Kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 PK-CLC menjadi cobaan berat di awal tahun 2021. Meskipun sulit, keluarga korban berusaha menerima kenyataan pahit ini. Mereka hanya berharap yang terbaik untuk keluarganya.
Oleh
ADITYA DIVERANTA/FAJAR RAMADHAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Isak tangis Martha Sari (32) sulit berhenti di sepanjang perjalanan menuju Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto Polri, Kramatjati, Jakarta Timur. Langkahnya tampak berat menuju tempat itu pada Minggu (10/1/2021), terutama saat dirinya tahu bahwa Ricko (32), suaminya, dikabarkan ada dalam pesawat yang mengalami kecelakaan.
Kabar kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 PK-CLC pada Sabtu (9/1/2021) begitu mengguncang Martha dan keluarga besar. Berbagai momen sukacita libur di akhir tahun seakan buyar. Yang terlihat hanya tangis dan wajah murung sepeninggal suaminya.
Kabar kecelakaan itu membuat Martha bersama Demianus Mahulette (56), ayah Ricko, bergegas menuju Jakarta dari Makassar, Sulawesi Selatan. Mereka terburu-buru ke posko antemortem rumah sakit demi melaporkan sejumlah data untuk pencarian Ricko. Semua dilakukan dengan harapan agar ada kepastian dari proses pencarian itu.
”Rasanya baru beberapa hari lalu kami sekeluarga berkumpul dan menikmati kebersamaan. Semuanya tiba-tiba berubah dan kami harus buru-buru ke Jakarta seperti ini,” ujar Demianus yang tampak lelah setibanya di Jakarta.
Martha dan Demianus harus menerima kabar pahit bahwa Ricko, bagian dari keluarga, harus pergi akibat kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 PK-CLC. Pesawat tujuan Bandara Supadio, Kalimantan Barat, tersebut hilang dari radar pada Sabtu pukul 14.40 WIB setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta, Banten.
Kecelakaan tersebut membuyarkan rencana kepulangan Martha dari Makassar. Martha dan Ricko mulanya berencana pulang ke Pontianak, Kalimantan Barat, secara terpisah. Ricko lebih dulu pada Sabtu karena kepentingan pekerjaan. Sementara Martha dan anaknya baru akan menyusul pulang ke Pontianak pada Senin (11/1/2021).
Semua rencana itu tinggal asa. Kini, keluarga berupaya menerima kondisi yang ada. ”Tidak ada yang menyangka bakal seperti ini, terutama setelah libur sekeluarga kemarin. Kami berusaha pahami ini situasi darurat dan kami harus turut mendukung segala proses pencarian yang sedang berlangsung,” kata Demianus.
Hal yang paling terasa bagi para keluarga di rumah sakit adalah nestapa. Sri Nuraini (42) yang mewakili kehadiran keluarga dari korban bernama Panca Widia Nursanti turut merasakan kesedihan para keluarga yang menunggu di rumah sakit. Duka makin terasa lantaran belum ada kabar terang terkait pencarian identitas korban kecelakaan hingga Minggu siang.
”Saya yang mewakili keluarga almarhum tidak kuasa melihat kesedihan orang-orang di sini. Hingga siang juga belum ada kabar terbaru terkait identifikasi korban,” kata Sri.
Nestapa juga dirasakan Asrizal Nur, penyair asal Depok, Jawa Barat. Asrizal yang urung berangkat ke Pontianak dengan pesawat itu juga merasakan duka bagi para keluarga korban. Hal tersebut lantaran peristiwa duka justru membuka awal tahun yang muram bagi banyak orang.
Terkait itu, Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadli Imran mengharapkan agar keluarga bisa tabah menunggu kabar pencarian korban kecelakaan tersebut. ”Saya turut berdukacita, nanti akan tetap ada yang melayani dari petugas medis setempat,” ucapnya.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Rusdi Hartono menyampaikan, pencarian dari tim Disaster Victim Identification (DVI) maish berlanjut. Hingga Minggu sore, petugas telah membawa tujuh kantong jenazah dalam proses identifikasi. Proses itu diharapkan membuahkan hasil keesokan hari.
”Pada sore ini, kami juga menerima 21 sampel DNA dari keluarga untuk proses identifikasi. Meski sedang berduka, kami memohon juga kepada keluarga untuk dapat membantu memudahkan pencarian ini. Bisa dengan memberikan data berupa ijazah, kartu keluarga, atau keterangan apa pun. Itu semua akan membantu tim DVI dalam proses identifikasi,” ujarnya.