Aparat gabungan menggunakan sampel DNA atau ”deoxyribo nucleic acid” serta temuan lain untuk mengidentifikasi identitas korban. Sejauh ini proses pencarian masih belum menemukan hasil.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim Disaster Victim Identification atau DVI mengumpulkan 40 sampel DNA dari keluarga korban kecelakaan pesawat SJ-182 PK-CLC pada Senin (11/1/2021). Puluhan sampel akan digunakan untuk identifikasi jenazah korban, terutama karena proses ini belum membuahkan hasil signifikan.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Rusdi Hartono menyebutkan, tim mendapat 14 sampel dari Jakarta, 24 sampel dari Kalimantan Barat, 1 sampel dari Jawa Timur, dan 1 sampel lagi dari Sulawesi Selatan. Total sampel ini akan digunakan untuk progres identifikasi jenazah korban.
Proses identifikasi akan berjalan simultan dengan adanya temuan kantong jenazah. Hingga Senin pagi, Tim DVI telah menerima 16 kantong jenazah berisi bagian tubuh dari korban kecelakaan. Selain itu, terdapat tiga kantong berisi pakaian dan properti yang ditemukan di lokasi kejadian.
”Sampai pagi ini kami menerima 40 sampel DNA, 16 kantong jenazah, serta 3 kantong properti dari lokasi kejadian. Semua itu akan kami gunakan untuk keperluan identifikasi jenazah korban,” ujar Rusdi dalam konferensi pers di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto Polri, Kramatjati, Jakarta Timur.
Rusdi menekankan bahwa proses identifikasi tersebut tidak mudah. Ada tahap pencocokan berkas antemortem dan postmortem untuk identifikasi jenazah korban. Berkas antemortem didapat dari pihak keluarga. Sementara berkas postmortem berasal dari sidik jari, rekam gigi, serta sampel DNA yang ditemukan pada jenazah di lokasi kejadian.
Kepala Bidang DVI Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri Komisaris Besar Ahmad Fauzi menyatakan, banyak kondisi yang turut menyulitkan proses identifikasi. Salah satu kesulitan saat ini adalah mengumpulkan berkas antemortem dan postmortem. Kondisi jenazah di lokasi kejadian, misalnya, kerap ditemukan secara tidak utuh.
”Memang identifikasi jenazah yang tidak utuh tantangannya sulit. Kami masih memeriksa seluruh bagian tubuh dalam kantong jenazah. Memang sulit, tetapi bukan tidak mungkin untuk dilakukan,” ujar Ahmad.
Ahmad memprioritaskan tiga sampel primer untuk identifikasi, yakni sidik jari, sampel DNA, dan rekam gigi. Pencocokan sampel dari berkas antemortem dan postmortem belum menemukan hasil.
Untuk mendukung progres tersebut, jumlah kapal yang terlibat dalam operasi pencarian ditambah dari sedikitnya 30 kapal menjadi 53 kapal. Selain itu, terdapat pula 20 sarana angkut yang lebih kecil untuk SAR di laut, antara lain berupa sea rider, jetski, dan rigid inflatable boat (RIB).
Direktur Operasi Badan SAR Nasional Brigadir Jenderal (Mar) Rasman menyebutkan, operasi di laut menjadi ujung tombak dalam upaya mencari serpihan pesawat dan jasad korban kecelakaan. Sedikitnya 2.600 personel terlibat dalam operasi SAR pada Senin.
Rasman menjelaskan, pada hari pertama dan kedua pencarian area operasi terbagi menjadi empat sektor, sedangkan area di hari ketiga meluas dan terbagi jadi enam sektor. Luasnya 330 mil laut persegi (sekitar 1.131,87 kilometer persegi).
Pesawat Sriwijaya Air SJ-182 PK- CLC rute Jakarta-Pontianak, Kalimantan Barat, hilang kontak pada Sabtu (9/1/2021) pukul 14.40. Pesawat diduga kuat jatuh di perairan Kepulauan Seribu, antara Pulau Lancang dan Pulau Laki di Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan.