Pandemi selain masalah kesehatan juga sangat tergantung dari perilaku masyarakat. Pada survei lanjutan bulan September terhadap 80.000 responden, persepsi terhadap Covid-19 tidak banyak berubah.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·5 menit baca
Kolaborasi menjadi pendekatan yang selalu diupayakan diambil oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sekarang. Aspirasi publik memiliki peranan penting sebagai landasan pembuatan kebijakan dan penerapan aturan. Masih ada celah yang harus diisi dalam kolaborasi ini seperti pengawasan sesama anggota masyarakat untuk keamanan selama pandemi Covid-19, mengajak warga mendesain tata kampung kota, dan pemberian bantuan sosial.
Berbagai contoh, baik kolaborasi Pemprov DKI Jakarta dengan sektor akademik maupun sipil, dibahas dalam forum pengembangan jaringan kolaborasi Jakarta (JDCN Forum) 2020 yang berlangsung secara virtual pada Kamis (17/12/2020). Secara umum, forum ini menunjukkan bahwa Pemprov Jakarta terbuka kepada berbagai ide yang diberikan dari pihak luar untuk dibahas lebih lanjut agar pengalokasian anggaran dan pembuatan aturan serta penegakannya realistis.
Contoh pertama kolaborasi Pemprov DKI Jakarta dengan pihak sipil adalah penanganan pandemi Covid-19. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam sambutannya mengatakan, berkat kolaborasi, para tenaga kesehatan mendapat alat pengaman diri dan penginapan yang memadai, ada bantuan sosial untuk warga miskin, dan fasilitas isolasi mandiri di hotel-hotel milik badan usaha milik daerah ataupun swasta.
Demikian pula yang disampaikan Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti. Adanya inisiatif warga melalui situs Lapor Covid-19 memungkinkan masyarakat melaporkan dugaan kasus positif maupun kejadian pelanggaran protokol kesehatan agar segera ditindak oleh pemerintah.
Kolaborasi dinilai baru melibatkan dan menyasar masyarakat kalangan sosial-ekonomi menengah ke atas Ibu Kota.
Kesadaran warga juga dinilai Widyastuti meningkat berdasarkan data 51 persen uji kesehatan untuk mencari kemungkinan tertular Covid-19 adalah inisiatif warga Jakarta. Ini adalah berbagai layanan tes cepat ataupun usap yang diakses dengan mengeluarkan biaya pribadi. Meskipun begitu, kolaborasi tersebut dinilai baru melibatkan dan menyasar masyarakat Ibu Kota untuk kalangan sosial-ekonomi menengah ke atas.
”Survei Persepsi Risiko Covid-19 bulan Juni-Agustus terhadap 154.000 responden menunjukkan 77 persen dari mereka menganggap tidak akan tertular virus korona baru. Bahkan, 14 persen responden menyatakan rela terkena Covid-19 asalkan tidak mengganggu mereka mencari nafkah,” kata sosiolog kebencanaan dari Nanyang Technological University, Singapura, Sulfikar Amir.
Sulfikar Amir menekankan bahwa pandemi selain masalah kesehatan juga sangat tergantung dari perilaku masyarakat. Pada survei lanjutan bulan September terhadap 80.000 responden, persepsi terhadap Covid-19 tidak banyak berubah.
Poin yang dikemukakan Sulfikar ini senada dengan yang pernah dikemukakan berbagai pakar beberapa waktu sebelumnya, seperti para antropolog, sosiolog, hingga Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia untuk wilayah Jakarta. Pesan-pesan menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan tidak seramai awal pandemi. Otomatis, praktiknya juga mengendur.
Dapat dilihat dari data per tanggal 17 Desember, Jakarta memiliki total kasus positif 158.033. Khusus kasus Covid-19 yang aktif ada 12.265 orang. Terjadi penambahan 1.690 kasus baru meskipun 295 adalah akumulasi kasus dari tiga laboratorium dalam sepekan ini dan baru dilaporkan. Angka penularan virus masih tinggi, yaitu 10,4 persen, meskipun tingkat kesembuhan juga tinggi, yakni 90,3 persen. Artinya, ada balapan penularan dengan kesembuhan.
