Peran orangtua dan wali kelas sangat krusial dalam penilaian akhir semester kali ini. Idealnya, orangtua harus benar-benar mengawasi anak supaya mengerjakan PAS secara mandiri.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penilaian akhir semester bagi para siswa kini tidak lagi menyeramkan. Pada masa pandemi Covid-19, mereka bahkan tak perlu persiapan matang untuk memperoleh nilai sempurna.
Noli (12), siswa kelas VII SMP Terbuka Koja, Jakarta Utara, memilih mengikuti penilaian akhir semester (PAS) di Balai RW 002 Kelurahan Galur, Johar Baru, Jakarta Pusat, yang tidak jauh dari rumahnya. Seperti terlihat pada Selasa (1/12/2020) pagi, ia mengikuti PAS untuk dua mata pelajaran, yakni Matematika dan Bahasa Inggris.
Meski banyak meja-kursi kosong di dalam balai RW tersebut, Noli memilih duduk satu meja dengan Diky (19), tetangganya yang juga mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB). Rupanya, Noli sengaja duduk di dekat Diky supaya bisa bertanya jika kesulitan mengerjakan PAS.
”(Soal ujiannya) enggak terlalu susah. Kalau enggak tahu biasanya buka Google atau nanya caranya ke Bang Diky,” katanya polos.
Soal-soal PAS yang berbentuk pilihan ganda dikerjakan Noli melalui aplikasi Google Form. Untuk PAS Matematika, Noli diberi waktu mengerjakan antara pukul 07.00-09.00, sedangkan untuk Bahasa Inggris antara pukul 10.00-12.00.
Di meja lain, Aranda (11) dan Arandi (11), siswa kelas V SD Negeri Kampung Rawa 02 Petang Jakarta, juga terlihat mengerjakan PAS dengan santai. Di sela-sela mengerjakan, keduanya kerap mondar-mandir. Meski begitu, anak kembar ini tetap mengerjakan PAS dari gawai masing-masing di meja yang berbeda.
Setidaknya, ada 25 soal pilihan ganda yang wajib mereka isi melalui Google Form. Selain itu, keduanya juga harus menyalin soal dan jawaban dari Google Form ke buku tulis. Buku tersebut nantinya harus dikirimkan kepada guru mereka.
Ishak (50), ayah Aranda dan Arandi, mendampingi mereka dari luar balai RW. Hal itu ia lakukan untuk memastikan kedua putranya mengerjakan soal-soal PAS secara mandiri.
”Disini banyak (anak-anak) yang diisiin orangtuanya. Kalau si kembar, saya suruh ngerjain sendiri. Kemarin saja nilai ulangannya 75. Teman-temannya pada dapat 100. Enggak apa-apa, yang penting ngerjain sendiri,” katanya.
Menurut Ishak, tidak ada persiapan khusus yang dilakukan kedua putranya untuk menghadapi PAS ini. Soal dalam PAS dan materi pembelajaran jarak jauh (PJJ) harian tidak jauh berbeda. Anak-anak pun diminta mengerjakan soal secara mandiri.
”Sama aja kayak kemarin-kemarin. Dikasih tugas, terus anak diminta ngerjain. Kalau dulu, kan, anak mesti belajar serius sebelum PAS. Enggak boleh main,” tambahnya.
Tidak gelisah
Guru kelas I SD Negeri Kemanggisan 06 Pagi, Surip, membenarkan bahwa saat ini PAS tidak lagi menjadi momok bagi siswa. Meskipun model soal yang diujikan sama dengan tahun lalu, siswa tidak lagi gelisah menjelang PAS lantaran tidak ada pengawasan ketat dari guru.
Selain itu, Surip juga tidak heran apabila semua siswanya mendapatkan nilai 100 dalam PAS ini. ”Saya sudah hafal, kalau penilaian tengah semester (PTS) atau PAS begini mesti nilainya 100 semua. Kemungkinan dibantu orangtuanya,” ujarnya.
Bagi Surip, nilai dalam PAS ini dianggap kurang mampu merepresentasikan kualitas siswa. Dari situ, Surip tidak lagi menjadikan nilai PAS sebagai rujukan utama dalam nilai rapot.
Untuk mengidentifikasi kemampuan siswa, Surip biasanya melakukan panggilan video kepada mereka. Namun jika tidak memungkinkan, ia akan meminta orangtua merekam aktivitas membaca dan menulis anak mereka.
”Kalau pas video call siswa menjawab soal hitungan cepat, saya kasih nilai bagus. Atau kalau siswa belum lancar membaca, saya kasih nilai kurang,” ujarnya.
Saya sudah hafal, kalau penilaian tengah semester (PTS) atau PAS begini mesti nilainya 100 semua. Kemungkinan dibantu orangtuanya.
Guru kelas V SD Negeri Kemanggisan 06 Pagi, Retno Wahyuni, juga menyadari bahwa banyak siswa yang tadinya kurang pintar mendadak mendapatkan nilai bagus selama PTS maupun PAS. Kebetulan, tahun lalu Retno menjadi wali kelas IV sehingga hafal kemampuan anak-anak yang saat ini duduk di kelas V.
”Tapi ada juga yang tadinya pintar malah turun nilainya. Kata orangtuanya karena anaknya jadi males sekarang. Ngumpulin tugasnya sering telat,” ungkapnya.
Retno mengaku sudah sering mengingatkan orangtua untuk tidak membantu anak dalam mengerjakan tugas, termasuk saat PAS. Bantuan orangtua ini justru menjerumuskan siswa. Sayangnya, imbauan itu sering diabaikan.
Meski sudah diperingatkan, Retno masih mendapati siswa yang menyelesaikan tugas PJJ dalam waktu yang tidak masuk akal. Beberapa siswa mampu menyelesaikan soal hanya dalam waktu 10-30 menit. Padahal, durasi waktu yang diberikan sekitar dua jam.
”Saya sampai menelepon orangtua untuk mengecek langsung. Mereka bilangnya anaknya yang mengerjakan sendiri. Kalau kayak gini kami enggak mungkin mengurangi nilai karena orangtua bisa lihat langsung dari Google Form,” ungkapnya.
Tidak terkontrol
Wakil Kepala SMP Negeri 130 Jakarta Didi Jumadi mengungkapkan, jumlah soal dalam PAS kali ini sama dengan soal sebelumnya. Setiap mata pelajaran berisi 40 soal kecuali Matematika dan IPA yang hanya berjumlah 30 soal. Durasi PAS setiap mata pelajaran 120 menit.
”Semuanya wajib mengikuti. Kalau ada yang enggak bisa ikut pagi, kami persilakan mengerjakan siang/sore. Soalnya akan kami bagikan saat dia siap,” katanya.
Didi mengakui, dirinya tidak bisa mengontrol kemandirian siswa saat mengerjakan PAS. Idealnya, anak mengerjakan PAS sambil melakukan panggilan video dengan guru. Akan tetapi, ia mengakui hal ini sulit diterapkan di SMP Negeri 130 Jakarta.
”Berarti harus punya dua ponsel. Satu buat Zoom, misalnya, satu lagi buat mengerjakan soal. Belum lagi kebutuhan kuota internet atau jaringan,” katanya.
Untuk mengukur kualitas siswa, guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) SMP Negeri 130 Jakarta Lukman tidak sekadar melihat dari ketepatan siswa dalam menjawab soal. Ia juga mempertimbangkan kecepatan siswa saat mengerjakan soal.
”Nilai siswa yang selesai lebih cepat akan lebih bagus ketimbang yang lambat. Asumsinya, kalau dia mengerjakan cepat, berarti tidak tengak-tengok buku atau pakai Google,” ujarnya.
Menurut Lukman, peran orangtua dan wali kelas sangat krusial dalam PAS ini. Orangtua harus benar-benar mengawasi anaknya supaya mengerjakan PAS secara mandiri. Sementara, wali kelas harus selalu memantau kedisiplinan siswa.