Sebagian Kalangan Minta Transparansi Kasus Penembakan di Tol Cikampek
Perwakilan dan keluarga meminta polisi transparan dalam menangani penembakan laskar pengawal Rizieq Shihab di tempat istirahat Km 50 Tol Jakarta-Cikampek supaya tidak menjadi bola liar.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dany
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perbedaan kronologi penembakan berujung tewasnya enam laskar pengawal Rizieq Shihab di tempat istirahat atau rest area Kilometger 50 Tol Jakarta-Cikampek menyisakan pertanyaan sebagian kalangan. Mereka meminta polisi transparan supaya kejadian itu terang benderang.
Keenam laskar pengawal Rizieq yang tewas dalam penembakan Senin (7/12/2020) dini hari itu ialah Fais, Ambon, Andi, Reza, Lutfi, dan Khadafi. Jenazah mereka berada di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat 1 RS Sukanto, Kramat Jati, Jakarta Timur. Andi Oktiawan, salah satu laskar yang tewas, merupakan anggota Kebangkitan Jawara dan Pengacara atau Bang Japar. Karena itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bang Japar mendampingi Front Pembela Islam (FPI) dalam pemberian bantuan hukum.
Dihubungi di Jakarta, Selasa (8/12/2020), Ketua Umum Bang Japar Fahira Idris menyampaikan bahwa perwakilan sedang berada di rumah sakit untuk mengurus kepulangan jenazah korban sekaligus pendampingan. ”Bantuan hukum front sedang di RS Polri sekaligus bersama LBH Bang Japar ikut mendampingi juga,” ujar Fahira.
Fahira yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah meminta polisi transparan dalam mengusut penembakan itu. Apabila perlu, Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat membentuk tim investigasi independen supaya peristiwa itu terang benderang. Keluarga Fais Ahmad Syukur juga sedang menanti di rumah sakit. Mereka sudah dua hari berada di situ untuk menjemput jenazah korban supaya segera dimakamkan.
Informasi dari pendamping di rumah sakit, keluarga tidak berkenan jenazah Fais diotopsi. Mereka ikhlas dan menyerahkan semua persoalan hukum kepada Front Pembela Islam.
Transparan
Permintaan supaya polisi transparan dalam kasus penembakan itu karena adanya perbedaan kronologi versi polisi dengan FPI. Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Irjen Fadil Imran dalam konferensi pers menyebutkan, Senin sekitar pukul 00.30, di Tol Jakarta-Cikampek Km 50, enam anggota Polri diserang saat sedang melaksanakan tugas penyelidikan terkait rencana pemeriksaan Rizieq Shihab yang dijadwalkan berlangsung pada pukul 10.00.
Ketika itu, anggota Polda Metro Jaya mengikuti kendaraan yang diduga adalah pengikut Rizieq. Kendaraan petugas dipepet, lalu diserang menggunakan senjata api dan senjata tajam.
Anggota yang terancam keselamatan jiwanya karena diserang, lanjut Fadil, kemudian melakukan tindakan tegas sehingga kelompok yang diduga pengikut Rizieq yang berjumlah enam orang meninggal dan empat orang lainnya melarikan diri.
Sementara itu, Sekretaris Umum FPI Munarman menyebutkan bahwa laskar pengawal Rizieq tidak bersenjata. Dalam konferensi pers di Petamburan, menurut dia, ada empat mobil laskar yang mengawal Rizieq dan keluarga pada Senin dini hari. Saat itu, Rizieq berangkat dari Sentul, Bogor, Jawa Barat, menuju tempat pengajian keluarga yang berada di luar Jakarta.
Ketika rombongan tiba di dekat Pintu Tol Karawang Timur, Jawa Barat, katanya, ada sekelompok orang tak dikenal menghentikan rombongan. Orang tak dikenal itu sudah menguntit rombongan sejak dari Sentul sehingga laskar bereaksi untuk melindungi Rizieq.
Senin sore, di tempat istirahat Tol Jakarta-Cikampek Km 50, kepada Kompas, sejumlah orang mendengar tiga kali suara tembakan sebelum satu minibus berhenti di tempat istirahat itu, Senin dini hari. Sepenglihatan mereka, dua orang diduga terlihat tak bernyawa di kursi penumpang dan empat orang lain tiarap di aspal.
Namun, tidak terlihat sesuatu yang mencolok di tempat istirahat Tol Jakarta-Cikampek Km 50. Sejumlah pengendara beristirahat di tempat istirahat yang berada di sisi jalan menuju arah Cikampek itu. Deretan warung juga buka seperti biasanya.
Tidak terlihat ada area yang dipasangi garis polisi. Mobil minibus yang dinaiki pengawal Rizieq pun tak tampak lagi. Material berupa serpihan kaca, mobil, ataupun jejak ban mobil juga tidak terlihat di sana.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto, meminta polisi segera membuka fakta-fakta dan transparan supaya asumsi yang muncul dan berkembang di publik tidak menjadi liar. ”Polda Metro Jaya juga bisa (meskipun tak ada keharusan) meminta pihak ketiga. Ada Komnas HAM, Kompolnas, Komisi III DPR RI, atau lembaga lain untuk menjadi saksi bahwa prosedur yang dilakukan sudah benar,” kata Bambang.
Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional Benny Mamoto belum merespons permintaan wawancara Kompas. Dalam Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Senin malam, Benny mengatakan, adanya dua versi peristiwa merupakan hal yang biasa. Polisi sedang dalam proses penanganan, mendalami, meneliti bukti-bukti yang ada, dan tidak semunya bisa diekspos. Untuk itu, semua pihak sama-sama mengikuti sampai adanya kesimpulan atau pembuktian di pengadilan.
”Tidak mungkin aparat membuka seluruh bukti secara detail selama proses penyidikan. Ada batasan bagian mana yang diungkap dan tidak. Namun, pada waktunya akan diumumkan semua,” ucapnya.
Usman Hamis, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, melihat adanya beberapa versi cerita mengenai peristiwa ini. Karena itu, perlu ada pihak ketiga yang dapat membantu mendudukkan masalahnya dengan basis data yang sebenarnya. Jika ada pertanyaan mengenai peristiwa ini, sebaiknya aparat kepolisian menjawabnya dengan argumentasi yang kuat.
”Yang dibutuhkan saat ini adalah melihat kasus ini secara transparan. Hal-hal yang dianggap masih janggal sebaiknya segera diperkuat dengan bukti-bukti. Rangkaian pertanyaan warga itu muncul karena mereka menganggap ada kejanggalan di kasus ini,” kata Usman.