Sulfikar memaparkan bahwa berbagai aturan Pemprov DKI Jakarta jangkauannya hanya mencapai ruang-ruang publik yang formal. Padahal, penularan terjadi di ruang-ruang mikro yang kerap bersifat pribadi, misalnya di bilik perkantoran, di dalam rumah, dan interaksi personal lainnya. Demikian pula dengan fakta 51 persen tes Covid-19 adalah inisiatif masyarakat membuktikan dikotomi sosial-ekonomi membatasi akses layanan kesehatan yang di masa pandemi adalah keniscayaan dan gratis. Apalagi, pandemi diperkirakan tetap berlangsung 1-2 tahun mendatang. Vaksinasi tidak berarti masyarakat boleh kumpul-kumpul dan tidak bermasker seperti dulu.
”Kami akan melibatkan kader-kader posyandu dan dasawisma untuk melakukan advokasi 3M di masyarakat setiap hari,” ujar Widyastuti menambahkan saat memberi tanggapan.
Kontrak politik
Demikian pula yang diutarakan Koordinator Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) Eni Rochyati dalam diskusi mengenai kolaborasi pembangunan wilayah kampung kota. Momok masyarakat akar rumput Jakarta ialah terkena penggusuran yang kerap melibatkan kekerasan serta pengkriminalan terhadap warga yang menolak pindah dari tempat tinggalnya.
Ketika terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan membuat kontrak politik dengan JRMK untuk tidak lagi menggunakan cara-cara tersebut dalam menangani persoalan kemiskinan. Ketua Gugus Tugas Reformasi Agraria DKI Jakarta Noer Fauzi Rachman menjelaskan bahwa pendekatan pemerintah sekarang ialah berlandaskan keadilan ruang. Misalnya, jika kampung tersebut kumuh, pembenahannya ialah penataan agar tidak lagi kumuh. Bukan penggusuran.
”Keputusan Gubernur Jakarta 88/2018 menetapkan ada 21 wilayah kampung kota yang harus ditata. Partisipasi warga harus ada sejak memutuskan jenis intervensi yang harus diambil sampai desain penataan yang sesuai dengan karakteristik kampung itu,” kata Noer.
Inovasi yang dilakukan ialah dengan mengubah sistem pengakuan tanah warga. Sebelumnya, metode Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap merugikan warga karena menyaratkan bukti jual-beli tanah atau berkas sah asal-usul kepemilikan. Sekarang, jika kampung kota itu sejatinya lahan milik pemerintah, warga bisa diberi status sebagai pengelola tanah melalui koperasi. Pendekatan ini sudah diterapkan di Kampung Aquarium, Penjaringan, Jakarta Utara.
Keputusan untuk membangun kampung susun, bukan rumah susun, adalah hasil diskusi pemerintah dengan warga. Sistem pengelolaan seperti biaya perawatan dan desain ruang dilakukan oleh koperasi tersebut. Menurut Eni, selain di Kampung Akuarium, sudah ada 16 koperasi kampung dan pedagang kaki lima yang tersebar di Jakarta dibentuk dan menunggu izin operasionalnya.
Direktur Eksekutif Rujak Center, sebuah lembaga kajian perkotaan, Elisa Sutanudjaja menjelaskan bahwa 37-40 persen wilayah Jakarta adalah kampung kota yang memberi keunikan serta kekayaan budaya Ibu Kota. Apabila wilayah ini dihilangkan untuk diganti pusat perkantoran, apartemen, ataupun kawasan niaga, Jakarta kehilangan identitasnya.
”Pemprov DKI harus memastikan pendekatan tata kota dan wilayah kampung di dalamnya menjamin partisipasi warga, bukan sekadar perwakilan segelintir kelompok masyarakat. Jangan sampai pendekatan ini terjadi sebatas karena adanya kontrak politik,” tuturnya.