Penunjukan Langsung Kontraktor Pembangunan Fase 2a MRT Segera Diwujudkan
PT MRT Jakarta tetap berkomitmen menggunakan kontraktor dan penyedia kereta dari Jepang. Pengerjaan proyek ditargetkan dimulai Juli 2021.
Oleh
Helena F Nababan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tidak ingin terus-menerus gagal lelang pengadaan kontraktor paket kontrak atau CP 202 dan 205 di fase 2a koridor utara-selatan, PT MRT Jakarta memastikan menggunakan opsi penunjukan langsung kombinasi atau combined direct contracting. Dengan opsi itu, pekerjaan konstruksi ditargetkan bisa dimulai Juli 2021 dan konstruksi fase 2a terpenuhi Agustus 2027.
Pekerjaan MRT Jakarta fase 2a dari Bundaran HI-Kota dibagi dua segmen. Segmen 1 dari Bundaran HI ke Harmoni sepanjang 2,8 kilometer yang disebut sebagai CP 201 dalam progres pekerjaan konstruksi. Segmen 2 terentang dari Harmoni ke Kota sejauh 3 km. Pekerjaan di segmen 2 itu dibagi dalam dua paket kontrak (CP), yaitu CP 202 dari Harmoni ke Mangga Besar dan CP 203 dari Mangga Besar ke Kota.
Jadi, memang pengerjaan CP 202 ini paling sulit, paling susah secara teknis.
Paket CP 202 diketahui bermasalah sejak lelang pengadaan. Tender pertama pada periode 6 Agustus-4 November 2019 gagal. Lalu, tender diulang lagi dengan periode 7 Februari-6 Juli 2020 dan kembali gagal. ”Peserta lelang merasa secara teknis pekerjaan CP 202 terlalu sulit dan waktunya terlalu dekat atau pendek,” kata William P Sabandar, Direktur Utama PT MRT Jakarta, dalam Forum Jurnalis MRT Jakarta yang digelar daring, Kamis (10/12/2020).
Secara teknis, di sepanjang CP 202 banyak bangunan bersejarah, banyak benda cagar budaya di bawah sungai, kondisi tanah lembek, serta kemungkinan banjir karena konstruksi bawah tanahnya tepat di bawah Kali Ciliwung.
”Jadi memang pengerjaan CP 202 ini paling sulit, paling susah secara teknis sehingga kontraktor Jepang sangat berhati-hati. Mereka mengambil penawaran, tetapi kemudian mencoba bernegosiasi, waktunya tidak cukup. Karena itu, untuk pengerjaan CP 202 yang semula direncanakan dikerjakan dalam 58 bulan, ditambah waktunya menjadi 76 bulan dan itu membuat CP 202 akan selesai di Agustus 2027,” kata William.
Meskipun sudah ditambah waktunya, tetap saja minat kontraktor Jepang ikut dalam lelang CP 202 rendah. Dengan pertimbangan adanya jadwal fase 2 secara keseluruhan serta integrasi dengan paket lainnya, perlu ada langkah khusus. ”Kalau kita terus melakukan seperti ini pasti gagal lagi,” ujar William.
Mengenai kontraktor proyek, sesuai kesepakatan memang mensyaratkan keterlibatan Jepang. Sebab, dana pembangunan MRT Jakarta berasal dari Pemerintah Jepang dengan skema perjanjian pembiayaan Special Terms for Economic Partnership (Tied Loan) yang diberikan Japan International Cooperation Agency Official Development Assistance (JICA ODA) Loan. Dengan begitu, kontraktor utama diwajibkan kontraktor Jepang yang akan berkonsorsium dengan kontraktor Indonesia dalam pengerjaan proyek.
Bulan Oktober 2020, Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta Silvia Halim menjelaskan, dengan dua kali gagal lelang, PT MRT Jakarta bersurat kepada JICA. Selain membeberkan kendala mengenai rendahnya minat kontraktor Jepang, juga meminta supaya Pemerintah Jepang mendorong keikutsertaan para kontraktor Jepang.
Dengan semua kendala itu, MRT Jakarta merasa perlu langkah khusus, sehingga untuk metode pengadaan CP 202 diusulkan menjadi penunjukan langsung.
