Tiga jenazah korban kecelakaan pesawat SJ-182 yang teridentifikasi pada Selasa (12/1/2021) adalah seorang kopilot dan dua penumpang. Mereka dikenali lewat rekam sidik jari.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jenazah dua penumpang dan satu kopilot pesawat Sriwijaya Air SJ-182 PK-CLC teridentifikasi pada Selasa (12/1/2021). Ketiga jenazah dikenali lewat kecocokan rekam sidik jari yang telah dihimpun tim gabungan.
Tim pusat Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis) Polri mengidentifikasi tiga jenazah atas nama Asy Habul Yamin (36), Khasanah (50), dan Fadly Satrianto (38). Asy Habul dan Khasanah diketahui terdaftar dalam manifes penumpang, sementara Fadly tercatat sebagai kopilot pesawat.
Identitas tiga jenazah terungkap lewat sidik jari telunjuk dan jempol di tangan kanan. Tim mencocokkan rekam sidik jari itu dengan basis data kartu tanda penduduk (KTP) elektronik. Hasil penelusuran membuktikan pola sidik jari tersebut identik.
”Terdapat 12 titik kesamaan pada pola sidik jari ketiga korban. Ada yang menggunakan sidik jari telunjuk dan ada pula yang menggunakan jempol tangan kanan. Dengan temuan itu, hampir bisa dipastikan bahwa mereka adalah orang yang sama,” kata Kepala Pusat Inafis Polri Brigadir Jenderal (Pol) Hudi Suryanto di Rumah Sakit Polri, Kramatjati, Jakarta Timur.
Temuan tiga jenazah pada Selasa sore itu menambah jumlah total korban yang teridentifikasi. Hingga Selasa malam, ada empat korban yang telah diketahui identitasnya dan sesuai dengan daftar manifes pesawat. Adapun seorang pramugara pesawat bernama Okky Bisma (29) juga teridentifikasi dalam manifes yang sama pada Senin (11/1/2021).
Menurut Hudi, tim masih akan mengupayakan penelusuran identitas jenazah lewat rekam sidik jari. Hal itu karena sebagian jasad korban masih memungkinkan untuk diteliti secara sidik jari. ”Kami juga masih melihat kantong (jenazah) mana yang dapat diidentifikasi, terutama karena kondisi jenazah kini terdiri dari bagian-bagian tubuh,” ucapnya.
Tim juga telah mengumpulkan 111 sampel DNA dari keluarga korban. Sampel akan dicocokkan dengan temuan sampel yang diambil dari jenazah di posko postmortem. Hasil sampel DNA dari jenazah membutuhkan waktu lama mengingat kondisi yang tidak seragam.
Kepala Bidang Disaster Victim Identification (DVI) Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri Komisaris Besar Ahmad Fauzi menjelaskan, proses identifikasi tidak mudah karena kondisi jenazah yang tidak utuh. Pengambilan sampel DNA dari posko postmortem, misalnya, mungkin butuh waktu sekitar satu sampai dua minggu, atau bahkan bisa lebih lama. Semua bergantung pada kondisi bagian tubuh yang diambil sebagai sampel DNA.
”Sampel DNA dari keluarga mungkin sudah banyak, tetapi sampel DNA dari jenazah belum terkumpul semua dan mungkin butuh waktu. Sebagian sampel DNA dari jasad korban bahkan ada yang sudah tidak lagi segar. Dari sampel DNA keluarga dan korban, tim akan cocokkan lagi sehingga memunculkan data identitas korban,” ucap Fauzi saat dihubungi terpisah di Jakarta, Selasa sore.
Proses identifikasi korban sangat bergantung pada data sampel antemortem dan postmortem. Data sampel antemortem diambil dari sejumlah dokumen korban. Sementara sampel postmortem diambil dari jenazah atau temuan di lokasi kejadian.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Rusdi Hartono menyampaikan, tim telah menerima total 72 kantong jenazah hingga Selasa pukul 17.00. Puluhan kantong tersebut akan digunakan untuk keperluan identifikasi lanjutan.
Sementara itu, Rusdi menyebutkan, 111 sampel DNA yang terkumpul saat ini baru mewakili sampel dari 45 korban. Masih ada 17 sampel DNA yang belum didapatkan dari pihak keluarga. Tim masih mengumpulkan seluruh sampel itu untuk proses identifikasi lewat DNA. ”Kami berusaha kumpulkan semua (sampel)-nya. Semakin banyak, semakin baik untuk proses identifikasi. Sekarang kami memaksimalkan identifikasi rekam sidik jari selama masih memungkinkan,” kata Rusdi.