Menurut Wahyu, pencairan atau penyaluran bansos tidak dapat dilaksanakan secara pintu ke pintu (door to door) karena waktu penyaluran yang terbatas. ”Apalagi alamat domisili di wilayah lingkungan yang sebagian besar belum memiliki nomor rumah menjadi persoalan serius ketika bansos harus tersalur dalam waktu yang terbatas,” katanya.
Sebagai langkah antisipasi menghindari kerumunan, menurut Wahyu, warga penerima bansos telah diimbau datang sesuai undangan yang sudah dibagi per lokasi dengan jadwal kelompok waktu. Jika terjadi kerumunan, petugas akan membubarkan dan jika perlu diberi penegakan hukum karena melanggar protokol kesehatan.
Secara terpisah, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Jakarta, Trubus Rahardiansyah, mengemukakan, itik penyaluran bansos semestinya diperbanyak untuk mencegah timbulnya kerumunan. Dalam upaya itu, ia mendorong PT Pos Indonesia, Kemensos, dan pemerintah daerah berkoordinasi dengan kepala lingkungan setempat.
”Pemerintah seharusnya telah merancang jauh-jauh hari bahwa akan ada banyak warga yang datang bersamaan dan tidak sesuai dengan jadwal. Jadi ke depan, sebaiknya titik pencairan bansos diperbanyak dengan melibatkan ketua RT dan RW,” kata Trubus.