Rapat khusus
Selain CP 202, CP 205 untuk pengadaan sistem perkereta-apian yang meliputi pengadaan persinyalan, sistem elektrik, juga sistem persinyalan juga mengalami gagal lelang. Lelang pertama pada 26 Oktober gagal karena tidak ada yang memasukkan dokumen, demikian juga saat proses tender diperpanjang dua minggu, tetap tidak ada yang memasukkan dokumen.
Situasi itu disusul rapat khusus antara Direktorat Jenderal Perkeretaapian dan MRT Jakarta dengan Pemerintah Jepang yang diwakili penasihat khusus kabinet untuk urusan infrastruktur, Mr Kiyama Shigeru; Kementerian Transportasi Jepang; Kementerian Luar Negeri Jepang; dan JICA. Pembicaraan pada 9 November itu juga mengusulkan metode pengadaan dengan penunjukan langsung.
Pada 11 November, William melanjutkan, ada surat dari Penasehat Khusus Kabinet PM Jepang kepada Kementerian Perhubungan. Surat itu untuk memformalkan rekomendasi perubahan strategi metode pengadaan dan paket kontrak. Kemenhub menyetujui usulan itu pada 25 November 2020.
Sesuai prosedur JICA, William menegaskan, perubahan metode ini sudah sesuai. Apalagi, metode atau mekanisme itu juga diatur dalam prosedur JICA. ”Adanya syarat dari JICA bahwa perubahan harus disetujui oleh Pemerintah Indonesia, dan Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kemenkeu, Kemenhub, dan Pemprov DKI, sudah menyetujui sehingga kita merasa bahwa dari sisi regulasi atau aturan ini sudah ada, cukup mendukung,” katanya.
Selanjutnya, karena CP 202 dan CP 205 diubah metode pengadaannya, maka untuk pengadaan kedua paket itu akan digabungkan. Penunjukkan langsung CP 202 akan mengkombinasikan pekerjaan sipil dan sistem perkeretaapian dari Bundaran HI ke Mangga Besar.
Seperti yang terjadi pada fase 1, begitu konstruksi bawah tanah atau terowongan selesai dibangun, maka rel, sistem perkeretapian, dan sistem persinyalan akan menyusul masuk untuk dipasang. Dengan kendala CP 202 gagal lelang, tidak ada kepastian kapan sistem perkeretaapian bisa dipasang untuk yang fase 2a.
”MRT Jakarta tidak bisa memberikan kepastian karena itu harus merupakan pembicaraan antara kontraktor fisik dengan kontraktor sistem. Karena mereka tidak bisa memprediksi ini, akhirnya mereka tidak memasukkan penawaran. Solusi dari pemerintah adalah gabungkan saja antara pengadaan CP 202 dan 205 ini supaya dalam satu manajemen membicarakan soal itu," jelas William.
Jika lancar, pada Juli 2021 konstruksi sudah bisa mulai dilakukan.
Meski sudah ada lampu hijau opsi penunjukan langsung, menurut William, ada satu hal yang masih harus diubah, yakni minutes of discussion (MOD) atau kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang terkait bagaimana kegiatan penunjukan langsung dilaksanakan.
”Di MOD inilah yang juga sedang disiapkan. Inilah yang sedang kita atur dengan pemerintah untuk mendesain perubahan MOD yang memasukkan direct contracting. Dengan itu, persyaratannya menjadi terpenuhi. Kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Jepang yang dituangkan dalam minutes of discussion yang kemudian nantinya akan menjadi dasar dalam melakukan direct contracting,” jelas William.
Dengan masih akan melakukan perubahan itu, MRT Jakarta menargetkan pada Januari hingga Juni 2021 sudah bisa dilakukan penunjukan langsung. Jika lancar, pada Juli 2021 konstruksi sudah bisa mulai dilakukan.
Sesuai metode ini, lanjut William, maka sesuai prosedur JICA, maka kontraktor yang bisa mengikuti penunjukkan langsung adalah para kontraktor Jepang yang sudah pernah memasukkan dokumen, namun tidak jadi melakukan penawaran. Atau, setidaknya MRT Jakarta akan bisa menunjuk kontraktor yang saat ini sedang membangun CP 201. ”Namun, mekanismenya masih disusun,” katanya.
Atas perubahan itu, MRT Jakarta tetap berkomitmen menggunakan kontraktor dan penyedia kereta dari Jepang. Sebelumnya, dengan kondisi gagal lelang dan minat kontarktor Jepang ikut lelang yang rendah, MRT Jakarta sempat membuka pandangan untuk mencari kontraktor dan penyedia kereta dari luar Jepang.