Sebagian jemaat Kristiani harus menjalani ibadah misa secara daring saat momen Natal tahun ini. Hal itu dilakukan demi kondisi kesehatan semua orang selama pandemi Covid-19.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
Ibadah misa Caroline (20) riuh dengan suara dari televisi di rumahnya, Kamis (24/12/2020). Malam itu, ia dan keluarganya mengikuti misa daring lewat kanal Youtube KomSos Theresia, yakni kanal siaran resmi dari Gereja Santa Theresia Menteng, Jakarta Pusat.
Proses misa di rumahnya berlangsung khidmat, tetapi terasa mengganjal bagi Caroline. Hal ini karena pada malam Natal tahun-tahun sebelumnya, keluarga selalu misa di gereja dan bertemu orang banyak. Sementara pada malam itu, mereka menjalani ibadah dengan menatap layar.
Meski begitu, keluarga Caroline sebelumnya berkomitmen tetap di rumah karena situasi pandemi Covid-19. Gereja paroki setempat beberapa hari lalu telah meminta agar sebagian jemaat tetap beribadah dari rumah. Atas kondisi itu, mereka menyanggupi ibadah tanpa pertemuan dengan kerabat, apalagi kemungkinan untuk berkontak fisik.
"Karena misa daring selama pandemi Covid-19 sudah cukup sering, jadi ya terasa seperti biasa aja sih. Seperti ada yang mengganjal karena enggak ketemu atau janjian dengan orang saat ke gereja. Setelah misa, ya, kembali beraktivitas kayak biasa," ucapnya saat dihubungi pada Jumat (25/12/2020).
Pengalaman Caroline menandai sedikit cerita ibadah misa Natal di tahun ini. Pandemi Covid-19 membuat peringatan hari raya ini menjadi berbeda. Banyak orang yang harus menjalani misa daring seperti Caroline, yakni melalui layanan streaming video di Youtube.
Misa daring telah menjadi rutinitas. Saking sering, teman sepergaulan Caroline kerap berseloroh menanyakan, "misa di mana pekan ini?", dan jawaban mereka yaitu gereja "Santo Youtube". Hal tersebut lantaran banyak gereja kini menyiarkan misa lewat Youtube.
Di tengah misa daring itu, banyak pula kekecewaan. Bagi Caroline, misalnya, proses Ekaristi atau pemberian komuni dalam misa menjadi kurang terasa. "Suka iri dengan orang yang bisa menerima hosti (roti tanpa ragi saat Ekaristi) dalam siaran misa. Saat menonton proses itu, makin terasa keterbatasan orang yang hanya bisa ikut misa lewat daring," ucap warga Menteng, Jakarta Pusat, ini.
Keterbatasan itu juga dirasakan Deetje (70) yang menjalani misa daring dari rumahnya di Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Meski cukup rutin ikut misa daring selama pandemi, momen Natal kali ini jadi terasa berjarak karena tidak merasakan proses Sakramen Mahakudus langsung di gereja.
"Saya sebelumnya cukup rutin menjadi sukarelawan gereja. Karena misa daring saat perayaan Natal tahun ini, semuanya menjadi serba terbatas. Proses Sakramen Mahakudus yang memberikan hosti kepada jemaat itu tidak dapat dirasakan para jemaat secara virtual," ucap Detjee yang merupakan jemaat Gereja Maria Bunda Karmel di Jakarta Barat ini.
Lapang dada
Meski dengan berbagai keterbatasan, ibadah misa daring itu mereka lalui dengan lapang dada. Detjee memahami kalau potensi penularan Covid-19 masih tinggi di Jakarta. Dia pun paham bahwa dirinya termasuk golongan yang rentan dengan penularan virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19.
Prinsip serupa juga dipahami Sitanggang (53) dan Tinur (54). Mereka menjalani misa di rumah sekeluarga dengan sederhana. "Beberapa hari kemarin pun kami masih menimbang-nimbang keputusan. Sampai akhirnya keluarga sepakat kalau tahun ini kami akan di rumah saja," ujar Tinur.
Momen misa di rumah pun menjadi hikmah bagi mereka untuk merayakan hari kelahiran Yesus Kristus itu dengan cara yang sederhana. Sebagian besar dari mereka umumnya memanfaatkan apa yang ada di rumah, tanpa terlalu bermewah-mewah.
Deetje juga menjalani ibadah misa yang sederhana di rumahnya bersama suami. "Tidak ada dekorasi yang tampak mencolok di rumah karena sebelumnya saya sibuk membantu bisnis kue anak. Kami rayakan hari besar ini dengan cara sederhana saja," ucap dia.
Cara ibadah warga nampak seiring dengan instruksi pemerintah dalam perayaan momen Natal dan pergantian Tahun Baru. Pemerintah dan pemuka agama meminta perayaan yang sederhana dan menerapkan protokol kesehatan. Meski perayaan tak semeriah tahun-tahun sebelumnya, diharapkan tetap membawa kegembiraan.
Surat Edaran Menteri Agama tentang Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Ibadah dan Perayaan Natal di Masa Pandemi Covid-19 pun menyebutkan, kebaktian dan perayaan Natal agar sederhana, tak berlebihan, dan lebih menekankan persekutuan di keluarga.
Terkait itu, Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan menyebutkan, kedisiplinan warga berperan penting dalam menekan penularan Covid-19. Dengan berkurangnya kerumunan saat momen Natal, semoga tidak terjadi lonjakan kasus seperti pada libur-libur sebelumnya.
"Kita tentu tidak mengharapkan ada tambahan kasus Covid-19 lagi, terutama di saat layanan kesehatan sedang tertatih-tatih. Momen untuk tetap di rumah saat ini bisa menyelamatkan banyak orang dari potensi penularan," jelasnya.
Sebagian jemaat menyadari, pembatasan aktivitas di tengah pandemi itu penting demi menjaga kesehatan semua orang. Dalam momen Natal yang lebih sunyi kali ini, mereka juga berdoa agar pandemi segera berlalu.