Komnas HAM dan Komisi III DPR Diminta Selidiki Insiden Polisi Vs Laskar FPI
Penyelidikan atas kejadian antara polisi dan FPI di Jalan Tol Jakarta-Cikampek perlu dilakukan oleh Komnas HAM dan Komisi III DPR.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI/EDNA C PATTISINA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Amnesty International Indonesia meminta polisi mengungkap kasus tewasnya enam anggota laskar Front Pembela Islam akibat tembakan polisi di Tol Cikampek secara transparan. Kasus harus dibuka secara terang-benderang, terutama penyebab terjadinya penembakan terhadap anggota laskar FPI.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat juga diminta menyelidiki kasus tersebut.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, saat dihubungi dari Jakarta, Senin (7/12/2020), mengatakan, polisi perlu menjelaskan tugas dan posisi anggotanya yang mengikuti rombongan pemimpin FPI, Rizieq Shihab, Minggu pagi. Perlu dijelaskan, apakah polisi tersebut berseragam dinas atau mengenakan pakaian preman. Hal itu penting untuk mengidentifikasi mereka sebagai aparat penegak hukum yang sedang melakukan tugasnya.
Polisi perlu menjelaskan tugas dan posisi anggotanya yang mengikuti rombongan pemimpin FPI, Rizieq Shihab, Minggu pagi. Perlu dijelaskan, apakah polisi tersebut berseragam dinas atau mengenakan pakaian preman.
Selain itu, perlu diselidiki apakah polisi yang terlibat dalam insiden tersebut melanggar protokol tentang kekuatan dan penggunaan senjata api. Sebab, dalam melakukan tugasnya, polisi seharusnya menerapkan prosedur standar operasi (SOP) sesuai dengan peraturan Kapolri tentang kode etik, penggunaan kekuatan dan senjata api, hingga implementasi hak asasi manusia.
”Alasan penembakan memang sudah dijelaskan oleh Kapolda Metro Jaya, yaitu karena anggota laskar menghalangi tugas polisi. Namun, sesuai SOP, penggunaan senjata api seharusnya hanya dilakukan untuk melumpuhkan, bukan mematikan,” kata Usman.
Penggunaan kekuatan oleh aparat penegak hukum di Indonesia diatur, antara lain, dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 tentang Penerapan Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Pelaksanaan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia serta Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. Perkap itu mengatur penggunaan senjata api hanya diperbolehkan jika sangat diperlukan untuk menyelamatkan nyawa manusia. Penggunaan kekuatan secara umum harus diatur dengan prinsip-prinsip legalitas, kebutuhan, proporsionalitas, kewajaran, dan mengutamakan tindakan pencegahan.
Jika sampai polisi yang terlibat terbukti melanggar protokol tentang penggunaan kekuatan dan senjata api, mereka harus diadili sesuai dengan hukum.
Jika sampai polisi yang terlibat terbukti melanggar protokol tentang penggunaan kekuatan dan senjata api, lanjut Usman, mereka harus diadili sesuai dengan hukum. Polisi memang diperbolehkan menggunakan kekuatan dengan senjata api, tetapi itu sebagai upaya terakhir untuk melindungi keselamatan dirinya dan orang lain. Jika syarat-syarat itu tidak tercapai, tindakan itu dapat tergolong sebagai pembunuhan di luar hukum (unlawful killing).
Oleh karena itu, Komnas HAM dan Komisi III DPR diminta ikut terlibat aktif mengawasi dan mengontrol kinerja kepolisian dalam kasus ini. Usman menambahkan, penggunaan kekuatan, kekerasan, dan senjata api yang melanggar hukum oleh polisi tidak boleh dibenarkan. Apalagi, jika itu digunakan untuk kasus yang berkaitan dengan protokol kesehatan.
Seperti disebutkan oleh Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono, rombongan polisi mengikuti rombongan laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek untuk menyelidiki rencana demonstrasi selama pemeriksaan Rizieq terkait dugaan pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 oleh Polda Metro Jaya.
Sementara itu, komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, M Choirul Anam, mengatakan, Komnas HAM telah membuat tim pemantauan dan penyelidikan kasus tersebut. Tim sedang mendalami berbagai informasi yang beredar di publik. Tim juga mendalami informasi dan fakta-fakta dari pihak langsung, termasuk menggali keterangan dari FPI.
”Untuk memperkuat pengungkapan kebenaran peristiwa yang terjadi, kami berharap semua pihak mau bekerja sama dan terbuka. Baik pihak FPI maupun kepolisian kami harap kooperatif dan terbuka untuk penyelidikan dari Komnas HAM,” ujar Choirul.
Komnas HAM telah membuat tim pemantauan dan penyelidikan kasus tersebut. Tim sedang mendalami berbagai informasi yang beredar di publik.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, Muhammadiyah sangat prihatin dan menyayangkan insiden kekerasan yang terjadi antara laskar FPI dan kepolisian. Keterangan mengenai duduk perkara kejadian juga terkesan masih berat sebelah pada versi kepolisian. Untuk memastikan polisi tidak melakukan pelanggaran kewenangan, diperlukan penyelidikan yang lebih mendalam.
”Muhammadiyah juga mengimbau kepada masyarakat agar menahan diri dengan tidak melakukan aksi-aksi yang berpotensi memperkeruh suasana,” ujar Mu’ti.