Ketua DPRD DKI: APBD DKI 2021 Dikembalikan seperti APBD 2020
Prasetio menyayangkan sikap anggota Dewan yang memilih membahas permasalahan rencana kerja tahunan dengan pihak luar. Ia menekankan bahwa draf tersebut bersifat prematur dan tidak disetujui oleh para anggota.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — DPRD DKI JAKARTA mengesahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2021 sebesar Rp 84,19 triliun pada Senin (7/12/2020). Saat rapat paripurna itu tidak dibahas mengenai isu kenaikan tunjangan Rencana Kerja Tahunan yang menuai protes masyarakat. Oleh sebab itu, DPRD mengharapkan permasalahan itu telah selesai.
”Informasi yang beredar di media sosial tentang kenaikan biaya RKT itu hoaks, bohong,” kata Ketua DPRD Jakarta Prasetio Edi Marsudi ketika ditemui seusai rapat paripurna. Rapat dihadiri para anggota Dewan dengan menerapkan protokol kesehatan. Sebagian besar anggota dan pejabat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengikuti rapat secara virtual, termasuk Gubernur Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Ahmad Riza Patria. Keduanya sedang menjalani isolasi mandiri karena positif mengidap Covid-19.
Sebelumnya, di media sosial tersebar dokumen rapat DPRD Jakarta mengenai draf permintaan kenaikan anggaran RKT setiap anggota Dewan. Apabila dijumlahkan, setiap anggota disinyalir akan memperoleh tunjangan RKT sebesar Rp 8,3 miliar per tahun atau setara dengan Rp 700 juta per individu. Komponen yang dicantumkan dalam dokumen itu adalah tunjangan keluarga, beras, jabatan, komisi, perumahan, transportasi, dan uang representasi.
Terdapat juga aspek mengenai tunjangan kinerja, seperti sosialisasi rancangan peraturan daerah, kunjungan kerja ke luar provinsi, tunjangan sosial kebangsaan, dan tunjangan untuk masa reses.
Sejauh ini tidak ada perbandingan antara dokumen itu dan RKT tahun 2020 sehingga persentase kenaikan yang pasti tidak terdeteksi. Selain itu, tidak ada penjelasan acuan harga setiap komponen dan alasan harus dinaikkan nominalnya. Adanya niat serta pembahasan kenaikan tunjangan itu membuat publik marah dan menganggap para anggota Dewan tidak peka terhadap kepayahan masyarakat akibat pandemi Covid-19.
Dalam diskusi virtual yang diselenggarakan oleh Partai Solidaritas Indonesia pada Minggu, 6 Desember, anggota DPRD Jakarta dari partai ini, Eneng Malianasari, mengungkapkan bahwa dirinya dan beberapa anggota Dewan lain tidak menerima dokumen pembahasan anggaran tersebut. Bahkan, informasi mengenai draf ini berbeda-beda, baik dalam rapat komisi, fraksi, maupun badan anggaran.
PSI juga meminta agar rapat paripurna ditunda. Semua data perencanaan anggaran hendaknya dibuka kepada publik agar bisa dibahas dan diberi masukan mengenai aspek prioritas dan aspek yang harus disingkirkan untuk tahun 2021.
Adanya niat untuk menaikkan RKT itu adalah permasalahan yang sesungguhnya karena menunjukkan praktik politik lama yang tidak relevan lagi dengan kebutuhan demokrasi sekarang. (Philip Vermonte)
Menanggapi perkara ini, Prasetio menyayangkan sikap anggota Dewan yang memilih membahas permasalahan dengan pihak luar, bukan dengan internal DPRD. Ia menekankan bahwa draf tersebut bersifat prematur dan tidak disetujui oleh para anggota. Keputusan rapat paripurna ialah menyerahkan skema APBD 2021 agar serupa dengan APBD 2020. Prioritas anggaran untuk menangani dampak kesehatan dan ekonomi pandemi Covid-19, mitigasi banjir, dan program rumah dengan uang muka (DP) Rp 0.
Belum selesai
Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Philip Vermonte menjelaskan, permasalahan tidak selesai hanya dengan DPRD tidak jadi mengesahkan kenaikan RKT tersebut. Adanya niat untuk menaikkan RKT itu adalah permasalahan yang sesungguhnya karena menunjukkan praktik politik lama yang tidak relevan lagi dengan kebutuhan demokrasi sekarang.
”Persepsi politik lama yang menutup-nutupi data sudah tidak bisa lagi diterapkan, tetapi masih ada politisi yang belum memahami perkembangan situasi lapangan bahwa masyarakat kian kritis dan informasi kian banyak beredar,” ujarnya.
Disrupsi teknologi membuat informasi semakin mudah diakses masyarakat. Memang harus ada kepandaian untuk menyaring informasi yang akurat dan memisahkannya dari konten fabrikasi. Akan tetapi, secara umum masyarakat sudah mulai memasuki mentalitas bahwa keterbukaan informasi publik ialah keniscayaan. Mereka menyadari bahwa pajak dari rakyat harus dipertanggungjawabkan peruntukannya, mulai dari awal pembahasan anggaran, pengesahan, hingga aplikasi di lapangan.
”Pendekatan mengembalikan skema APBD 2021 agar serupa dengan APBD 2020 juga tidak tepat karena perkembangan situasi tidak akan sama. Justru perencanaan anggaran dan program kerja adalah untuk memperkirakan masalah yang akan terjadi di masa depan dan menyiapkan infrastruktur serta sumber daya manusia untuk menghadapinya,” kata Philip.
Ia menerangkan, anggaran 2021 ialah melanjutkan program strategis 2020 dengan cara menghilangkan komponen yang tidak diperlukan dalam konteks pandemiCovid-19. Pada saat yang sama juga memproyeksikan perkembangan serta risiko penerapan program kerja sehingga anggaran 2021 menjadi unik dan sesuai kebutuhan nyata, bukan menjiplak praktik tahun-tahun sebelumnya yang mungkin pantas untuk 2020, tetapi tidak untuk masa depan.